Sekolah

151 36 4
                                    

•Aksara Langit•

•Sorry For Typo •

•Warning•

•Mention of Bullying•

Cahaya putih dengan sinar lembut yang hangat memasuki gorden sebuah kamar seorang pemuda yang kini terduduk di pinggir kamar nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya putih dengan sinar lembut yang hangat memasuki gorden sebuah kamar seorang pemuda yang kini terduduk di pinggir kamar nya.

Matanya yang masih sayu dan beberapa helaian rambutnya yang menjuntai ke bawah menambah kesan pagi hari pada pemuda tinggi itu.

Kaki nya yang jenjang ia bawa untuk ke kamar mandi, membersihkan badannya serta mengganti pakaiannya dengan seragam sekolah nya.

"Langit kau sudah bangun dek?."

Terdengar suara ketukan dari balik pintu kamar nya, dengan segera ia keluar dari kamar mandi nya dan membuka pintu kamar nya yang sebelumnya ia kunci dari dalam.

Pemuda yang di panggil Langit itu pun mengangguk, mengambil tas punggung nya dan mengikuti sang kakak untuk turun ke bawah.

"Sudah kak."

Langit Aditya Ganendra, anak kedua dari pasangan Aradhana Endaru Guinandra dan Aruna Ina Meena. Pemuda dengan tinggi 183 cm itu memiliki garis wajah yang paling sempurna dari ke dua saudara nya.

Langit, begitu orang-orang memanggil nya, senyumnya yang selalu cerah bak langit di pagi hari. Tutur kata dan perilaku yang lemah lembut membuat nama yang di sematkan pada nya membuat kesan indah di sana.

Namun tidak ada sesiapa pun yang tau bahwa Langit tidak secerah yang orang lihat.

Kadang kala Langit bisa mendung dan hujan, begitupula dengan Langit, tak selalu ia tersenyum tidak selalu pula tutur katanya baik.

"Ayah dengar hari ini kau ada ujian harian Langit." Dhana membuka suara di sela-sela kegiatannya memakan sarapan pagi nya.

Langit meletakkan garpu dan sendok nya, ia mengangguk kaku dengan kepala yang menunduk.

Adik nya yang duduk di depannya tersenyum remeh, ia mengikuti apa yang dilakukan Langit sebelum nya, meletakkan garpu dan sendok nya.

Alis nya terangkat sebelah, "Harusnya kau angkat kepala mu itu Langit, ayah ingin melihat wajah mu." ketus nya.

Sang anak pertama pun ikut bertindak kali ini, "Genta, Langit masih kakak mu, tidak sopan berbicara seperti itu."

Pemuda yang di panggil Genta itu memutar bola matanya tak acuh. Kini Aradhana memfokuskan perhatian nya pada Langit yang masih tertunduk.

Aksara Langit [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang