"Entar malam gue jemput lagi" ujar Farhan sebelum aku keluar dari mobilnya.
Hari ini jadwal ku menjenguk Kak Fabian di apartemennya. Beruntung kondisi Kak Fabian semakin membaik dan dari pemeriksaan terakhir, Kak Fabian tidak perlu menggunakan kursi roda lagi jadi diganti dengan tongkat. Hanya saja karena belum terbiasa menggunakan tongkat jadi Kak Fabian mengaku jika ia masih kesulitan untuk beraktivitas.
Setelah sampai di depan pintu apartemen Kak Fabian, terlebih dahulu aku menekan bel. Sebenarnya bisa saja langsung masuk, toh Kak Fabian sudah memberi ku kunci cadangan tapi akan lebih sopan rasanya jika si empunya yang mempersilahkan ku masuk.
Namun setelah beberapa saat menunggu, tak ada tanda-tanda pintunya akan dibuka. Aku mencoba sekali lagi dan hasilnya tetap sama bahkan hingga percobaan keempat ku.
'Apa mungkin Kak Fabian lagi keluar?' pikir ku. Tapi kurasa tidak mungkin, chat terakhir ku dengannya jelas menuliskan bahwa ia berada di apartemennya dan tidak ada rencana keluar.
Aku memutuskan untuk langsung masuk ke apartemen Kak Fabian, takut sesuatu yang buruk terjadi padanya, jatuh misalnya. Itu hal terburuk yang ada dipikiran ku saat ini.
Sepi.
Kata itulah yang pertama kali muncul dalam pikiran ku. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kak Fabian, hanya ruangan kosong yang agak berantakan dengan bantal tergeletak tidak pada tempatnya dan beberapa buku yang bertebaran di atas meja.
"Kak Bian" panggil ku.
Ku telusuri seluk beluk apartemen Kak Fabian, mulai dari balkon, dapur, kamar hingga ruang kerjanya. Namun, Kak Fabian tak ada disana. Aku mengeluarkan ponsel ku untuk menelfon Kak Fabian. Dering telfon pun menyahut sebagai jawaban. Suaranya sangat jelas, rasanya dekat. Aku mencari asal suaranya dan ternyata dering ponselnya berasal dari meja kerja Kak Fabian.
Saat aku memutuskan panggilan telfonnya, aku dikejutkan dengan wallpaper ponsel Kak Fabian yang menampilkan foto diriku di dalamnya. Aku kembali teringat tentang perasaan Kak Fabian terhadap ku. Dia mencintai ku. Itu faktanya.
Namun, perasaan dan hati ku masalahnya.
Sampai saat ini, aku belum bisa mencintai Kak Fabian. Padahal, aku sendiri yang telah memutuskan untuk belajar mencintainya. Segalanya telah ku usahakan tapi sampai sekarang cinta itu belum bersemai di dalam hati ku.
Aku masih merasa Kak Fabian seperi kakak ku.
Saat akan meninggalkan ruang kerja untuk kembali mencari Kak Fabian, kaki ku tersandung kaki meja dan tanpa sengaja membuat sebuah kotak hitam dengan pita merah diatasnya terpental hingga semua isinya berhamburan di lantai.
Aku harus segera membereskan kotak itu beserta isinya, sebelum kembali mencari Kak Fabian yang entah dimana. Ku kumpulkan semua lembaran yang nampak seperti foto itu dan lagi, aku dibuat terkejut saat mengetahui bahwa semua foto-foto itu adalah foto diriku.
Pandangan ku tak bisa lepas memandangi foto-foto yang sepertinya diambil tanpa kusadari alias candid. Setiap lembar foto menarik rasa penasaran ku dan yang membuat ku lebih tertarik adalah tulisan di setiap sudut foto.
Foto pertama adalah foto selfie ku dengan Kak Fabian saat untuk pertama kalinya, kami jalan bersama setelah ia kembali ke Indonesia. Di sudut foto itu ada sebuah tulisan 'always happy with her, thank you my dear. I will always love you'
Foto kedua adalah foto saat aku menangis di depan rumah lama Kak Fabian di Jogja. Aku ingat, saat itu aku ingin menunjukkan piala dari lomba cerdas cermat yang kuikuti kepada Kak Fabian tapi saat itu juga adalah saat yang sama dimana Kak Fabian pindah ke Inggris.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF (Ketika Cinta Tidak Lagi tentang Kita)
Teen FictionJika sesuatu terjadi sesuai dengan harapan maka itu anugerah yang harus disyukuri. Namun jika tidak, maka itu lebih baik lagi sebab itu kehendak Tuhan 🍃🍃 -IF-