"Aku sama sekali tidak mengizinkanmu pulang, Miera. Kau akan tetap disini, bersamaku." Ia berucap tegas dengan tatapan tajam yang kembali membuat Miera merasa cemas, apakah Arthur berniat membuatnya tinggal di tempat ini?
"Tidak mengizinkan?" Tanya Miera dengan sorot yang mulai menajam, gadis kecil itu tidak terima.
"Sama sekali tidak, sekarang kembalilah tidur." Timpas Arthur, ia kembali terlihat marah.
"Kenapa aku harus meminta izin untuk pulang? Sejak awal bukan seperti ini rencana kita, Arthur. Aku hanya akan menemanimu saat belajar dan bermain, Arthur sudah setuju untuk membiarkanku pulang sebelumnya." Ujar gadis kecil itu dengan sedikit terengah-engah. Rasa takutnya mungkin menghilang begitu saja, padahal sebelumnya gadis itu benar-benar berwaspada dengan perubahan emosi Arthur.
"Aku akan pulang sekarang juga!" Gadis itu beranjak dari duduknya, berjalan melewati tubuh Arthur sebelum akhirnya ia tercekat kaget saat Arthur menarik tangannya dengan cukup kuat.
"Miera! Berhenti membantah!" Bentak Arthur untuk yang kedua kalinya.
Gadis itu menatap Arthur dengan ekspresi terkejut. Matanya sudah berkaca-kaca, ia menangis sesenggukan hanya beberapa saat setelahnya.
Arthur yang mulai menyadari keadaan itu mulai kalut, ia panik melihat gadis itu menangis untuk yang pertama kalinya, dan semuanya itu karena perlakuannya yang kasar.
"Miera.. A-aku minta maaf. Aku sungguh tidak bermaks--""-aku hanya ingin bertemu ayah dan ibu...apalagi tempat baru ini membuatku ku-rang nyaman, s-sekarang Arthur membentakku dan melukai lenganku." Miera terisak dan mulai menangis, ia membuat Arthur semakin merasa bersalah.
Lelaki itu dengan panik melepaskan cengkeraman tangannya dan segera mengelus lengan Miera yang terlihat sedikit memerah.
"Miera, aku benar-benar minta maaf..sungguh.." Arthur merutuki dirinya sendiri, ia seharusnya tidak memaksa Miera untuk berada terus menerus di sampingnya meskipun pikirannya yang lain memaksanya untuk menahan gadis itu bersamanya.
"Aku ingin pulang." Ujar Miera kemudian dengan suara yang cukup pelan.
Arthur menghela nafas kasar, "Baiklah. Aku akan mengantarmu pulang besok, kau bisa kembali ke kediaman Hyliese. Malam ini istirahatlah terlebih dahulu, jangan membantahku lagi."
"Sekarang kemarilah.." Lanjut lelaki itu, selanjutnya ia merentangkan tangannya.
Miera mengangguk mengerti, gadis itu kembali menghambur ke pelukan lelaki yang baru saja membuatnya menangis tadi. Nafasnya mulai kembali normal dan perasaannya perlahan menjadi lebih tenang setelah Arthur mendekapnya dan mengelus puncak kepalanya.
Arthur memberi sedikit jarak agar ia bisa memandang wajah Miera, lelaki itu mengusap bekas air mata di pipi kanan gadis itu. Kemudian ia perlahan mendekatkan wajahnya dan mengecup pipi Miera, membuat gadis itu memekik karena merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Sword [On Going]
Teen Fiction"Apa aku boleh merobek gaunmu, Miera?" Gadis yang dipanggil Miera itu menghela nafas lelah, "Tidak, Arthur..." Miera, gadis berambut pirang itu menatap nanar lelaki di depannya. Akibat dari keputusan yang ia ambil dulu ternyata baru terasa bertahun...