Ki Arga bersama Anwar dan beberapa warga datang ke rumah Joko. Mereka semua memasuki halaman rumah kosong dan gelap itu. Lumut tipis terlihat tumbuh di tembok rumah yang sudah retak-retak. Rumput di halaman depan pun sudah panjang. Sarang laba-laba dan debu terlihat di mana-mana.
Tanpa ragu Ki Arga berjalan memimpin di depan, ia buka pintu dan langsung masuk bersama muridnya Linda. Anwar bersama beberapa warga hanya bisa melihat dari ambang pintu. Tangan Linda membawa bungkusan berisi kepala babi yang belum sempat ia pakai.
Beberapa meter di depan, Bejo terlihat sedang berdiri sambil menunduk. Di tengah gelapnya rumah kosong ini. Ki Arga melihat sekitar dan mengangguk, sebuah senyuman penuh arti merekah di wajahnya.
“Saya tau kenapa dia pergi ke tempat ini. Rumah ini adalah teritorinya, dia berubah jadi lebih kuat di dalam sini,” ucap Ki Arga.
“Kita harus selesaikan ini, Ki. Selesaikan kekacauan yang aku buat,” kata Linda.
“Bukan, kamu bukan membuat kekacauan. Kamu ini sebagai jembatan antara saya dan warga desa. Kalau tidak ada kamu, saya gak akan datang ke sini.”
“Berisik! Jangan berisik di rumahku!” bentak Bejo yang masih menunduk.
“Bukan, ini bukan rumahmu. Ini rumah Pak Joko. Rumahmu yang sebenarnya itu di neraka,” jawab Ki Arga.
“Jaga mulutmu bajingan, kau yang akan kulempar ke neraka!” Tiba-tiba badan Bejo lemas lalu pingsan di tempat. Linda tetap tenang dan membiarkan tubuh pemuda itu terkapar di lantai penuh debu.
Setelah Bejo pingsan, sosok itu keluar dan membentuk sebuah asap hitam yang pekat. Angin kencang pun berembus berputar-putar di dalam ruangan. Pintu tertutup dengan sendirinya. Kemudian tiga sosok pocong yaitu Joko, istri dan anaknya muncul dengan keadaan terikat dengan rantai. Ketiga pocong itu juga meminta tolong sambil menangis tersedu-sedu.
“Tolong! Tolong!”
Kepulan asap itu perlahan membentuk sesuatu. Menjadi sesosok pocong setinggi dua meter lebih dengan kepala menyerupai babi. Air liur hijau keluar dari mulut dan lubang hidungnya yang besar. Ngroookk!
Suara khas babi terdengar, matanya merah menyala ke arah Ki Arga dan muridnya itu. “Hati-hati, dia itu kuat, Ki,” kata Linda menyampaikan.
Ki Arga tertawa kecil. “Dia bukan apa-apa.”
“Beraninya kau bicara begitu!” bentak pocong babi itu.
Mulut pocong babi itu terbuka, memamerkan deretan gigi tajam yang berwarna hitam. Ia membuka mulut bukan untuk menakuti, melainkan untuk mengeluarkan kekuatannya. Sebuah cahaya merah gelap muncul dari mulutnya. Kemudian ia semburkan ke arah Ki Arga dan Linda.
Ki Arga bisa menahannya, tapi tidak dengan muridnya. Linda kembali terpental ke belakang dan menabrak tembok. “Akkhh!” gadis malang itu meringis kesakitan. Sementara Ki Arga sibuk menghadapi sosok itu.
Pria tua dengan ikat kepala itu memasang kuda-kuda, kemudian kedua telapak tangannya mengepal sambil terus menahan serangan gaib dari pocong babi itu. Matanya menatap lurus ke sosok itu tanpa rasa takut. “Linda, kepalanya!”
“Baik, Ki!” sambil menahan sakit Linda langsung berdiri lalu mengambil bungkusan hitam yang ia bawa masuk. Ia keluarkan kepala babi dan menaruhnya tepat di depan kaki sang guru.
Kedua tangan Ki Arga bergerak, mengumpulkan suatu energi. “Hyaaa!!” teriak Ki Arga sambil berusaha menggerakkan tangannya ke arah kepala babi itu. Kedua tangannya terasa sangat berat. Sementara pocong itu terus menyerang dengan kekuatannya yang bertubi-tubi.
“Terus, Ki!” Linda mendekat dan memegang tangan gurunya. Ia mendorong tangan Ki Arga untuk menambah kekuatan. Sampai akhirnya, telapak tangan Ki Arga berhasil memegang kepala babi itu. Serangan dari pocong itu pun berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Nagih Janji (TAMAT)
HororPak Joko beserta anak istrinya di temukan tewas gantung diri. Sejak kematian mereka, seluruh warga desa mendapat teror mengerikan. Sosok Pocong menyerupai Pak Joko berkeliling desa setiap malam dan mengetuk pintu rumah warga. Membuat warga takut ke...