[M]
Kerajaan Utara terlihat lebih menawan saat malam hari, bintang bertaburan bak garam yang ditebar di setiap hamparan langit.
Jangan lupakan bulan yang terang dengan sayunya menyinari setiap malam di Kerajaan Utara yang dingin.
"Kamar ini menjadi sedikit lebih terang, bukankah begitu, Miera?" Tanya seorang lelaki dengan suara beratnya yang berhasil memenuhi indra pendengaran gadis di pangkuannya. Sinar bulan yang masuk melalui jendela membuat kegelapan di ruangan itu sedikit memudar, akan tetapi gadis itu masih belum bisa melihat dengan cukup jelas.
Lelaki yang merengkuhnya mulai mengecupi ceruk leher Miera dengan penuh rasa ketidaksabaran.
"Ahh.." lenguhan kecil terdengar dari gadis yang dipanggil Miera, wajahnya sontak memerah karena malu.
Ia memejamkan kedua matanya, dan mencengkeram kemeja putih yang dikenakan lelaki di depannya itu.
"A-rthur..." gadis itu kembali mengeluarkan suara.
Lelaki itu mendongak, "Aku mendengarkanmu, sayangku." Ujar Arthur dengan memberikan dekapan yang semakin erat. Ia kembali menghujani pipi merah Miera dengan kecupannya seakan tidak ada hari esok.
"Tolong berhenti.." Miera tahu bahwa ia tidak akan lepas dari genggaman lelaki itu, tapi setidaknya ia sudah mencoba.
Arthur tergelak, merasa gemas dengan tingkah gadisnya itu.
"Kau mengenalku dengan sangat baik, Miera sayangku." Arthur beralih mencium bibir merah gadis itu dengan dalam dan menuntut. Hatinya penuh hanya oleh gadis itu, dan perasaan itu meluap malam ini juga.
Miera tidak menolaknya, bohong jika gadis itu bersikukuh tidak menyukai Arthur.
Keduanya dipertemukan sejak kecil, kerajaan berharap keduanya menjadi pasangan malaikat, namun siapa sangka salah satunya akan menjelma menjadi iblis?
"Apa boleh aku merobek gaunmu, Miera?" Tanya Arthur dengan suara beratnya. Tangan besar lelaki itu mulai membelai pipi Miera, memberikan kenyamanan penuh pada gadis itu disamping memberikan pertanyaan yang membuat alis cantik itu mengerut.
"Tentu tidak, Arthur." Jawab Miera singkat.
Arthur menatap gaun tidur yang Miera kenakan dengan lekat, ia mulai menganggukkan kepalanya.
"Kau benar, gaun ini terlalu cocok untukmu, tidak etis jika sampai rusak." Ujarnya melantur.
Miera terkekeh mendengarnya, "Kau sangat aneh malam ini, Arthur. Apa karena itu?" Ia melirik dua botol minuman yang tergeletak bebas di meja kecil berwarna putih.
Gadis itu mengelus pipi Arthur dengan lembut, membuat lelaki itu menangkup tangan kecilnya, meminta lebih.
"Kau yang membuatku gila, Miera." Ujar Arthur parau. Ia merasa akal sehatnya dapat hilang kapan saja. Ia sangat ingin membuat gadis di depannya terbaring kacau di bawah kungkungannya.
Arthur kembali mencium gadis itu, berharap perasaannya dapat terbalaskan, setidaknya untuk malam ini.
Miera tersenyum untuk sesaat, ia pun membalas ciuman Arthur dengan perlahan. Ia tidak bisa selamanya menolak perasaan itu.
Mata birunya memicing tajam disela-sela ciuman menuntut itu, memperhatikan sesuatu yang harus segera ia urus.
Kaki kanannya yang terikat rantai di kamar Arthur.
🌙
Gimana cerita prolognya?
Share perasaan kalian pas baca ini di kolom komentar, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Sword [On Going]
Teen Fiction"Apa aku boleh merobek gaunmu, Miera?" Gadis yang dipanggil Miera itu menghela nafas lelah, "Tidak, Arthur..." Miera, gadis berambut pirang itu menatap nanar lelaki di depannya. Akibat dari keputusan yang ia ambil dulu ternyata baru terasa bertahun...