5┆A REQUEST AND INFORMATION CUT OFF

780 115 5
                                    

Readeul pasti tahu cara menghargai seorang penulis, kan? ♡(◍>ᴗ<◍)♡

.
.
.

Chap 5 •
__________

Pasangan Na kini sedang berada di dalam bathub, dalam posisi si submissive membelakangi dominannya yang sudah disibukkan dengan kegiatan mari menggosok punggung mulus bak porselin di depannya. Gerakannya begitu lembut, tidak ingin sedikit pun melukai. Dia masih sayang nyawa sekaligus tubuh mulus tanpa noda itu. Jika punggungnya yang lecet karena tancapan kuku kesayangannya saat berada dalam situasi panas itu tidak akan menjadi masalah. Dasar pria.

Sedangkan Renjun meletakkan dagu diatas lutut yang dilipat dengan kedua tangan memainkan busa sabun yang menutupi setengah tubuh polosnya. Tangannya menangkup busa yang kemudian ditekan dan dilonggarkan kemudian dia tiup sehingga hanya tersisa sedikit ditelapaknya. Kembali mengambil busa lalu dia mulai membentuk boneka salju, walaupun akhirnya meleleh karena sudah sifatnya busa yang hanya berisi udara itu mudah runtuh jika tidak ada penopangnya.

Tanpa sadar bibirnya tertawa kecil tanpa suara. Memikirkan itu malah menjadi melalang buana sampai dia membayangkan bagaimana kalau dirinyalah yang menjadi busa, apakah sama akan mudah runtuh kalau tidak ada penopang atau dia memang tidak butuh itu karena sejatinya dialah yang seharusnya menjadi tiang kokoh dalam sebuah keluarga?

Tapi kenapa? Iya benar, karena dia adalah seorang pria yang sifatnya harus terlihat kuat sebesar apapun batu yang akan menghalangi alur sungainya.

Bibir yang tadinya memperlihatkan tawa kecil memesona, tiba-tiba luntur tergantikan sebuah kurva melengkung sedih. Pikirannya tersadar akan sebuah norma yang selama ini dia abaikan.

"Sayang."

Satu kata, satu suara, dan satu alasan kuat kenapa dia berani melangkah sampai sejauh ini. Langsung mengabaikan pikiran yang mungkin akan menggiringnya menjadi seorang pilar sebuah rumah.

Renjun menoleh ke samping. "Ya?"

"Kau sedang memikirkan sesuatu?"

Mendengar itu, Renjun tertegun. Jaeminnya memang pria yang pandai sekali membaca pikiran. Bahkan hanya dari belakang tanpa melihat langsung wajah ataupun mata lawan bicaranya. Satu pujian untuknya, fantastis.

"Terkadang aku bingung kenapa dirimu selalu peka. Aku harus menghindarimu kalau ingin  menyimpan sesuatu haha." Tawanya jelas sekali sedikit dipaksakan.

"Karena aku Na Jaemin?"

"Yeah benar, kalau Huang Renjun?"

"Kau membuat kalimat yang kurang tepat."

"Aku suka itu, yeah meskipun kurang enak untuk kau dengar, tapi itu membuatku seakan-akan masih bersama mereka." Renjun tersenyum miris, wajah orangtuanya terlintas begitu saja.

"Kenangan menyakitkan itu bukan hal bagus untuk dibicarakan."

Renjun mengangguk. "Aku penasaran bagaimana jika mereka masih bersamaku." Dia meluruskan kakinya. "Setiap mengingat mereka maka saat itu juga aku langsung tersadar alasan mereka pergi."

"Sayang."

Renjun malah menyimpan wajah diantara lutut. Dirinya terlalu sulit untuk mengubur dalam memori perihal orangtuanya. Dia terkadang akan dibuat rindu setengah mati terhadap kedua orang tuanya. Huang kecil yang malang, dia menyesali perbuatan egoisnya dulu, tapi juga tidak bisa disalahkan seratus persen.

"Kalau takdir sudah berkehendak, maka kita hanya bisa menerima. Dengar ya, jangan terus-terusan menyalahkan diri sendiri karena akan menimbulkan penyakit."

Bad Sub (2) [JaemRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang