Seluruh tubuh ku membeku, rasa dingin begitu menusuk hingga ke tulang. Anehnya, keringat mengalir deras di sekitar dahi dan juga leher ku.
Ku dapati diriku terbaring di atas tanah beratapkan langit malam yang begitu gelap tanpa bintang pun sinar rembulan.
Yang terjadi selanjutnya membuat nafas ku tercekat dengan detak jantung yang memburu kala kurasakan tubuh ku terpaku dengan sepasang tangan mengunci kedua tangan ku. Hembusan nafas menyentuh permukaan kulit wajah hingga ke leher ku, meninggalkan rasa panas dan juga perih di saat yang bersamaan.
Bulir-bulir air mata mencelos begitu saja dari sudut mataku kala jemari itu membelai rambut, wajah turun hingga ke leher ku, tak dapat ku lihat sosok yang melakukan ini padaku karena kondisi yang begitu gelap.
"Kamu nggak akan bisa kemana-mana sekarang. Kamu milikku" bisik suara bariton yang membuat pekikan ku tertahan.
Rasanya waktu terhenti, seirama dengan detak jantung ku yang juga terhenti. Nafas ku tercekat mengetahui sosok pemilik suara itu.
"Lepas" pintaku.
"Tolong jangan lakuin ini" ucap ku dalam tangisan.
Dadaku sesak luar biasa, dengan peluh di sekujur tubuhku. Ku pandangi sekeliling ku, merasa familiar dengan pemandangan di kamar ku, aku pun menyadari bahwa hal itu adalah mimpi. Lagi. Mimpi itu datang lagi, mengacaukan tidur malam ku. Tangis ku tak terbendung lagi karena rasa takut. Sejak kejadian itu, aku terus bermimpi buruk, memimpikan hal yang sama setiap malam.
"Kenapa sayang?" tanya Farhan yang berada di samping ku, disusul cahaya lampu yang kemudian menerangi seluruh sudut kamar.
"Mimpi buruk lagi?" tanyanya lagi yang kini sudah mengubah posisinya menjadi duduk sepertiku.
Ku tangkupkan kedua tangan ku menutupi wajah, ingin rasanya mengenyahkan segala ingatan tentang hari itu, ingin rasanya kembali merasakan ketenangan seperti sebelum kejadian itu. Aku lelah.
"Jangan takut sayang, aku disini" imbuhnya menepuk pelan punggungku.
Berat rasanya saat bayang wajah Kak Dito menyentuh ku terus menerus muncul setiap kali seseorang mencoba menyentuh ku. Rasa takut akan bayangan kejadian itu membuat ku ingin lari sejauh mungkin.
"Minum dulu sayang" ujarnya menyodorkan segelas air.
Kuraih gelas itu ragu-ragu, namun ketika air didalamnya melewati kerongkongan ku, rasa haus juga perih di sekitar kerongkongan ku berangsur hilang, hingga ku teguk sampai tak bersisa.
"Udah enakan?" tanya Farhan setelah menaruh gelasnya di nakas.
Aku hanya mengangguk asal, kemudian melepaskan selimut yang menutupi sebagian tubuh ku dan beranjak keluar kamar. Ku nyalakan semua lampu apartemen, hingga tak ada sisi yang gelap. Ku hempaskan diriku di atas sofa dengan bantal persegi dalam dekapan ku. Ku lihat jam masih menunjukkan pukul 2 dini hari.
Mata sembab dengan lingkaran hitam di sekitarnya dan rambut panjang berantakan menegaskan tampilan ku yang benar-benar kacau pada cermin yang merefleksikan diriku di dalamnya.
'Aku harus apa? apa yang harus aku lakukan?' batin ku.
Ku palingkan pandangan ku dari cermin dan memandang seluruh sudut apartemen. Beruntung, ku dapati tumpukan piring di wastafel, segera saja aku beranjak untuk mencuci piring. Aku harus melakukan sesuatu agar pikiran ku bisa teralihkan. Aku harus mengerjakan apapun sehingga tak memikirkan kejadian itu lagi. Ku bersihkan sisa-sisa makanan dan memasukkannya ke dalam plastik sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF (Ketika Cinta Tidak Lagi tentang Kita)
Teen FictionJika sesuatu terjadi sesuai dengan harapan maka itu anugerah yang harus disyukuri. Namun jika tidak, maka itu lebih baik lagi sebab itu kehendak Tuhan 🍃🍃 -IF-