"Kau sadar di dalam tubuhmu masih mengalir deras serum itu bukan?" Tanya Mina.
"Seberapa banyak pun serum yang kau berikan, kesadaran pikiran dan hatiku akan mengalahkan perbudakan itu. Kau mau apa? Memanggil para bodyguardmu yang banyak itu? Kau sadarkan aku bisa menghabisi mereka dengan mudah jika aku mau?" Tanya Jeongyeon.
"Atau kau mau kembali mencuci otakku lagi? Menghilangkan semua yang aku ingat? Kau bawa aku ke lab itu lagi, akan aku hancurkan mesin itu hingga berkeping keping." Lanjut Jeongyeon yang membuat Mina kesal.
"Apa maumu?" Tanya Mina.
"Pergi meninggalkanmu." Jawab Jeongyeon.
"Tidak!!!" Tolak Mina.
"See? Lihatlah betapa terobsesinya dirimu." Ucap Jeongyeon.
"Aku takkan membiarkanmu pergi dari kehidupanku. Aku hanya menginginkan dirimu. Hanya dirimulah alasan aku hidup, aku tak punya siapapun lagi selain dirimu." Mina mendekatkan dirinya kepada Mina.
"Kalau begitu ubah sikapmu." Ucap Jeongyeon sambil bangkit berdiri.
*Greb.
Mina memeluk Jeongyeon dari belakang.
"Aku mohon Jeongyeon jangan pergi lagi. Kumohon aku hanya ingin bersamamu.. Temani aku disini.. Aku kehilangan arah, Jeongyeon.. Aku membutuhkanmu.." Mohon Mina sambil menangis nangis.
Jeongyeon melepaskan pelukan Mina dan kembali berjalan pergi.
"Kak Jeongyeon!!!!" Panggil Mina yang membuat Jeongyeon berhenti.
Seketika segala ingatan masa kecilnya bersama Mina dapat kembali ia ingat. Hal itu membuatnya terbelalak. Ia menyadari bahwa Mina sesungguhnya membutuhkan dirinya. Ia seperti anak kecil yang kehilangan arah.
"Kak Jeongyeon, kumohon jangam tinggalkan aku.." Pinta Mina sambil menangis.
Jeongyeon pun berbalik dan merentangkan kedua tangannya. Melihat itupun mata Mina berbinar dengan air mata yang semakin turun dengan deras. Wanita itu berlari dan langsubg memeluk erat tubuh Jeongyeon.
"Maafkan aku, kak Jeongyeon.. Maafkan aku.. Kumohon jangan tinggalkan aku.. Aku membutuhkan kakak.." Mohon Mina.
Semenjak saat itupun Jeongyeon memutuskan untuk kembali menjadi sosok kakak bagi Mina. Ia menyingkirkan Greg dan ilmuan lainnya dari kehidupan Mina. Meminta bantuan Gooyoung untuk kembali membina Mina agar dapat hidup sebagaimana yang orang tuanya ingini. Jeongyeon yang tak ingin Mina terobsesi dengannya membuat perjanjian bahwa keduanya harus hidup terpisah. Dengan begitu Mina dapat mengatur dirinya dan fokus mengurus perusahaannya. Sementara Jeongyeon juga dapat menjalani kehidupannya.
.
.
.4 bulan kemudian...
"Pagi, Sayang." Ibu Irene terburu buru pergi kerja seperti biasanya.
"Makan dulu sarapannya." Irene mengingatkan.
"Mama akan makab di tempat kerja, Sayang." Ucap sang mama sambil membungkus sarapannya.
*Cup.
"Sampai jumpa nanti siang." Pamit sang mama sambil mencium pipi putri tercinta.
*Ting nong..
*Klek.
"Hey, Jeongyeon.." Sapa ibu Irene.
"Selamat pagi Nyonya Bae.." Sapa Jeongyeon.
"Irene, Jeongyeon sudah datang." Ucap sang ibu sambil bergegas keluar.
"Selamat pagi, chef." Goda Jeongyeon sambil melihat Irene yang sedang memasak pancake.
"Sudah sarapan?" Tanya Irene.
"Tentu belum." Jawab Jeongyeon sambil tersenyum.
"Kalau begitu ayo makan bersamaku." Ajak Irene.
Keduanya pun makan bersama di meja makan sambil mengobrol santai.
"Bagaimana bekerja di restoran tradisional Italia itu?" Tanya Irene.
"Cukup bagus, pemiliknya menyukaiku karena aku bisa membuat adonan roti dan pasta lebih cepat dari mixer otomatis." Jawab Jeongyeon.
"Apakah kau sudah pandai memasak?" Tanya Irene.
"Madre sudah mengajariku banyak hal. Hanya saja aku masih kesulitan untuk memasak seenak miliknya." Jawab Jeongyeon.
"Lalu bagaimana dengan 'adik' mu itu?" Tanya Irene.
"Mina? Aku yakin dia bisa menjalani semuanya dengan baik. Semakin lama ia akan terbiasa hidup tanpaku." Jawab Jeongyeon.
"Aku harap juga begitu. Semenjak dia terlihat begitu terobsesi padamu selama bertahun tahun, pasti membutuhkan waktu untuknya bisa menyesuaikan." Irene mengangguk angguk.
"Bagaimana hubunganmu dengan si staff itu?" Tanya Jeongyeon.
"Seulgi? Ntahlah, setelah date waktu itu aku masih merasa kalau kita tidak cocok." Jawab Irene.
"Lalu apakah ada seseorang yang lain di pikiranmu?" Tanya Jeongyeon.
"Ada." Angguk Irene.
"Siapa?" Tanya Jeongyeon.
"Kamu." Jawabnya.
Jeongyeon pun terkekeh sambil menggeleng geleng.
"Wanna make it try?" Tanya Irene.
"Apa? Date?" Tanya Jeongyeon yang diangguki Irene.
Jeongyeon terlihat sedikit berpikir dang akhirnya menganggukinya.
"Itu bukan ide yang buruk." Jawabnya.
"Ok, bagaimana kalau besok sore?" Tanya Irene.
"Kemana?" Tanya Jeongyeon.
"Ntahlah, ada ide?" Tanya Irene.
"Aku punya ide tapi bagaimana kalau malam ini?" Tanya Jeongyeon.
"Malam ini?" Bingung Irene.
"Yeah, hari ini kami tutup lebih cepat karena madre ada acara. Aku akan meminta izin padanya untuk menggunakan dapur. Bagaimana kalau membuat pasta lalu makan malam bersama? Setelah itu kita bisa berkeliling kota sambil menikmati malam." Tawar Jeongyeon.
"Apakah kau juga menyukaiku? Kau tampak seperti sudah menyiapkan date itu." Tanya Irene yang membuat Jeongyeon tertawa.
"Maybe." Jeongyeon terkekeh.
"Ok.. Tapi perjanjiannya adalah, jika kita di tengah jalan merasa tidak cocok dan memutuskan untuk tidak bersama, kita harus tetap dekat seperti ini, ok?" Tanya Irene.
"Setuju." Angguk Jeongyeon.
"Kalau begitu mari bersiap pergi kerja sebelum kita terlambat." Ajak Irene yang diangguki Jeongyeon.
Pagi itu keduanya berangkat bersama ke tempat kerja masing masing.
