Sudah berjam-jam aku berjalan, namun tak ku temukan Farhan, Jaya, Lily atau pun Celine. Aku memang terlambat tapi seharusnya mereka berada tidak terlalu jauh. Telah ku coba menelfon Farhan namun tidak tersambung karena tak ada sinyal.
Kepanikan mulai melanda karena kurasa aku telah tersesat. Tangis ku tak terbendung lagi. Rasa takut dan kaki yang sudah terasa kebas menjadi alasannya. Aku tak mau berada di hutan sendirian, apalagi jika harus sampai malam. Tak bisa kubayangkan bagaimana aku akan melalui malam ini sendirian di dalam hutan.
Langit tiba-tiba berubah mendung dan hujan turun menyusul, melengkapi hal buruk yang harus ku alami hari ini.
"Ya ampun, hujan" keluh ku.
Derasnya guyuran hujan membuat seluruh tubuh ku basah kuyup hanya dalam hitungan detik. Aku memilih melanjutkan perjalanan ku, tak ku pikirkan opsi untuk berteduh dikarenakan baju yang sudah terlanjur basah dan hari yang semakin gelap.
Pandangan ku kurang jelas karena tetesan air hujan yang memasuki mataku hingga tanpa sadar kaki ku tersandung dan membuat ku terjatuh dengan kepala menghantam sesuatu yang keras.
Sontak saja kepala ku mengucurkan darah segar dan pandangan ku yang awalnya kabur karena air hujan menjadi gelap karena kepala ku yang ikut dihantam rasa nyeri hebat. Detik selanjutnya, tak kurasakan apapun lagi. Semuanya gelap.
Deru nafas memburu, terdengar samar di telinga ku. Ragu, hanya halusinasi ku atau memang benar, aku berusaha mengumpulkan seluruh kadar kesadaran ku. Hal terakhir yang berhasil ku ingat adalah saat aku terjatuh, dibuktikan dengan jejak rasa sakit di kepala ku yang masih terasa saat ini.
Ku buka mata ku perlahan, semuanya terlihat samar karena minimnya pencahayaan, hanya temaran sinar rembulan yang menjadi satu-satunya bantuan cahaya yang ditangkap mata ku. Membuat ku tersadar akan posisi ku yang berada di atas punggung seseorang.
"Siapa lo?" tanya ku.
"Lo udah sadar?" tanyanya. Meski tak bisa melihat wajahnya, aku tau itu Farhan.
Kurasakan langkahnya terhenti, ia menurunkan ku dari punggungnya dan menyandarkan ku pada sebatang pohon.
"Ada yang sakit?" tanyanya lagi.
Dari sini aku bisa melihat wajahnya yang dipenuhi peluh. Ada perasaan lega memenuhi hati ku. Aku bersyukur bisa bertemu Farhan, setidaknya aku tidak sendirian. Ada Farhan bersama dengan ku.
"Mana yang sakit?" ujarnya sembari menepuk pelan pipi ku menyadarkan dari keterpakuan ku.
"Kepala gue" jawab ku.
"Minum dulu" ujarnya memberikan ku sebotol air, dia juga membantu ku minum dengan memegangi botol air minum.
"Gimana?" tanyanya, kurasakan nyeri di kepala ku masih sakit. Namun, kekhawatiran Farhan membuat ku tak bisa jujur.
"Udah mendingan" ujar ku memperbaiki posisi duduk ku disusul Farhan yang juga duduk disampingku sembari meluruskan kedua kakinya.
Dia pasti sangat lelah.
"Gimana bisa lo nemuin gue?"
"Udah jadi takdir gue kali ketemu lo. Gue nyusurin hutan dan nemuin lo pingsan, mana pelipis lo berdarah. Jantung gue rasanya mau lompat keluar gara-gara ketakutan"
KAMU SEDANG MEMBACA
IF (Ketika Cinta Tidak Lagi tentang Kita)
JugendliteraturJika sesuatu terjadi sesuai dengan harapan maka itu anugerah yang harus disyukuri. Namun jika tidak, maka itu lebih baik lagi sebab itu kehendak Tuhan 🍃🍃 -IF-