Meet

351 65 1
                                    

*Tok tok tok.

"Masuk." Ucap Mina dari dalam.

Jeongyeon pun melangkah masuk ke dalam kamar Jeongyeon didampingi oleh Greg.

"Bagaimana latihannya?" Tanya Mina.

"Dia berhasil melumpuhkan Sensei Yonsei dan mematahkan tulang 3 orang penjaga kami. Saya akan mengurus mereka dulu." Jawab Greg.

"Baiklah." Angguk Mina.

Greg pun keluar meninggalkan keduanya.

"Duduklah." Mina menepuk nepuk kasur di sampingnya.

Jeongyeon menurut dan duduk disana bersama Mina.

"Sakitkah?" Tanya Mina sambil memperhatikan luka Jeongyeon satu persatu."

"Ne." Angguk Jeongyeon.

"Inilah yang terjadi jika kau tidak patuh dan menjadi lemah." Ucap Mina sambil berdiri dan berjalan ke laci di ujung ruangan.

Ia mengambil kotak P3K dan kembali duduk di samping Jeongyeon.

"Sudah kubilang kau harus melakukan semhanya dengan baik untuk menbuat aku senangkan?" Tanya Mina sambil mengobati luka Jeongyeon.

"Ne, maafkan saya, Nyonya." Sesal Jeongyeon.

"Misi mu selanjutnya adalah esok hari. Jadi aku mau kau bekerja dengan baik dan jangan mengecewakanku lagi. Ini adalah orang kedua dari 8 orang yang menjadi dalang dari pembunuhan orang tua kita. Kau harus melakukannya dengan baik karena ini takkan semudah yang pertama." Ucap Mina.

"Baik, Nyonya." Angguk Jeongyeon.

"Tidurlah disini malam ini. Aku ingin kau memelukku saat aku tidur dan bangun di pelukanmu." Ucap Mina sambil mengelus pipi Jeongyeon.

"Baik, Nyonya." Angguk Jeongyeon.

"Cium aku." Perintah Mina.

*Cup.

Jeongyeon pun mencium bibir Mina dan melumatnya perlahan.




.
.
.




*Dor!

"Target sudah dibereskan." Lapor Jeongyeon setelah menembak kepala pria tua di depannya.

"Pergerakanmu diketahui! Pasukan bersenjata segera datang ke ruangan itu. Tidak ada waktu untuk ini! Larilah segera!" Perintah dari in ear Jeongyeon.

"Nyonya bilang aku harus membereskan semuanya." Jeongyeon tetap berdiri di ambang pintu sambil mempersiapkan dirinya.

*Brak!

Saat pintu di dobrak, Jeongyeonsegera menghajar semua orang yang masuk ke ruangan itu. Dengan dibekali handgun dan tangan kosong, Jeongyeon berhasil menangani tiap tiap dari mereka.

"Project 100, Menghindar!!" Saat Jeongyeon menoleh, seseorang dari pintu menembakan rocket launcher sehingga Jeongyeon terpental keluar jendela karena ledakan.

*DUAR!!!

Jeongyeon yang berada di lantai 35 sebuah gedung langsung terpental keluar jendela.

*Buak!!

"Ugh!!" Kesadaran Jeongyeon hampir hilang begitu tubuhnya menghantam tanah.

Dapat ia lihat bahwa baju dan helm yang ia pakai sudah banyak mengalami kerusakan.

"Argghhh!!" Dengan sekuat tenaga Jeongyeon bangun dan segera berlari karena ia sudah mulai dikerumuni orang.

"Perlindungan baju tersisa 10%, GPS dan alat Komunikasi rusak berat. Kondisi tubuh sangat lemah, disarankan untuk beristirahat." Terdengar suara di helmnya.

"Khh.." Jeongyeon yang sudah begitu lemah pun berjalan memasuki sebuah gang kecil dan pingsan disitu.



.
.
.





"Nyonya, kami kehilangan dia." Lapor Greg.

"BAGAIMANA ITU MUSTAHIL!! CEPAT CARI DIA!!" Teriak Mina.

"Sistem GPS dan alat komunikasi pada helm dan bajunya rusak, Nyonya. Project 100 ditembak dengan rocket launcher dan jatuh dari lantai 35. Menurut kami dia sudah tak dapat bertahan." Jelas Greg.

*Greb.

Mina menarik kerah pria paruh baya itu.

"CEPAT TEMUKAN KEBERADAANNYA NTAH DIA HIDUP ATAU MATI!! ATAU AKU TAKKAN PERNAH MEMBIARKANMU MENGUNAKAN UANGKU UNTUK PENEMUAN PENEMUANMU ITU!" Ancam Mina.

"Kalian dengar itu?!! Lekas cari dan temukan dia!!" Perintah Greg.

Mina pun mendudukan kursinya dengan wajah begitu stress dan frustasi. Pikirannya terus menerus tertuju pada Jeongyeon.

"Sial!!" Kesal Mina.





.
.
.






"Ughh.." Jeongyeon terbangun karna merasakan sesuatu yang lembut dan basah di wajahnya.

*Greb.

"Akh!" Kaget orang itu karena Jeongyeon tiba tiba menahan tangannya dan membuka kedua matanya.

"Hei hei.. Tenanglah.. Aku hanya membasuh wajahmu, kembali rebahkan tubuhmu, kau pasti sangat kesakitan." Orang itu mengelus pundak Jeongyeon sehingga wanita itu menjadi lebih tenang dan menurut.

"Paman, dia sudah bangun." Panggil orang itu.

"Tenang saja, kau akan baik baik saja." Orang itu tersenyum lembut sambil kembali mengelap wajah Jeongyeon dengan handuk basah.

*Klek.

Seorang pria paruh baya memasuki tempat itu dan menghampiri keduanya sambil membawa obat obatan.

"Syukurlah kau sudah sadar." Pria paruh baya itu mendudukan dirinya di dekat situ.

"Jangan khawatir, Jeongyeon.. Kau akan baik baik saja disini." Ucap pria paruh baya itu sambil tersenyum lembut.

"Kau mengenalku?" Tanya Jeongyeon.

"Tentu, seharusnya kau juga mengingatku. Tapi Mina pasti sudah mengacak acak isi otakmu." Sang pria paruh baya mendekatkan dirinya untuk mulai mengobati Jeongyeon.

"Aku Bae Gayoung, seorang profesor yang membantumu sembuh dari kelumpuhanmu." Ceritanya sambil mengobati lengan Jeongyeon sementara sang keponakan membersihkan bagian leher.

"Kelumpuhan?" Bingung Jeongyeon.

"Ini adalah ponakanku, Bae Joohyun. Dia menemukanmu di gang kecil yang tak jauh dari sini saat hendak mengantarkan makanan padaku. Dia bilang kau pernah mengelamatkan nyawanya, jadi dia memohon padaku untuk membantumu." Ucap Gooyoung.

"Irene, panggil saja aku Irene. Kau menyelamatkanku saat kerusuhan teroris di jalan raya Seoul waktu itu. Terima kasih." Ucap Irene sambil tersenyum manis.

"Lepaskan aku, apa yang kau lakukan pak tua??" Tanya Jeongyeon.

"Tanganmu patah." Jawab Gooyoung.

"Hitunglah 1 sampai 3." Lanjutnya.

"Kenapa aku harus menurutimu?!" Tanya Jeongyeon.

"Hitung saja." Paksa Gooyoung namun Jeongyeon tak menurut.

"Baiklah, biar aku yang menghitung." Angguk Gooyoung.

"1.. 2.. 3.."

*Klak!

"Akh!!!" Kaget Jeongyeon saat tangannya ditarik.

"Apa yang kau lakukan?!" Marah Jeongyeon.

"Gerakan tanganmu sekarang." Jeongyeon pun mencoba menggerakan tangan kirinya dan ia dapat kembali menggerakannya.

"See? Aku sudah membetulkan tanganmu." Ucap Gooyoung sambil memberi perban coklat pada tangan Jeongyeon.

"Bilanglah 'Terima kasih' jika seseorang menolongmu." Ucap Irene.

"T-terima kasih." Ucap Jeongyeon sambil mencoba menggerakan tangannya.

"Sama sama." Gooyoung tersenyum.

"Pergilah basuh tubuhmu, Irene akan membantumu. Setelah itu ayo makan bersama." Ajak Gooyoung.

MarionetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang