[3] Pretend

3.6K 382 5
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Miera terbangun dari tidurnya, gadis kecil itu mengerjap pelan setelah penglihatannya sedikit menangkap cahaya silau. Tak lama, matanya melebar kaget, Miera baru menyadari jika ia tidak berada di kamarnya saat ini. Tapi kemudian ia ingat akan kejadian sebelum ia terlelap. Ini adalah ruangan pribadi Arthur.

"Aku tidak sengaja tertidur. Sayang sekali, seharusnya aku sudah bersama ayah dan ibu dirumah saat ini." Gumamnya pelan, ia pun menghela nafas.

Gadis kecil yang masih terlihat cantik dengan mata yang sedikit sayu itu kini cemberut. Ia memandang jendela luar yang memperlihatkan langit malam yang cukup indah.

Ia sedikit melihat-lihat ruangan yang cukup luas itu, sambil mencari-cari keberadaan Arthur tentunya. Matanya memicing tertarik saat melihat meja kerja yang berisi tumpukan beberapa buku. Gadis itu awalnya hanya iseng membuka laci meja itu, tapi salah satu map kecil yang tergeletak di sana membuatnya penasaran.

"Apa ini? Bungkusnya cukup bagus." Ia tertawa kecil lalu membukanya diam-diam.

Miera mengerjap sedikit terkejut saat mengeluarkan salah satu dari banyaknya kertas-kertas yang ada di dalam map itu, gadis kecil itu kemudian mengerutkan alisnya. Kenapa lukisan kertas yang berisi potret Miera ada di sini?

Miera sama sekali tidak ingat jika ayah atau ibunya suka mengambil lukisan. Potret kecil itu berjumlah cukup banyak, di dalamnya terdapat wajah Miera saat melakukan berbagai hal. Beberapa lukisan kertas itu bahkan berisi gambar dirinya saat bermain dan berlatih tadi.

"Apa Arthur memang suka mengoleksi lukisan temannya?" Tanyanya pada diri sendiri.

Miera kemudian tersenyum lalu menyimpan kembali map itu dengan rapi ke tempatnya semula. "Arthur benar-benar baik. Aku bersyukur mempunyai teman yang baik seperti Arthur, sepertinya aku harus berterima kasih." Ia tersenyum senang setelah memikirkan hal-hal 'baik' yang sebenarnya melenceng dari kenyataan.

Gadis kecil itu kemudian berjalan melewati beberapa lorong, berusaha mencari 'teman baiknya' itu.

Hanya beberapa lama setelah ia melangkah keluar dari ruangan tersebut, suara teriak kesakitan seseorang membuatnya terkesiap pelan, gadis itu menahan nafasnya setelah melihat cipratan darah di depan jalan yang hendak ia lalui itu.

Arthur berada tepat di balik dinding lorong, ia berada di ruangan kerja para dewan. Miera menatap nanar pintu yang sedikit terbuka itu, ia merasa ragu untuk menyusul Arthur setelah mendengar pekik kesakitan berkali-kali dari orang yang berada bersama Arthur di dalam ruangan gelap itu, gadis itu tentunya merasa khawatir akan keadaan Arthur, bagaimana jika lelaki itu terluka didalam sana?

"Kau, iblis." Rintih lelaki itu terdengar kembali, disusul dengan suara tawa Arthur yang cukup pelan.

"Tidak akan pernah ada pengampunan yang terjadi jika aku tidak menyukainya." Ujar Arthur dengan tawa pelan yang terdengar jelas oleh Miera yang berada di balik pintu.

Gadis itu berusaha menormalkan nafasnya dengan perlahan, ia tidak bisa kabur dalam keadaan panik karena Arthur bisa mengetahuinya, ia baru menyadari jika Arthur bukanlah orang yang bisa menjadi korban. Otaknya memutar skenario yang bisa ia lakukan di situasi darurat seperti ini. Miera mengenyampingkan rasa takut dan rasa keterkejutannya, gadis itu menelan ludahnya kasar. Ia mulai melangkah perlahan, berusaha membuat suara langkah kaki yang terdengar semakin mendekat.

"D-darah?!" Pekiknya dengan nada se-kaget mungkin. Suara gadis itu membuat Arthur segera membuka pintu dengan panik.

Miera menutup mulutnya dengan kedua tangan setelah melihat pakaian Arthur yang dipenuhi bercak darah. Ia berusaha menyembunyikan raut ketakutannya sementara matanya sendiri sudah berkaca kaca sejak tadi.

"Miera! Apa yang kau lakukan di sini?" Bentak Arthur seketika. Ia langsung menghampiri Miera tanpa memperhatikan kondisi tubuhnya yang masih penuh bercak perbuatannya.

Miera mulai meneteskan air mata, entah karena memang merasa terkejut dan takut atau memang ia sengaja menangis di hadapan lelaki itu. Gadis itu langsung memeluk Arthur dengan erat, ia menenggelamkan wajahnya pada dada lelaki itu.

"Arthur...kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan sesenggukan.

Arthur terdiam beberapa saat, amarahnya mulai mereda setelah Miera memeluk dan menanyakan keadaannya, sebelumnya ia berpikir gadis itu akan marah dan berlari menjauhinya setelah melihat sosoknya yang penuh noda darah.

Arthur tertawa pelan sesaat, kemudian ia membalas pelukan gadis itu tidak kalah erat, "Kau mengkhawatirkanku, Miera?" Tanyanya tepat di telinga gadis itu, dengan suara yang berat dan penuh rasa senang, Miera bisa merasakannya, gadis itu menggigit bibir bawahnya perlahan kemudian mengangguk pelan dalam dekapan lelaki itu.

"Aku pikir Arthur akan terluka." Gumamnya pelan yang masih bisa terdengar jelas.

Tawa kecil yang samar kembali terdengar,
"Ah, begitukah? Aku sangat senang mendengarnya. Ayo, kita akan pergi dari sini segera." Arthur kembali berbicara dengan suaranya yang terdengar berat dan pengucapannya yang terkesan perlahan, membuat Miera sedikit curiga jika Arthur memang mengetahui keberadaannya dari awal.

Lelaki itu menggendong gadis di dekapannya dan langsung membawa tubuh mungil yang terbalut gaun tidur putih itu menjauh dari ruangan yang masih berisi seorang dewan kerajaan dengan tubuh tidak bernyawa.

Arthur memasuki kamar yang sebelumnya Miera tempati dengan tubuh gadis itu di gendongannya. Ia cepat-cepat mengelus puncak kepala gadis itu setelah membaringkannya di ranjang.

"Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu, kau juga harus mengganti gaunmu, Miera."

Lelaki itu mulai membuka lemari dan menyiapkan pakaiannya tanpa memanggil para pelayan. Miera hanya memperhatikan dari tempat ia duduk dengan beribu pertanyaan di kepalanya.

"Tunggu, aku bisa menyiapkan pakaianku sendiri, Arthur."

Lelaki itu menggeleng, "Tidak apa. Aku sudah memilih pakaian dan menyiapkannya untukmu."

Miera mengerjap pelan,
"Baiklah, terima kasih Arthur. Aku akan segera pulang setelah berganti pakaian." Ujarnya datar.

Perkataan Miera berhasil membuat lelaki itu membalikkan badannya, "Pulang?" Tanyanya yang diangguki gadis itu.

"Benar, aku akan kembali ke kediaman bersama dengan beberapa pengawal."

Arthur menghela nafas kasar lalu menghampiri gadis itu.

"Aku sama sekali tidak mengizinkanmu pulang, Miera. Kau akan tetap disini, bersamaku." Ia berucap tegas dengan tatapan tajam yang kembali membuat Miera merasa cemas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Your Sword [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang