8 - Tawa di Belakang Pos

3.2K 244 4
                                    

Malam-malam semenjak rumor itu beredar, kini tak ada lagi warga yang berani keluar di atas jam sembilan malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam-malam semenjak rumor itu beredar, kini tak ada lagi warga yang berani keluar di atas jam sembilan malam. Bahkan jam selepas isya pun, hampir semua rumah sudah menutup pintu dan jendelanya. Toko dan warung juga serentak tutup. Anak-anak sudah masuk ke dalam rumah dan suasana mencekam pun tercipta di jalan-jalan.

Hal ini membuat cemas Anwar selaku kepala desa, malam itu ia mendatangi rumah Bejo karena ada keperluan tertentu. Ia melangkahkan kakinya di jalan tanah setapak menuju ke sebuah rumah sederhana yang temboknya sudah agak retak. Anwar mulai masuk ke halaman rumahnya yang diisi dengan sepeda motor usang dan kandang ayam.

“Assalamualaikum, Bejo!” panggilnya sambil mengetuk pintu.

Tak lama terdengar jawaban dari dalam. Suara langkah kaki seseorang juga terdengar dari dalam rumah mendekat ke arah pintu. Gagang pintu berkarat itu mengeluarkan bunyi saat seseorang memutarnya dari dalam. Kemudian pintu dibuka, Bejo pun bertemu dengan sang kepala desa.

“Pak Kades?” sapanya.

“Jo, kamu bukannya ronda malem ini?” tanya Anwar.

“Lah emang masih ada ronda, Pak?”

“Ya masihlah, emang siapa bilang gak ada ronda. Kegiatan ronda tetep jalan kaya biasa.”

Bejo menghela napas lalu memalingkan wajah. “Yah, Pak. Sekarang warga aja jam sembilan udah sepi. Udah gak ada yang berani keluar gara-gara pocong. Terus masa saya malah keluar, cari mati namanya, Pak!”

“Heh, justru saya takut kalo suasana sepi gini malah dimanfaatin buat orang-orang gak bener. Malinglah, begal, orang mesum. Makanya kita tetep butuh ronda,” ucap Anwar menjelaskan. “Udah sana siap-siap, kasian si Reza sendirian di pos.”

“Reza? Wah gila tuh anak, kerajinan!” ucap Bejo yang langsung berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Sial bagi mereka yang mendapat jatah ronda, alih-alih berlindung di rumah mereka yang nyaman demi menghindari teror pocong mereka malah keluar dan menghabiskan malam di pos ronda.

Bejo siap dengan jaket dan senternya, ia keluar sambil menutup pintu. Sang kepala desa tengah duduk menunggu di pelataran depan. Setelah siap, mereka berdua pun sama-sama berangkat menuju pos ronda.

Anwar dan Bejo berpisah di tikungan desa, sang kepala desa belok ke arah rumahnya. Sementara si pemuda kurus itu jalan lurus menuju ke pos ronda yang tampak bercahaya di tengah gelapnya jalan persawahan. Di sana tampak ada satu sandal.

Reza tengah asik berbaring di atas lantai pos ronda yang dingin sambil bermain ponselnya. Matanya fokus melihat layar, jari-jarinya mengusap-usap sosial media. Suara jangkrik dan kodok dari sawah menemani malamnya.

Hihihihi ....

Terdengar suara tawa misterius tepat dari belakang pos ronda. Reza yang mendengarnya pun terdiam, ia tegaskan lagi telinganya. Suara tawa itu semakin terdengar jelas. Bulu kuduknya pun berdiri, ia segera bangkit dan duduk sambil melihat sekitar.

Pocong Nagih Janji (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang