06

1.6K 261 24
                                    

Sakura POV

"Kamu bisa tidak jangan mengoceh terus?! Aku juga pusing memikirkan semuanya!"

"Bagaimana aku tidak khawatir? Kamu dipecat disaat aku baru dinyatakan hamil! Mendapatkan pekerjaan yang bagus itu susah!"

Pertengkaran suami-istri dapat terdengar olehku, Ino dan Sai sedang adu argumen di kamar mereka yang kebetulan dekat dengan kamarku. Aku terpaku, berusaha untuk tidak mendengar, namun semua terdengar.

Aku tersenyum miris. "Apa pernikahan selalu ada perdebatan?" tanyaku pada diriku sendiri.

Hanya mendengar perdebatan rumah tangga membuatku sudah lelah, aku ikut stres mendengarnya, aku ikut takut akan mengalami perdebatan ini.

Aku hanya ingin ketenangan dalam hidupku, bekerja salah satunya membantuku dalam memberikan ketenangan, namun semua tidak semudah itu ternyata.

Drrtt!

Ponselku bergetar, membuatku segera menyalakannya dan secara otomatis membaca notifikasi pada ponselku.

Sasuke
Besok, luangkan waktumu untukku.
Aku ingin mengajakmu ke berbagai tempat yang kiranya kita sukai.
Dan, jangan lupa tersenyum setiap harinya untuk menjadikan harimu lebih baik.
                                                          07.22

Aku terkekeh kecil membaca setiap pesan yang Sasuke kirimkan, Sasuke seolah tahu bagaimana kondisiku, ia selalu menjadi penenang untukku.

Sesuai pesan Sasuke, aku sedikit menarik sudut bibirku membentuk senyuman, seperti perkataan Sasuke tempo hari, "Hari tidak selalu buruk, bahkan sebuah senyuman bisa mengubah suasana di sekitarmu. Jika suasana hati kita negatif, maka lingkungan pun akan seperti itu."

MCAI

Senyumanku melebar tatkala melihat Sasuke yang menungguku di dekat danau, hari ini aku mengajaknya untuk menggunakan kendaraan umum, aku merasa waktu kita berdua akan lebih terasa saat menaiki kendaraan umum. Aku sudah berencana menaiki bus, kereta api, dan kapal bersama Sasuke di hari libur ini.

"Maaf, baru datang. Aku menunggu ibu dan ayah pergi dulu." Ucapku pada Sasuke yang tersenyum hangat.

Tangan Sasuke menyentuh kepalaku, mengacak-acak kepalaku dan seketika membuatku tertegun karena pertama kalinya aku diperlakukan begini.

"Kau harus tahu, aku pandai dalam menunggu." Balasnya, membuat aku ikut terkekeh kecil menanggapi candaannya. Aku selalu merasa dia sedang bercanda, atau mungkin karena di lebih muda diriku sehingga membuatku merasa dia kurang serius, padahal kenyataannya dia serius datang langsung kepada orang tuaku, walaupun berakhir mendapat penolakan.

"Kapan aku boleh ke rumahmu lagi? Menemui kedua orang tuamu untuk mendapatkan restu mereka." Tanya Sasuke dengan serius, aku selalu melarangnya ke rumahku, karena aku takut ibuku murka kepadaku.

Secara otomatis, ketika kami berjalan bersamaan, tangan kami tertaut- saling menggenggam seolah hal itu telah menjadi kebiasaan untuk kami. Aku juga tidak tahu sejak kapan aku bisa senyaman ini dengan seorang pria.

"Aku tidak yakin, ibuku bukan orang yang mudah diluluhkan, apalagi memutuskan sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikirannya." Balasku pesimis, aku adalah anaknya, aku sudah sangat hafal bagaimana ibuku memegang teguh prinsipnya.

"Kalau aku lebih tua darimu, apa peluangku lebih besar?"

"Entahlah, aku bahkan tidak bisa membayangkannya." Balasku diakhiri senyum simpul.

Mantan Calon Adik Ipar ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang