Alasan ketiga, karena Biru itu bukan tipikal pacar yang posesif.
Untuk alasan yang satu ini, Arsya baru sadar ketika ia sibuk dan tak sempati mengabari Biru selama seharian itu.
Hari itu, Arsya sedang libur semester dan menyusul kedua orang tuanya ke kota seberang. Bahkan, Biru juga mengantarnya dan menginap di kediaman orang tuanya selama dua hari.
Arsya tak tahu bahwa beberapa hari setelahnya, kedua orang tuanya membuat acara kumpul keluarga di rumahnya yang mengharuskan Arsya membantu menyiapkan segala hal, meskipun ada asisten rumah tangga yang ikut bekerja. Salah satunya dengan membuatkan minuman dan makanan, sampai merapikan beberapa hal di ruangan yang akan digunakan.
Karena itu, Arsya tak sempat mengabari kekasihnya. Bahkan untuk sekadar menyentuhnya pun ia tak sempat.
Ketika hampir tengah malam, Arsya akhirnya telah berada di kamarnya dalam keadaan bersih. Ia langsung membersihkan dirinya tadi setelah semuanya selesai.
Arsya menyalakan ponselnya dan langsung membulatkan matanya. terdapat lima belas pesan belum dibaca dan lima panggilan tak terjawab dari Biru. Arsya baru sadar ia tak mengabari Biru hari itu.
Astaga, Arsya benar-benar merasa bersalah karena hal ini. Dengan segera Arsya menghubungi Biru yang kebetulan sedang online juga.
Begitu panggilannya tersambung, Arsya langsung membombardir Biru dengan kata maaf.
"Kak Biruu!!! Aku minta maaf banget, huhuhu. Disini ada acara keluarga dan rame banget. Sampe aku lupa buat ngabarin Kakak. Maafin aku, Kak."
Tak ada jawaban dari seberang sana. Mata Arsya memanas, mungkin Biru marah, pikirnya.
Tak tahan dengan keheningan yang mengisi sambungan mereka selama beberapa menit itu, akhirnya Arsya kembali membuka suara, menahan tangis pula, "Kak Biru marah ya?"
Lagi, tak ada jawaban.
"Kak Biru, maafin aku. Aku janji gak gitu lagi," rengek Arsya.
Terdengar helaan napas dari pihak Biru, "Aku gak marah, Darl. Aku kaget tadi. Sekarang aku boleh tanya?"
Arsya mengangguk ragu, "Boleh."
"Kamu udah makan?"
"Udah, bareng mama tadi," jawab Arsya. Ia diingatkan untuk mengisi perutnya oleh sang ibu, jika tidak mungkin ia belum makan sampai saat ini.
"Bagus, sekarang kamu istirahat ya. Aku temenin," ujar Biru. Sukses membuat Arsya diam kebingungan.
"Kak Biru gak marah?"
Kekehan kecil terdengar, keluar dari mulut yang lebih tua, "Ya nggak lah. Kamu pikir aku berhak ngatur jadwal harian kamu? Nggak, Sayang. Asal kamu tau waktu buat makan dan istirahat, aku gak apa-apa. Yang terpenting, kamu inget kebutuhan kamu sendiri."
Arsya masih ragu, "Bener?"
"Iyaaaa, Sayangku. Aku gak marah, kamu bebas mau ngapain aja, terserah kamu. Asal inget waktu, ya gak apa-apa."
"Beneran gak marah?" tanya Arsya sekali lagi, buat yang lebih tua gemas sendiri.
"Kalo kamu nanya kayak gitu sekali lagi, aku berubah pikiran loh, Darl," ujar Biru.
"IYA MAAF!!"
"Ya udah, sekarang kamu tidur ya. Aku temenin dari sini. Kamu udah di kasur kan?" Arsya mengangguk pelan, "Iya, aku di kasur. Tapi, aku belum mau tidur. Kangen Kakak."
Dan sisa hari itu, Arsya habiskan dengan berbincang mengenai harinya, sedangkan Biru mendengarkannnya dengan senang hati. Hingga akhirnya, Arsya jatuh terlelap lebih dulu.
TBC.