7. NILA

994 26 9
                                    

GUSTI

"Itu isinya kenang-kenangan jaman nakalku dulu," jawabku lirih.

"Nakal?"

"Iya... di dalem situ ada baju seragam robek penuh darah jaman tawuran sekolah dulu, sampe harus masuk rumah sakit berhari-hari. Ya mas mu itu si Alex yang jadi saksinya. Mas mu yang mbantuin ngebawa ke rumah sakit. Kalo ndak ada masmu paling aku dah bablas waktu itu."

"Ternyata pernah nakal juga tho kamu mas, trus ada apa lagi? Mosok cuma itu doank tapi kopernya gede banget... mbok dibuka," Nila jadi semakin penasaran.

"Nggak ah males, disitu juga banyak barang-barang punya mantan-mantanku dulu. Aku males nginget-inget yang itu."

"Ah ga asik ah... yaudah koleksi-koleksinya tadi disimpen dimana? Aku mau liat. Aku penasaran senakal apa mas Gusti dulu, nakalan mana sama aku." Kembali Nila menyunggingkan senyum menggoda.

"Hilih, emange kowe iso nakal?" aku balik meledeknya sambil menarik koper biru yang ada di rak paling bawah lemari lalu membukanya. Terlihat beberapa koleksiku yang ada di dalamnya.

"Ngece kamu mas, kamu nggak tau aja,"

"Lha emang nggak tau, aku aja nggak inget kalo Alex punya ponakan kaya kamu kok," aku masih mencoba menggoda Nila.

Nila lalu sibuk melihat semua koleksi yang ada di dalam koper itu. Sepertinya dia nampak takjub dengan apa yang dia lihat dan sibuk membolak-balikkan semua barang yang ada di depannya.

"Iya emang aku dari kecil nggak di sini, sempet sekolah SD di sini dua taun kalo nggak salah inget. Kan bapak kerjanya pindah-pindah. Baru pas SMA aja sekolah lagi di Jogja tapi seingetku dulu rumah ini dah kosong dari dulu."

"Mungkin kamu SMA aku udah ke Jakarta, makanya aku ngga pernah ngerti kalo Alex punya ponakan kaya kamu," jawabku sambil mengacak-acak rambut si Nila. Nila lalu berteriak dengan suara manjanya sambil mencoba merapikan kembali rambutnya yang ku acak-acak.

Aku mengambil seprei dan sarung bantal guling yang tersimpan rapi di lemari dan mulai membenahi tempat tidur agar bisa nyaman untuk di tiduri nantinya. Bau kamper menyeruak ketika aku menggelar seprei karena memang sudah terlalu lama disimpan. Setidaknya kamar ini bisa kutiduri malam nanti. Sepertinya memang harus membeli beberapa seprei baru untuk kedepannya karena siapa tau besok-besok bakal kembali ke rumah ini lagi.

"Ini apa mas?" lagi-lagi Nila mengagetkanku sambil membawa sesuatu. "Bentuknya kaya kalung anjing... ini senjata juga?" tanyanya bingung.

"Bukan," jawabku singkat tanpa memperdulikannya dan terus menyelesaikan membenahi seprei.

"Terus apa ini mas? Kalung anjing?"

"Bukan... kamu tak jelasin juga ndak paham pasti."

"Aaahh... ini apa?" dia masih berusaha mencari penjelasan.

"Bantuin aku dulu pasang sarung bantal sama guling baru takasih tau," jawabku sambil tersenyum sinis.

"Oke" Nila segera mengambil sarung bantal dan membantuku. Aku cuma bisa menggeleng-geleng sambil tersenyum karena tingkahnya. Nila tampak cukup cekatan dalam melakukan apa yang aku minta.

"Dah selesaiiii, ini apaan?" kembali lagi Nila menanyakan hal yang sama.

"Itu bukan mainan anak kecil," jawabku sambil tersenyum.

"Iiih aku bukan anak kecillll, ini apaaannn??!"

"Itu ring gag"

"He? Apa itu ring gag?" Nila semakin bingung.

"Dibilang ini bukan mainan anak kecil, ngga paham kan kamu?"

"Kasi tauuuu ring gag tuh apaannn??!!" Nila makin penasaran.

BEGGINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang