Suara sebuah kendaraan roda dua terdengar di jalan desa. Motor dengan barang bawaan yang cukup banyak itu melaju dengan kecepatan sedang. Sang pengendara memakai jaket berwarna merah lengkap dengan helm dan sarung tangan. Di jaketnya terdapat sebuah tanda nama bertuliskan Bima. Sambil melihat sekitar, ia terus menancap gas.
Sesampainya di pertigaan, Bima ambil jalan ke kanan menuju kawasan pemukiman warga. Setelah beberapa puluh meter berjalan sampailah ia di depan rumah megah berlantai dua. Cahaya lampu bersinar terang dari dalam rumah tersebut. Halamannya pun bersih, persis seperti rumah pada umumnya.
Bima menepi dan mengambil sebuah kotak berwarna hitam dari dalam kantung belakang motornya. Ia matikan mesin motor lalu berjalan mendekat ke gerbang rumah sambil melihat sekitar.
“Permisi paket!” teriaknya.
“Iya!” teriak seorang perempuan dari dalam. “Masuk aja, Mas. Gak dikunci!”
“Oke, Bu. Permisi ya.” Bima lalu membuka pintu gerbang rumah yang tidak dikunci. Kakinya lalu melangkah mendekat ke dalam.
“Masuk, Mas! Buka aja pintunya!”
“Saya masuk ke dalem nih, Bu?” tanya Bima.
“Iya gak apa-apa, masuk aja!”
Sesuai permintaan pelanggannya, ia pun membuka pintu. Sebelum masuk, Bima terlebih dulu melihat ke dalam. Tampak bagian dalam rumah yang tak kalah bagus dan mewah, lantainya bersih mengkilap. Foto dan lukisan-lukisan terpajang menghias dinding.
“Permisi, saya masuk ya.” Bima pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
“Malam, Mas!” sapa seseorang dari arah samping.
Saat Bima menoleh, terlihat sesosok pocong dengan wajah Bu Dita istri dari Joko. Dengan wajah pucat dan hidung yang disumbat kapas. Kain kafan yang sudah mulai lusuh membungkus tubuhnya dengan sebuah ikatan di bagian atasnya.
“Malam, Bu!” balas Bima yang balik menyapa tanpa ada rasa takut sedikit pun. “Ini Bu. Ada paket atas nama Riandi.”
“Oh, itu anak saya. Sebentar ya.” Pocong itu menoleh ke atas. “Rian!” teriaknya.
“Iya, Bu!” Tak lama berselang, muncul satu pocong lagi yang turun dari lantai dua dengan cara melayang. Sosok itu menyerupai wajah Rian anak Joko. Wajahnya pucat dan agak membiru, ditambah uratnya yang berwarna keunguan ikut terlihat dari balik kulitnya.
“Ada paket buat kamu.”
“Udah dibayar ya, Mas? Taruh aja di meja,” kata pocong Rian.
“Udah!” Bima menaruh kotak berbungkus hitam itu di meja dekat sofa.
“Mas, duduk dulu aja. Istirahat, kita lagi ada minuman. Mau minum?” kata pocong Bu Dita.
“Boleh, Bu. Kebetulan saya haus.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Nagih Janji (TAMAT)
УжасыPak Joko beserta anak istrinya di temukan tewas gantung diri. Sejak kematian mereka, seluruh warga desa mendapat teror mengerikan. Sosok Pocong menyerupai Pak Joko berkeliling desa setiap malam dan mengetuk pintu rumah warga. Membuat warga takut ke...