• 1

5K 412 11
                                    

Pria bersurai putih itu duduk di kursi kebesarannya, ditambah dengan sebatang rokok yang sedang ia hisap lalu menghembuskan asapnya supaya memenuhi ruangan.

"Orang yang mengkhianati Bonten, hanyalah sampah." cetus lelaki itu, Sano Manjiro.

"Ayo pilih bagaimana caraku mengantarkanmu pada ajal ... menembakmu? Atau .... " pria bersurai merah muda—Sanzu Haruchiyo itu membuka suara, sambil menarik katana itu dari tempatnya.

"Jangan dulu, biarkan aku mewawancarainya sebentar." ucap Manjiro sambil tersenyum smirk.

Melihat aura Manjiro yang terasa pekat dan menyeramkan itu membuat lelaki yang kaki dan tangannya terikat itu ketakutan. Benaknya meronta berteriak dipenuhi penyesalan karena telah mengkhianati rajanya hanya karena tawaran yang menguntungkan dari musuhnya.

"Sekarang, katakan." nada bicara Manjiro terdengar penuh penekanan, "siapa yang memberikan perintah untuk mencuri informasi dari Bonten?" tanyanya dengan nada mengintimidasi.

Hening.

Lelaki yang berstatus anggota Bonten— pengkhianat ini membisu, tak membiarkan Manjiro mengetahui orang yang menyuruhnya membocorkan informasi.

"Kau membuat kita rugi besar karena gagalnya distribusi narkoba itu, jawablah untuk memperingan cara kematianmu." cetus Kokonoi Hajime dengan kalkulator ditangannya.

"Walaupun kerugiannya hanya 12% tetap saja rugi." sambungnya.

"Biarkan dia menggantinya dengan nyawanya, Koko." Kakucho Hitto dengan santainya mengatakan itu.

"Ya!" sahut Haitani Ran, "Organ tubuhnya bisa dijual ke pasar gelap."

"Sanzu, pastikan kau menebasnya dengan benar ... jika organnya rusak mungkin tidak bisa dijual." saran Haitani Rindou.

"Jika kau tak mau menjawab, siap-siap saja jantung dan paru-parumu aku bekukan dan kujadikan umpan ikan." ancam Mochizuki Kanji.

"Biarkan dia menjawabnya dulu ... jangan membuatnya tegang." ucap Akashi Takeomi. "Aku harap kau mengatakan sesuatu yang menguntungkan, pengkhianat."

Manjiro kini bangkit dari kursinya lalu maju mendekati lelaki yang bergetar ketakutan itu, ia berjongkok dihadapannya sambil tersenyum simpul, hal ini sangat menakutkan.

"Jawablah pertanyaanku." ucap Manjiro.

"Kau tahu, aku tak mempunyai belas kasih untuk orang sepertimu." sambungnya.

"A--aku sudah ber--sumpah untuk ti--tidak membocorkan iden--titasnya padamu!" jawabnya dengan nada terbata-bata, ia sangat ketakutan.

"Maka aku juga bersumpah, tidak akan membiarkanmu mati begitu saja." balas Manjiro tak mau kalah.

Ia memberi kode pada Sanzu, Ran, dan Rindou untuk membawa lelaki ini untuk di eksekusi.

"Kuliti dia, lalu jadikan sebagai alas kursi." perintahnya. "Sisanya, terserah."

"Kuliti? Merepotkan ...." keluh Sanzu, "tapi tak masalah, anggap saja salam perpisahanmu."

"Mati tanpa rasa sakit, hanyalah sebuah anugerah." cetus Manjiro sambil meninggalkan ruangan itu diikuti oleh Takeomi.

.
.
.
.
.

"Selamat datang, aku senang kau bersedia kesini untuk memenuhi undanganku, tuan Sano Manjiro." ucap seorang pria paruh baya bernama Yuto Kazaya. Salah satu pemimpin organisasi kriminal terbesar kedua setelah Bonten.

Manjiro Sano, pria itu jarang sekali bertemu dengan rekan kriminalnya ini. Jika ada kerja sama, biasanya Takeomi yang mewakilinya.

Namun kali ini, Yuto mengundang Manjiro ke rumahnya dan ajaibnya lelaki itu mau datang secara langsung.

"Senang bertemu dengamu juga, tuan Kazaya." balas Manjiro.

Itu hanyalah kata-kata, karena sejatinya seorang Manjiro Sano tak pernah menemukan kebahagiaannya lagi sejak lama.

Alasan Manjiro mau menemui seseorang yang disebut sebagai rekan bisnisnya ini—Yuto hanyalah satu, saat itu Manjiro pernah tertangkap oleh polisi, namun akhirnya Yuto membantunya untuk bebas sekaligus menghapus status buronan itu setelah bebas di kepolisian, entah bagaimana caranya.

Ia cukup berjasa bagi seorang Sano Manjiro.

"Benar, aku sangat bahagia karena bukan Akashi yang datang kesini ... sudah cukup lama aku tidak bertemu denganmu." ucap Yuto, berniat menghangatkan suasana.

"Aku takkan melewatkan undangan seseorang yang berjasa bagiku." balas Manjiro.

"Namun, semenjak kau mengundangku kesini ... kau membuatku menduga-duga." ucap lelaki itu, "Kau ... membutuhkan bantuanku?"

Tuan Kazaya, pria itu terkekeh renyah setelah mendengar penuturan dari Manjiro. Manusia paruh baya itu mengagumi pemikirannya karena memang itu benar.

"Ternyata ... dugaanmu benar." celetuk Yuto.

Manjiro hanya berdeham pelan, sudah pasti dugaannya benar.

"Akan kulakukan apapun untuk membalas jasamu, setelah ini ... kuanggap diantara kita lunas, aku tak suka berhutang budi." jelas Manjiro.

"Apapun?" tanya Yuto.

"Ya, apapun." jawab Manjiro.

"Kalau begitu ... aku hanya meminta 2 hal saja, setelah ini kuanggap semuanya lunas."

Manjiro hanya mengangguk, dipikirannya, lelaki tua ini hanya akan meminta untuk mengeksekusi lawan bisnisnya ataupun menculik salah satu orang penting di pemerintahan, tidak lebih dari itu.

"Pertama, aku memintamu untuk membunuh salah satu anggota parlemen malam ini, aku akan memberitahu identitasnya padamu malam ini." ucapnya.

"Mudah, yang kedua?" tanya Manjiro.

"Yang kedua ...." ucapan Yuto terjeda.

Sedangkan Manjiro kini hanya menunggu penuturan pria dihadapannya dengan rasa penasaran yang tak ia tunjukkan. Ia mengambil segelas wine yang disediakan lalu menyesapnya sedikit demi sedikit.

"Nikahilah anak gadisku--"

Byur!

Manjiro tak sengaja menyemburkan wine yang ia minum tepat kehadapan Yuto, ia cukup kaget dengan permintaan yang pria tua itu ajukan.

"Bagaimana bisa kau meminta itu padaku?!" tanya Manjiro tanpa rasa bersalah karena wine yang ia semburkan mengenai pakaian yang Yuto kenakan.

"Bukankah kau berkata akan melakukan apapun? Aku bersumpah aku takkan menganggap ada balas budi antara kau dan aku lagi setelah ini, aku takkan memanfaatkan hubungan kita nantinya setelah kau menyandang status sebagai menantuku, anggap saja kita sebagai rekan bisnis semata." jelas Yuto.

"Karena putriku tak menyandang marga keluarganya, aku hanya ingin kau menjaganya sampai tua setelah ini." sambungnya

"Aku bisa menjaganya tanpa ikatan menikah." cetus Manjiro.

"Putriku, [name] tak pernah ingin merepotkan orang lain, dengan menikah, mau tak mau dia harus selalu ikut denganmu, dan kau harus selalu menjaganya." jelas Yuto.

"Biarkan aku memikirkannya." ucap Manjiro sambil bangkit dari kursinya dan meninggalkan tempat itu tanpa pamit.

-

𝐌𝐚𝐫𝐫𝐲 𝐌𝐞 : 𝓢𝓪𝓷𝓸 𝓜𝓪𝓷𝓳𝓲𝓻𝓸 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang