perlahan

27 3 4
                                        


"Gobloookkk."

Itulah kata-kata pertama yang Jean dan Haza keluarkan ketika Dhary mengatakan soal apa yang terjadi minggu kemarin. Sekarang mereka sedang ada di rumah Dhary. Sesi kerja kelompok (betulan) itu tiba-tiba berubah menjadi sesi curhat sang pemilik rumah.

"Gimana ya, apa gue kecepetan?"

"Ngga gitu blok, lo emangnya udah seyakin apa kalo perasaan lo itu perasaan suka?" Jean frustrasi.

"Gue yakin."

"Hah?"

Jean sekarang melongo. Lain dengan Haza yang cenderung menyimak (walau awalnya sedikit kaget). Pasalnya, Dhary itu menjunjung tinggi pepatah jawa witing tresno jalaran saka kulino.

Lantas apakah dua minggu ini adalah versi kulino Dhary?

"Yaudah si, Je. Tuh matanya Dhary aja gak bohong," celetuk Haza.

"Tapi lu liat sendiri si Jihan jadi jaga jarak sama Dhary???"

"Ya berarti salah Dhary juga."

Pletak!

Kesabaran Jean menipis, membuatnya melemparkan topi pada Haza. "Opini lo jelek ah."

Haza menghela napas. "Gue tahu ini bukan pertama kalinya lo pacaran, Ry. Jadi harusnya lo tahu konsekuensinya gimana kalo lo kayak gini. Tapi bisa jadi, ini pertama kalinya buat Jihan."

"Iya tuh, Jihan dari awal masuk udah ambis banget, jarang keluar kelas. Bisa jadi sampe sekarang dia belum pernah pacaran."

"Ini juga bisa jadi bumerang buat lo, Ry. Gimana sekarang atmosfer project lo? Canggung kan?"

Dhary mengusap wajahnya. Sama sekali tak terpikirkan olehnya soal itu, sementara dia baru sadar sekarang.

Project tersebut seharusnya sudah sampai tahap penggarapan BAB 1 yang berisi latar belakang dan sebagainya. Namun, sejauh ini yang mereka lakukan hanya mengetiknya dalam satu waktu di google docs atau saling comment ketika ada yang salah. Roomchat pun sepi kecuali jika mereka ingin bertemu dengan guru pembimbing.

Itu sangat tidak efisien. Tapi mau bagaimana lagi?

"Gue tanya deh...lo suka sejak kapan?"


***


Sejak Jean memberitahunya soal instagram Jihan, Dhary mulai sering memperhatikan gadis itu. Setiap pagi tanpa sadar dirinya melihat ke arah gerbang sekolah, dimana gadis itu muncul dengan rambutnya yang terikat satu dan jaket putih. Memeluk binder yang juga khas warnanya, pink pastel.

Jihan jarang ditemui di kantin, jadi Dhary lebih sering melongok ke dalam kelas Jihan dan melihat Jihan memakan bekal (hal itu ia lakukan diam-diam saat hendak ke kantin). Kehidupan Jihan yang normal juga membuat Dhary tahu kalau Jihan langsung pulang ketika tidak ada kegiatan ekskul. Hanya sekali dua kali pergi main dengan Zua.

Setelah mereka berada dalam satu kelompok project pun Dhary semakin tahu banyak tentang Jihan.

Her powdery-like scent perfume, dimples, and the smiley eyes. Semuanya menenangkan sekaligus menyenangkan untuk Dhary nyaman berada di sampingnya. Tidak pernah dibayangkan bahwa anak yang pendiam dan jarang keluar kelas itu bisa begitu ribet, seru, dan banyak tertawa.

Apa yang dikatakan Jean dan Haza tadi malam di rumahnya memang benar. Terlalu cepat untuknya mengatakan hal itu pada Jihan.

"Heh orang gila."

Final ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang