"Bajingan!" bentak Joko sambil membanting berkas-berkas di depannya.
Semua tim suksesnya yang terdiri dari sepuluh orang hanya bisa duduk termenung sambil menunduk, berkumpul di rumah mewah dua lantai milik sang majikan. Tak ada yang berani bicara. Istri Joko juga duduk di kamar bersama anak perempuannya yang masih berusia sembilan tahun. Sementara anak laki-lakinya Rian berada di kamarnya sendiri.
"Pasti ada yang salah, ini gak mungkin!" kata Joko.
"T-tapi, Pak. Hasilnya udah jelas, Anwar yang dapat suara paling banyak. Kita kalah, Pak."
Joko lalu mendekat dengan wajah marah dan menarik kerah pemuda yang menjawabnya itu. "Denger baik-baik! Kita udah usaha sekeras mungkin! Gak mungkin kita kalah! Pasti ada kecurangan di sini!"
Joko lalu melepasnya kembali, lalu menendang kursi yang ada di dekatnya. Semua takut tak berani bicara. "Gimana bisa aku yang udah kasih banyak uang, sembako ke warga. Tapi cuma dapet 30% suara?!"
"Warga lebih memilih Anwar yang jadi kepala desa, Pak!"
"Warga sialan! Udah aku kasih segalanya, tapi nyatanya apa? Mereka malah pilih kandidat lain! Bajingan, aku udah keluar banyak uang buat mereka!" Joko kehilangan kendali, ia benar-benar mengamuk.
Setelah satu minggu menanti, akhirnya pemilihan pun dimulai. Akan tetapi, hasil akhirnya tidak sesuai keinginan. Secara mengejutkan Joko kalah dari Anwar yang selama ini tidak mempromosikan apa-apa. Tentunya ia tak terima. Dirinya benar-benar kacau, hatinya hancur berkeping-keping. Warga yang selama ini tampak mendukungnya malah memilih kandidat lain.
Tak lama terdengar suara keramaian warga yang berjalan melewati jalan depan rumah Joko. Mendengar itu, Joko langsung naik pitam. Ia berjalan ke arah gudang yang ada di bagian belakang rumah. Tak lama pria itu keluar kembali sambil membawa sebuah golok tajam.
Sambil berjalan cepat ke depan, Joko memasang wajah marah. Golok yang ada di tangannya membuat anak buahnya ketakutan. "Pak, ngapain, Pak?" Salah satu anak buah menahannya.
"Diem! Minggir kamu!"
Karena diancam dengan golok, pemuda itu pun mundur dan tak berani menghalangi Joko yang sudah hampir gila itu. Pria paruh baya itu keluar rumah dan membuka gerbang, mendatangi beberapa warga yang lewat rumahnya.
"Heh! Anjing! Sini kalian!" teriaknya sambil mengacungkan goloknya.
Dengan wajah takut, para warga mulai mundur menjauhinya sambil tetap waspada. "Pak Joko, sadar, Pak! Sadar!"
"Pak, ishtigfar!"
"Bajingan kalian semua, sudah dikasih semua yang kalian mau! Tapi kalian malah jadi pengkhianat! Sini kalian, saya bunuh satu-satu!" Golok itu mengacung ke arah para warga.
Tak lama beberapa warga lain datang dari arah belakang. Dengan cepat, salah satu dari mereka langsung memukul tangan Joko dengan bambu hingga golok itu terlepas dan jatuh ke tanah. Kemudian warga lainnya datang dan mengamankan golok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Nagih Janji (TAMAT)
TerrorPak Joko beserta anak istrinya di temukan tewas gantung diri. Sejak kematian mereka, seluruh warga desa mendapat teror mengerikan. Sosok Pocong menyerupai Pak Joko berkeliling desa setiap malam dan mengetuk pintu rumah warga. Membuat warga takut ke...