Entry No. 8
Apa yang kau pikirkan ketika seorang gadis mengajakmu ke kamarnya malam-malam?
Untuk seorang pria yang sudah lebih dari delapan belas tahun dan memiliki hormon lelaki yang normal serta tentu saja masih lurus, aku tidak bisa berhenti berpikir ke arah sana.
Aku memang diajarkan untuk menjauhi itu, dan sekali-kali tidak boleh mendekatinya, bahkan hanya berpikir tentang itu saja tidak boleh. Abi sangat melarangnya dan sangat tegas terkait itu sebelum aku menikah. Beliau selalu mewanti-wanti aku. Namun, larangan yang semakin diperjelas malah membuat seseorang penasaran, bukan? Aku tidak berbeda. Bukan berarti aku melakukan itu, ya! Bukan! Mana mungkin aku berani melakukannya. Aku hanya sebatas memikirkannya. Masih normal, 'kan? Tentu saja walaupun Abi bilang untuk tidak melakukan itu, pikiran—hanya orang itu dan Tuhan yang tahu. Maaf, Abi, aku memang terkadang memikirkannya.
Kenapa aku membahas ini? Itu karena ada kaitannya dengan Xi. Benar sekali! Malam-malam setibanya kami di Rogue Colony, dia memintaku ke kamarnya. Gugup? Tentu saja! Apa yang mau coba gadis itu lakukan ... atau katakan? Aku sampai harus menjernihkan pikiran sebelum berani bertemu dengannya.
Sepanjang senja setelah kegiatan sakral, aku bahkan hanya bisa berguling-guling di atas kasur sambil sesekali bergelung di dalam selimut. Terus kugemakan dalam pikiran bahwa Xi hanya ingin bicara seperti yang dia katakan sebelumnya. Aku baru bisa tenang setelah kegiatan sakral kedua selesai. Kumantapkan hati untuk menemui Xi dengan pikiran yang jernih.
Namun, saat di depan kamarnya, aku kembali mematung. Seorang pemuda ke kamar anak gadis malam-malam! Apa yang akan orang lain pikirkan? Kalau mereka sampai salah paham bagaimana? Bisa jadi gawat. Nanti akan ada gosip yang beredar pada pagi hari. Seorang rekrutan AYX tertangkap basah berduaan di dalam sebuah kamar di penginapan Rogue Colony. Sebuah skandal? Tidak. TIDAK. TIDAK!
Harus kutegaskan kalau itu tidak benar. Biar ini sekalian sebagai klarifikasi.
Jadi begini. Saat aku akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu, Xi langsung menarikku masuk karena aku terlalu lama berdiam diri di lawang pintu. Panik? Tentu saja! Bagaimana gadis mungil seperti Xi bisa seagresif itu?! Aku langsung bilang kalau ini bisa saja membuat orang salah paham dan aku mengingatkannya untuk tidak berbuat aneh-aneh. Niatnya begitu. Akan tetapi, sepertinya perkataanku kelewat tidak jelas. Xi bahkan sampai membentakku.
Sebagai seorang gentleman, aku hanya menanggapinya dengan tenang. "O ... Oke. Ada apa ... ya?" tanyaku. Yah, meskipun masih terasa gugup.
Xi kemudian membicarakan rencananya. Gadis itu juga menanyakan apakah aku akan jadi ke Liberte. Kujawab saja, "Mungkin." Karena sejujurnya masih ada keraguan di dalam hatiku. Namun, kata-kata Owen sepertinya berpengaruh besar terhadap keputusanku. Sebagai orang yang diajarkan untuk tidak ragu-ragu dalam hal apa pun, mungkin pada jawabanku mengandung 99% kepastian aku akan pergi. Kemudian aku teringat Xi. "Bagaimana denganmu?" tanyaku pada akhirnya.
Xi, tanpa kuduga, tidak jadi pergi. "Aku rasa, risikonya tidak sebanding dengan tujuanku. Buat apa mempertaruhkan nyawa mencari orang yang bahkan tidak pernah mencariku," jawabnya.
Aku agak kecewa sebenarnya. Tapi apa boleh buat. "Begitu, ya. Kalau itu keputusanmu, aku tidak bisa melarang, lagi pula aku bukan siapa-siapamu," balasku. Ada rasa sedih karena tahu akan ada teman perjalanan lain yang berkurang, meskipun tidak semenyedihkan saat ditinggal Edda.
Ada hening sebentar sebelum Xi melanjutkan pembicaraannya. Dia memintaku untuk mencari seorang pria yang dua puluh enam tahun lalu pernah melakukan penelitian di Liberté dan ciri fisik lelaki itu sama sepertinya, dan kalau ketemu aku harus mengabarinya. Karena aku penasaran siapa orang itu, aku pun bertanya apa dia keluarganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Faith in the Desert (END)
خيال علميMaukah kau bertarung hanya untuk segelas air atau segenggam makanan yang layak dikonsumsi? Di Direland, semua itu sudah biasa. Siapa yang kuat dia yang bertahan. Tempat di mana mereka yang terbuang dan tersisihkan dari oasis penuh kehidupan. R...