Langit sangat cerah dengan awan putih bergumul di beberapa titik. Ku lihat wajah-wajah ceria teman-teman ku yang bersenda gurau satu dengan yang lainnya. Sayangnya, aku hanya bisa menikmatinya sebentar karena hari ini aku harus pulang, lebih cepat dibandingkan teman-teman lain yang dijadwalkan pulang besok.
"Kak, emangnya harus banget yah kita pulang sekarang? Aku masih mau disini sama-sama temen-temen aku, aku udah baik-baik aja kok kak" pinta ku berusaha membujuk si penentu keputusan. Kak Fabian.
"Harus! Kita harus pulang sekarang, kamu harus istirahat biar cepet pulih" jelas Kak Fabian sembari merapikan segala perlengkapan ku.
Aku hanya bisa tertunduk pasrah. Penyesalan memang selalu hadir di akhir. Dan mungkin karena itulah ia disebut penyesalan. Kini, penyesalan yang kurasakan tak akan mengubah keputusan Kak Fabian untuk tetap membawa ku pulang.
Setelah Kak Fabian mengemasi barang ku, ia kemudian pamit pergi untuk berbicara dengan Pak Mirza selaku guru dan penanggung jawab kegiatan. Aku hanya bisa memandang kepergiannya dan beralih pada kaki ku yang berbalut perban.
Detik selanjutnya, sepasang sepatu membawa pemiliknya hadir di hadapan ku. Aku mendongak dan mendapati Farhan disana. Ia tersenyum padaku, senyumnya seperti dipaksakan.
"Jadi lo balik nih?" tanyanya setelah berjongkok di hadapan ku.
Aku hanya mengangguk malas sebagai jawaban.
"Kasian banget sih, padahal gue denger hari ini sampe besok bakal ada kegiatan-kegiatan yang lebih seru tau" jelas Farhan membuat ku semakin iri juga berat hati harus pergi hari ini.
"Raka bilang nih, kita mau susur sungai, main arung jeram, terus kita juga mau barbequean sama apalagi yah tadi?" jelasnya tanpa tau perasaan ku yang masih sangat ingin tinggal.
Pukulan bertubi-tubi pun mendarat di tubuh Farhan, balasan untuknya karena membuat ku kesal.
"Aduh. Duh. Intan sakit tau" keluhnya.
"Biarin, abisnya lo rese banget. Gue tambahin lagi biar tau rasa" ujar ku yang masih terus menghujaninya dengan pukulan dan cubitan.
"Awww!" Kali ini ia meringis sembari mengusap bahunya yang terluka saat tanpa sengaja pukulan ku mengenai bahunya.
"Sorry, sorry Han, gue nggak maksud ngenain luka lo" ujar ku ikut mengusap bahunya.
"Sakit banget yah? Gue nggak sengaja"
"Iya sakit banget nih" ujarnya meringis membuat ku ikut meringis membayangkan rasa sakitnya.
"Tapi boong!" sambungnya disusul tawanya yang pecah.
Dalam sekejap rasa kesal, berubah menjadi rasa bersalah dan berakhir dengan rasa dongkol. Sungguh! Farhan sangat pandai mempermainkan perasaan ku. Mengaduk-ngaduknya bahkan mengubahnya dalam waktu singkat.
"Muka lo lucu banget Intan. Sumpah!" ujarnya di sela-sela tawanya.
Melihat Farhan tertawa seperti saat ini membuat hati ku hangat dan tanpa sadar ikut tersenyum. Segala kekesalan dan rasa dongkol ku sirna seketika dan kami pun tertawa bersama.
"Gue suka lihat lo ketawa" ungkap ku jujur.
"Sama! Gue juga suka lihat lo senyum, ketawa, mikir, bengong sama panik juga. Lo ngambek aja gue suka" ujarnya.
Aku hanya bisa memutar bola mata mendengar ucapan manisnya yang pasti membuat luluh hati para gadis yang selama ini mengincarnya.
"Tapi ada satu hal yang gue nggak suka" sambungnya.
"Apa?" tanya ku penasaran.
"Gue nggak suka lihat lo sedih apalagi sampe nangis" tukasnya.
Farhan benar-benar baik. Sangat baik.
"Gue janji sama lo, kalo lo udah sembuh. Gue bakal ajakin lo camping" ujarnya yang membuat ku langsung bersemangat mendengarnya.
"Serius?"
"Iya, gue janji" ujar Farhan dengan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking ku.
Setelah Kak Fabian kembali, aku pun bersiap untuk pulang.
"Udah semua sayang?" tanya Kak Fabian.
"Iya kak, aku pamit sama temen-temen dulu" pinta ku.
"Temen-temen maaf yah gue balik duluan. Semangat yah ngikutin semua kegiatan dan seperti kata Pak Mirza. Utamakan keselamatan" ujar ku berpamitan kepada seluruh siswa, peserta camping.
Setelah berpamitan, kami pun pergi. Awalnya Kak Fabian memapah ku, namun saat jarak kami sudah jauh dari tenda dan rombongan peserta camping tak lagi terlihat, Kak Fabian langsung menggendong ku ala bridal style.
"Kak, kamu ngapain? Turunin ah, aku bisa jalan sendiri" protes ku yang merasa malu pada sahabat-sahabat ku yang masih mengikuti.
"Nggak boleh!" balas Kak Fabian.
"Udah deh In, nurut aja kali sama calon suami" ledek Zaskia dengan menaikturunkan alisnya, juga Ilham yang mencoba menahan tawanya dan Farhan yang memandang ke sembarang arah.
Aku semakin malu pada mereka. Zaskia, Farhan dan Ilham memang ingin mengantar ku sampai ke mobil. Saat kami tiba di mobil, Ilham segera membukakan ku pintu dengan Zaskia di sampingnya, sedangkan Farhan langsung memasukkan tas ku ke dalam bagasi mobil.
"Makasih yah udah dianterin, maaf nggak bisa barengan sampe akhir" ujar ku pada Zaskia.
"Iya nggak apa-apa, lo baik-baik yah. Cepet sembuh" balas Zaskia.
"Kita balik sekarang?" tanya Kak Fabian yang telah bersiap dibalik kemudi.
"Iya kak"
Kak Fabian menghidupkan mesin mobil dan perlahan meninggalkan area camping. Ku lambaikan tangan ku pada ketiga sahabat ku yang dibalas oleh mereka.
Tak ku sangka akan jadi seperti ini akhirnya. Padahal camping itu adalah camping terakhir ku di masa SMA tapi mau bagaimana lagi? Malang tak dapat diramal jadi aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar berkali-kali untuk menenangkan diri.
Ketika aku sibuk dengan diriku, tiba-tiba sebuah genggaman menyelimuti jemari ku. Ku lihat Kak Fabian yang meraih tangan ku dengan tangan kirinya dan menciuminya.
"Aku ngerti kamu kecewa dengan keputusan aku tapi aku harap kamu juga bisa ngertiin aku" ujar Kak Fabian yang tetap memandang lurus ke hadapan.
"Semua yang aku lakuin itu demi kebaikan kamu, aku nggak mau kamu kenapa-napa. Sekali aja udah cukup buat aku harus lihat kamu terluka kayak kemarin. Cukup sekali aku harus nunggu kamu sadar di rumah sakit. Aku nggak mau lagi, aku nggak sanggup" jelasnya yang membuat ku bungkam. Mata ku tak lepas memandanginya.
Dia pria yang rela mengorbankan segala urusannya demi memastikan ku baik-baik saja. Aku yakin dengan profesinya, dia bukan tipe orang yang punya banyak waktu luang tapi karena mendengar kabar bahwa aku hilang, ia meninggalkan segalanya dan datang padaku.
Dia pria yang tak lama lagi akan menjadi imam untukku. Aku bahkan tak memikirkan perasaannya. Dia pasti sangat kalut saat itu. Namun yang ada dipikiran ku hanyalah kesedihan karena tak dapat menyelesaikan acara camping itu.
"Maaf kak" ujar ku lalu beringsut ke sisinya. Ku lingkarkan kedua tangan ku di pinggang Kak Fabian.
"I love you sayang. So much" balas Kak Fabian yang mengeratkan pelukan ku.
🍃🍃🍃
To be continue...
Voment dong! 🤗
See you 😉
Pelangi Senja🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
IF (Ketika Cinta Tidak Lagi tentang Kita)
Teen FictionJika sesuatu terjadi sesuai dengan harapan maka itu anugerah yang harus disyukuri. Namun jika tidak, maka itu lebih baik lagi sebab itu kehendak Tuhan 🍃🍃 -IF-