part 19

1.6K 148 3
                                    

Bismillah

  
                    RUMAH NENEK

#Part 19

#by: R.D.Lestari.

"Ya Allah, Mama!"

Tubuh Bagas terasa melayang. Tangisnya pecah begitu saja, sedang Ghandy , di sela tangisnya, ia melangkah mendekati sosok mamanya yang terletak di atas kasur dengan posisi tertelungkup.

Matanya melotot dengan darah yang merembes di mulut yang menganga , dihidung dan juga telinga.

Mamanya tidak sendiri, karena ada mayat Bi Jumi yang menggantung diatasnya dengan keadaan yang sudah membusuk.

Salah satu matanya melotot, dan satunya hilang, di penuhi belatung, kulit membiru dan sebagian menghitam. Perut besar dengan lidah yang terjulur.

Bau menyengat bangkai membuat semua orang yang masuk terbatuk, termasuk Ghandy dan juga Bagas yang masih menggelosor di lantai.

"Mama!" tangisnya.

Terseok, Nenek dan Desi yang baru saja sadar melangkah mendekati kamar Bi Jum, karena mendengar suara tangisan dan teriakan dari dalam kamar.

"Pak Ustad, apa yang ...,"

"Mbak! Mbak Rina!" Desi yang saat itu memapah tubuh renta ibunya menunjuk ke arah kasur, yang seketika membuat pandangan Nenek mengarah ke tempat yang sama.

Mata Nenek membola. Wajahnya pias melihat anak perempuannya kini tergeletak tak bernyawa. Darah yang keluar dari setiap lubang di mukanya.

"Kita harus segera lapor polisi, meski ini sepertinya bukan kasus pembunuhan biasa," seru Ustad Latief yang diangguki dua temannya, Arfa dan Naufal.

Ustad Arfa dengan sigap menelpon polisi. Sedang semua orang yang berada di tempat dipaksa menyingkir dari tempat kejadian.

"Ghandy, jangan sentuh ibumu, takut ada sidik jari yang tertempel di sana, ayo, kita tunggu di luar," Ustad Latief menyentuh bahu Ghandy yang hendak mendekati mamanya.

Ghandy terisak, ia akhirnya menuruti perintah Pak Ustad dan berbalik menuju Nenek dan keluarganya yang lain.

Mereka semua menangis sesenggukan. Kematian Rina benar-benar menjadi pukulan keras yang membuat dunia mereka runtuh.

Mereka beringsut dari kamar Bi Jum dan duduk di ruang tamu. Tenggelam pada pikiran masing-masing.

"Sementara menunggu kedatangan Polisi, mari kita bantu Mas Sada, saya takut jika kita kelamaan, Mas Sada tak akan pernah kembali," usul Ustad Latief.

Kedua temannya setuju dan mencari tempat yang lebih luas. Mereka membuat lingkaran dan saling berpegangan tangan. Mata tertutup dan merapal doa.

***

Brughhttt!

Tubuh Sada terpental saat pusaran itu tertutup, sedang tubuh Ajeng terbaring di sebuah kasur berukir kepala naga berwarna emas.

Sada hendak bangkit dan berlari menuju Ajeng yang nampak tertidur.

"Sada! Mas Sada!" panggil suara tanpa wujud. Sada memperhatikan dengan seksama, suara tak berasal dari tubuh Ajeng yang terbaring di kasur.

Slapssss!

"Akhhh! lepas!" 

Entah dari mana datangnya, akar pohon yang besar dan kuat melilit tubuh kekarnya hingga Sada sulit bernapas dan sesak.

"Ha-ha-ha! tidak semudah itu, Sada. Kau tentu tak bisa semudah itu mendapatkan kekasihmu!"

Tiba-tiba dinding bergerak, dan bergetar, seperti sebuah pintu yang terbuka lebar dan menampilkan sosok ayu tapi bermata tajam.

Rumah Nenek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang