8. TEASER

787 25 31
                                    

"Kak, mama besok waktunya periksa ke dokter. Mama boleh pinjam satu juta untuk periksa dan nebus obat besok? Maaf ya Kak"
---
Djenar

Seketika isi kepalaku mendadak terisi. Mulutku seakan antara ingin mengatakan sesuatu ke Olive namun tercekat. Dia sendiri punya tanggungan untuk raise up adik-adiknya. Ku urungkan untuk meminta tolong ke Olive. Kualihkan mengirim pesan whatsapp ke beberapa temanku untuk meminjam, tapi tanggal kalender memang benar-benar mengisyaratkan isi dompet kami yang sama-sama menipis.

'Iya, Ma. Agak siangan Djenar kirim ya, Ma. Mobile banking Djenar lagi ada masalah' jawabku beralasan.

Saat seperti ini aku sebenarnya ingin minta tolong ex-daddy yang aku pernah dekat, atau temen alter lain. Tapi aku paling ngga bisa dengan hal-hal kayak gini. Aku ngga mau dianggap hanya taking advantages dari mereka. Aaarrgh.. sudahlah. Kuputuskan untuk menjual HP ini saja besok saat counter buka.

Aku menunggu di salah satu counter HP yang aku tau sekitar 20 menit sebelum tokonya buka. Sambil menunggu, aku mengirim pesan ke mas Gusti dan Siwi, memberitahu bahwa aku kemungkinan besar akan terlambat. Semoga saja mas Gusti bukan orang yang benci menunggu.

Thank God karena HPku juga tidak terlalu butut, aku masih bisa mengirim setidaknya 1,2 juta ke rekening mama hari itu. Sengaja aku lebihkan nominal dari yang beliau sebutkan, just in case beliau butuh untuk yang lain. Sisanya aku tabung, mungkin nanti untuk beli HP baru lagi jika sudah ada tambahan.

Aku bergegas menuju hotel masih dengan mengenakan casual outfitku. Masih dengan menenteng totebag berisi seragamku. Begitu masuk dari pintu belakang karyawan, aku langsung menuju reception desk dari belakang. Siwi terlihat sebal, I know, pasti. Dia seharusnya Off hari ini. Tapi dia harus tetap masuk karena aku harus menemani mas Gusti. Semoga saja deal dari mas Gusti benar-benar sebesar harapan Pak Aldi sampai-sampai beliau harus segininya ke Mas Gusti demi hal itu.

"koen di tunggu ndek Resto (baca: Resto hotel). Nang ndi ae seh? Digoleki loh mbek Mas Gusti kaet mau. Hapemu yo ga iso dihubungi loh (kamu ditunggu di Resto. Kemana aja sih? Dicari loh sama Mas Gusti dari tadi. HP kamu juga ngga bisa dihubungi loh)" omel Siwi merepet begitu melihatku.

"Panjang ceritanya. Yawes aku langsung ke Resto ya. Doain aja kali ini deal biar kita ngga sia-sia masuk, wkkwwkkw"

"Sebenernya ngga pa-pa sih. Meski ngga terlalu cakep tapi ada aura dia bikin seneng deket-deket dia terus'

"Beeeuuugh, Dasar ganjen. Makan tuh aura!!" aku nyengir lalu berbalik dan menuju resto.

There he is. Memakai knee length chinos warna mocca dengan kaos N*vada warna coklat tua. Damn it warna-warna favoritku. Aku sangat suka dengan warna earth tone gitu. Ada topi baseball di depan dia juga. Ada sedikit pertanyaan sebenernya. Dia bisa saja menungguku di area outdoor sambil merokok. Hal yang biasa dilakukan oleh para laki-laki saat bete menunggu. Karena jelas di dalam resto hotelku ada larangan merokok. Yakin nih dia bukan perokok? One in a million banget, pikirku.

"Maaf Pak Gusti. Saya terlambat. Tadi ada masalah yang harus saya selesaikan dulu"

"Mas aja. Dan ngga usah terlalu formal. Kamu juga ngga lagi pake seragam, ya kan? Udah siap berangkat? Kalo masih ada yang harus diselesaiin aku masih bisa nunggu di sini"

"Iya mas, ini sudah saya.. emhh.. udah aku bawain kunci mobilnya"

"kamu yang nyetir, yo? Kesel aku sakjane (cape aku sebenernya)" ucap mas Gusti begitu kami berjalan bareng menuju area parkir hotel.

"Duh alamat ngga bakal nyampek tempat mas. Hehehe.. Aku ngga bisa nyetir eee" jawabku mencoba masih bersikap manis. Masih ada sedikit sebel sebenernya karena inget dia banyak mau pas check in pertama kemarin. Ketambah lagi, aku sekarang harus merepotkan Siwi dan team Front Desk lain karena harus menemaninya survey lokasi.

BEGGINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang