1

4 4 0
                                    

Masa kecil adalah masa yang paling indah,yang sedikit banyak dan tak dapat dipungkiri akan mempengaruhi kehidupan pada saat dewasa kelak.

Siapapun dan dimanapun,pasti akan mengharapkan dan mendambakan bisa memiliki masa kecil yang indah, bahagia,dan penuh kesan yang menye- nangkan.namun,tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan itu. sama hanya dengan jodoh,masa-masa yang akan menemani kehidupan manusia adalah sebuah misteri yang tak pernah bisa ditebak.

Kalau saja boleh memilih,tentu aku ingin dilahirkan oleh sebuah keluarga yang bahagia,harmonis,penuh kasih sayang dan berkecukupan.tapi nyatanya,tuhan telah mentakdirkanku hidup pada sebuah keluarga yang memprihatinkan,kalau tidak mau di bilang amburadul.

Ayahku adalah seorang lelaki berhati keras,otoriter,tak suka diatur dan egois.sama seperti ayah,ibuku juga beradat keras,kalau sudah maunya harus terpenuhi,tidak pernah mau mengalah,meskipun sikapnya bila di banding ayah,jelas lebih lembut ibu.

Ayahku adalah anak lelaki satu- satunya dari lima bersaudara.ia mem- punyai dua kakak perempuan dan dua adik yang juga perempuan.lebih tepat nya,sebagai anak lelaki satu- satunya ia diapit empat saudara perempuan. Sementara ibuku adalah anak sulung dari enam bersaudara.ia mempunyai empat adik lelaki dan satu adik perempuan.

Mungkin,status mereka yang seperti itulah yang membuat keduanya sama- sama berwatak keras.saking kerasnya, sampai -sampai bila terjadi per tengkaran,keduanya tidak ada yang mau mengalah.

Sebagai anak sulung dari enam ber- saudara,aku paham betul dengan sikap kedua orang tuaku.kalau mereka sudah berselisih paham,bukan tak mungkin akan terjadi pertengkaran karena masing- masing berusaha memper tahankan pendapatnya.dan perteng karan yang terjadi,bukan hanya sekedar mempertahankan pendapat saja,hal- hal sepele pun bisa memicu terjadinya pertengkaran itu.

Bisa dibayangkan,betapa kalut dan kacaunya perasaanku bila menyaksikan pertengkaran yang ter- jadi di antara kedua orang tuaku. Sepertinya,ego mereka sedemikian besar sehingga lebih mementingkan perasaan mereka yang terluapkan di banding perasaan anak- anaknya yang cuma bisa berdiri ketakutan.

Ah,sedih rasanya bila mengingat kembali masa lalu yang kelabu,kalau tidak mau dikatakan pahit.sebagai kanak-kanak,aku tak pernah merasakan peristiwa berkesan dalam hidupku.semuanya penuh kabut,penuh badai yang sempat meluluh- lantakkan hati dan perasaanku.

Kalau sudah begitu,aku jadi menyesali, kenapa tuhan tidak menitipkan aku pada keluarga kaya yang pasti hidupnya lebih damai dan terjamin. Yah,saat itu yang ada dipikiranku, kekayaan bisa membuat hati bahagia dan tenang.hidup yang serba berke- cukupan,bisa membuat segalanya menjadi mudah,nyaman dan tak perlu dilanda kecemasan berlebihan.

Tidak seperti keadaan keluargaku. Sudah hidup kekurangan,harus pula di hadapi dengan pertengkaran kedua orang tua yang kerap terjadi. Pertengkaran yang menyebabkan menjadi tertekan batin.pertengkaran yang menjadikan trauma yang menya_ kitkan. Bahkan sampai saat ini...

Kadang aku suka berpikir,kenapa hanya karena hal- hal sepele bisa membuat kedua orang tuaku,mengadu urat leher?Apa bukan karena keadaan yang menjepit yang membuat kehidupan kami tak pernah bisa ter- cukupi hingga membuat mereka jadi naik darah?

Pusing juga aku memikirkan itu,karena pada kenyataannya tidak semua keluarga sederhana lain harus selalu bertengkar dan bertengkar,seperti yang dialami keluargaku.Apa sebenar- nya yang telah terjadi?
Kenapa aku tidak pernah merasakan lama kerukunan dan kedamaian kedua orang tuaku?Kenapa pula mereka tidak memilih untuk bercerai saja daripada setiap hari harus selalu berbeda pen- dapat dan terus bertengkar?

Bercerai?Kugigit bibirku saat mengeja kalimat menakutkan itu.teringat olehku ucapan ibu yang tersendat- sendat karena habis menangis setelah pertengkaran itu.

"Ibu tidak akan meninggalkan kamu.
Kalian adalah anak- anak ibu yang manis.Apa jadinya kalau ibu sampai pergi meninggalkan kalian?"

Aku yang ketika itu sudah berusia dua belas tahun,sempat tersentuh men- dengar apa yang dikatakan ibu.Yah, apa jadinya kalau ibu sampai meninggalkan kami,anak-anaknya yang masih kecil?

Terbayang olehku wajah titin,ku yang rumahnya tidak jauh dari rumahku.
Sejak ibunya meninggal dunia,ayahnya menikah lagi dengan perempuan lain.
Dan setelah perempuan yang menjadi ibu tirinya itu mendapatkan anak,titin beserta kedua adiknya tidak lagi kebagian perhatian dan kasih sayang.
Ayahnya begitu menyayangi anak yang di dapat dari istri keduanya,dibanding anak- anaknya yang istri terdahulu.
Sehingga,jadilah titin dan kedua adiknya seperti anak- anak yang tumbuh sekadarnya.mau kemana saja, dibiarkan,mau ini itu,tidak ada yang melarang.

Ah,sedih rasanya membayangkan itu.
Apabila bukan cuma titin saja yang mengalami nasib seperti itu.prita, teman sekelasku,bahkan mengalami nasib yang lebih parah lagi setelah ibunya pergi dengan laki-laki lain,dan ayahnya menikahi seorang wanita judes yang kini harus menjadi ibu tirinya.bukan cuma tidak diperhatikan, tetapi prita juga menjadi sasaran ke- marahan dan kejengkelan ayah serta ibu tirinya.bahkan,sang ibu tiri tidak segan- segan memukulnya kalau sudah marah.

PEREMPUAN DINGINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang