part 16

1.7K 147 3
                                    

Bismillah

                 RUMAH NENEK

#part 16

#by: R.D.Lestari.

Darah? kenapa ada dibajunya?

Belum hilang rasa penasarannya, Rina meraih celana yang juga terdapat noda yang sama.

Seketika hati Rina mencelos. Ia kecewa. Ia berpikir keras.

"Darah apa, ini? apakah ini darah ...jangan-jangan Ajeng ....,"

Rina yang merupakan orang tua dari Ajeng menggeleng cepat. Merasa Ajeng anak baik dan tak mungkin berbuat di luar pikirannya.

Tanpa ia sadari, sepasang mata yang sedang berpura-pura tidur itu menatapnya sinis. Tangannya sudah gatal untuk menyiksa wanita yang saat ini sedang terpaku seraya menatap pakaian.

Senyum sinis tersungging di sana. Darah yang di pertanyakan wanita itu tak lain adalah darah Sadawira, pemuda yang ia siksa.

Dan ... apa yang di alami Nenek tua barusan adalah sebuah halusinasi yang ia ciptakan.

Teror yang membuat seisi rumah bingung dan linglung. Berada dalam ketakutan dan rasa was-was.

Rina dengan perasaan tak karuan keluar dari kamar Ajeng. Rasa penasaran karena noda darah itu masih menghantui pikirannya.

Ekor mata itu masih mengikuti gerak-gerik Rina hingga wanita paruh baya itu keluar dari kamar.

Saat Rina sudah benar-benar hilang dari pandangan, Ajeng KW itu berdecak kesal.

Klek!

Dengan kekuatan magicnya, ia memutar jari dan kamar itu terkunci.  Dan saat itu, tubuh milik Ajeng menggeliat menahan nyeri di perut dan daerah kewanitaannya.

Tangan putihnya menyelusur ke daerah paha, merasakan ada yang basah.

Matanya yang semula terpejam, perlahan mengerjap dan menatap telapak tangannya yang basah dan juga lengket.

Kelopak mata itu melebar dan bola matanya nyaris keluar saat melihat darah membanjiri paha dan telapak tangannya.

"Genderuwo sialan! ini pasti ulahmu!" sungutnya.

Ia lalu menggeser tubuhnya, dengan tertunduk, ia melangkah menuju kamar mandi, membersihkan sisa darah yang masih keluar.

"Awas kau genderuwo! berani-beraninya kau menyentuh Ajeng!"

***

Tubuh itu kini terbaring lemah seperti mayat di atas pembaringan. Asap tipis keluar dari ubun-ubun kepalanya dan hilang dalam sekejap, masuk ke dunia lain dan perlahan membentuk sosok wanita cantik dengan kebaya berwarna hitam. Kain panjang berwarna emas membalut tubuhnya.

Wanita itu dengan wajah penuh amarah memasuki rumah megah bak istana yang merupakan wilayah kekuasaannya.

Dayang-dayang berpakaian coklat yang selaras dengan kain yang mereka pakai berjajar rapi menyambut kedatangan Nyonya rumah dengan hati deg-degan.

Tak ada seorangpun yang berani menatap mata merah wanita yang mereka sebut Nyai.

"Mana Genderuwo! panggil kemari!" titah Nyai dengan suara lantang.

"Baik, Nyai," dua orang dayang melangkah menjauhi Nyai yang nampak murka di singgasananya.

Tak lama sosok yang di cari datang dengan langkah tergopoh-gopoh. Mata merah dengan bulu di sekujur tubuh itu menunduk saat Nyai menghentak kakinya hingga tanah serasa bergetar.

"Kau! beraninya menyentuh gadis itu! bukankah Kau tau, jika ia belum mati!"

"Aku belum sepenuhnya membuat tubuhnya menjadi milikku! masih butuh 3 nyawa sebagai tumbal kekuatanku!"

Rumah Nenek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang