Masa lalu kehidupan keluargaku sungguh telah membuat trauma men- yakitkan bagiku.secara langsung maupun tidak langsung,trauma itu telah membuat aku menjadi labil dan pasif seperti ini.bayangkan saja,meski kutahu kalau Sonny telah menyakitiku seperti ini,tapi aku tak berdaya untuk berbuat lebih lanjut.apalagi sampai meminta cerai darinya.
Oh,sungguh tak terbayangkan kalau itu sampai terjadi.belum aku melakukan nya,seraut wajah angker ayahku sudah hadir didepan mataku dan menuding- ku sebagai orang yang punya kesalah- an besar dan tak terampuni.belum lagi aku juga memikirkan nasib anak- anakku kelak.bagaimana dengan mereka bila kami orang tuanya sampai berpisah?membagi keempatnya secara rata,dalam arti aku dan Sonny masing- masing membawa dua anak,sungguh aku tak tega.dengan demikian mereka akan terpisah.meninggalkan keempat nya dalam perawatan Sonny,oh sanggupkah hatiku berpisah dari mereka?
Sungguh,aku begitu takut memikirkan itu.bayangan kalau aku akan disalah kan dan dianggap sebagai orang tak berguna yang menjadi penyebab semuanya itu,terasa begitu membebani ku.saat ini diriku seperti narapidana yang kedua tangan dan kakinya diikat rantai.mau lari,tapi lari kemana? Padahal aku sudah tak tahan dengan kenyataan ini.
Dalam kesendirianku dan renungan panjang seperti ini,baru kusadari, waktu menikah dulu bukan cintalah yang mendominan perasaanku.Melain- kan perasaan kagum pada kehebatan Sonny dalam meraih simpati ayahku,di samping niatku yang begitu besar untuk membahagiakan orang tua dengan menikah dengan orang yang di sukai mereka.
Dalam terawangan pikiranku,aku men- coba meraba apa yang pernah terjadi dulu dan terjadi sekarang.mungkinkah aku tidak pernah merasakan nikmat- nya permainan asmara karena cintaku tak kuberikan seutuhnya pada Sonny? Atau,rasa dendam atas perbuatan kasar ayah pada ibu telah begitu melekat dalam hati dan jiwaku hingga terlampiaskan lewat sikapku yang dingin,hingga tak pernah merasakan hangatnya cinta?
Memang,selama ini sikap Sonny cukup baik dan penuh perhatian.bahkan boleh dibilang,apa yang kualami setelah menjadi istri Sonny jauh dari apa yang dialami ibuku sejak menjadi istri ayahku.Sonny tidak pernah memukul dan menamparku bila sedang marah.sebagai pelampiasan ke marahannya ia hanya menggebrak meja atau lemari.itu pun hanya sese- kali saja.dan kalau sudah begitu,aku lebih memilih diam daripada terus nyeroscos.tidak seperti ibu yang terus mengoceh meskipun ayah sudah di landa emosi besar.
Yah,mungkin kalau selama ini Sonny tidak pernah menyakitiku bila sedang marah,itu lebih karena aku sering memilih diam dan tak ingin memper- panjang masalah,meskipun masih ada beban yang mengganjal dalam hatiku.
akibatnya,beginilah.saat beban yang selama ini kupendam tak mampu lagi kutahan,ia meledak tak terkira dan meleparkan serpihannya kemana- mana.
Mungkin aneh rasanya kalau kubilang aku tak mencintai Sonny,tapi ternyata empat orang anak berturut- turut lahir dari rahimku.tidak,aku bukan tidak mencintai Sonny yang menjadi ayah dari anak- anakku.tetapi akan lebih tepat kalau dikatakan aku tidak bisa sepenuhnya mencintai lelaki yang telah menjadi suamiku itu.
Cinta yang semestinya terisi penuh dalam relung hatiku,sudah tercecer dan lenyap entah kemana seiring waktu yang berlalu.jadi,cuma sedikit sisa cinta yang ada yang kuberikan pada Sonny.itu sebabnya,mengapa aku selalu tidak bergairah dalam melayani
hasratnya diatas ranjang.
Kalau selama ini aku berusaha mem- pertahankannya,itu dikarenakan aku khawatir akan nasib anak- anakku kelak setelah lepas dari pengasuhan ayahnya.selain itu aku juga takut akan didamprat dan dituding keras oleh ayah yang kutakuti,yang juga akan menganggapku sebagai anak tak tahu diri dan penyebabkan kesialan.bila ku bayangkan,kalau ayah akan menyalah kan diriku sepenuhnya dan membela Sonny,meskipun statusnya hanya sebagai menantu.sejak dulu kan ayah sudah suka dan sayang pada Sonny, bukan tak mungkin itu akan terjadi. Padahal,kesalahan bukan hanya berada di pihakku.
Selain dua hal itu,aku juga masih me- mikirkan kemungkinan lain yang terjadi.Apa enaknya menjadi janda? Tidak ada perlindungan,tidak ada ke- nyamanan.jangan- jangan orang akan menganggap remeh dan memandang ku dengan sebelah mata.
Jadi,biar pun kehidupan rumah tangga ku mulai hambar,biarlah aku terus bertahan.biarlah terus begini.toh cuma aku saja yang merasakan kehambaran dan kegetiran itu.orang- orang tak akan ada yang tahu kalau aku tidak mem- buka rahasia ini.lagipula,mana mungkin aku akan membuka aib keluargaku sendiri?aku tidak mau ber- buat bodoh dan membuat orang men- cibir dibelakangku hanya karena membuka aib sendiri.sejak dulu,aku biasa menyimpan dan memendam rahasiaku sendiri.jadi,itu bukan merupakan suatu hal yang sulit bagiku.
Begitulah yang terus terjadi dalam keluargaku.kupikir Sonny memang sengaja menghindariku dengan selalu pulang malam.sejauh itu,aku tetap menganggapnya lembur dan tidak pernah berprasangka buruk.bukan apa - apa,aku tidak ingin semakin meracuni hati dan perasaanku dengan berpikir begitu.apalagi sebagai suami dan ayah, ia cukup bertanggung jawab dengan selalu memenuhi kebutuhan keluarga.
Mungkin,aku akan terus berpikiran begitu kalau saja suatu hari aku tidak menemukan sepucuk surat di kantong celana Sonny.untung surat itu belum basah dan sobek karena keburu me- meriksa kantong celana Sonny sebelum dicuci.setiap kali sebelum mencuci,aku memang biasa memeriksa setiap kantong celana atau kantong baju lainnya,tidak terkecuali kantong baju pakaian anak- anakku.
Dan hatiku sempat tergetar ketika membaca tulisan tangan yang tertera di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEREMPUAN DINGIN
FanfictionMasa kecilku amatlah pedih.aku sering menyaksikan kekerasan sikap ayah yang bila marah suka memukuli ibu.sejak itu, aku jadi benci dengan makhluk yang namanya lelaki.aku selalu menjauh bila ada teman lelaki yang menaruh hati padaku,bahkan merasa jij...