"Kalian harus mengikuti kelas tambahan." Jisoo teringat dengan ucapan Hae in, kalau tak bisa menjawab soalnya maka akan ada kelas tambahan.
Ia ingin melihat Hae in lagi. Kelas tambahan adalah pilihan yang bagus.
"Aku tidak menjawabnya." Jawab Jisoo pura-pura tidak tahu dengan tujuan agar ia bisa ikut kelas tambahan.
"Nomor 3?" Tanya Hae in lagi.
Jisoo mengangkat bahunya sambil tersenyum, "Aku juga tidak menjawabnya." Jawab Jisoo tanpa beban.
Hae in melirik Jisoo sebentar. "Kau hanya menjawab 1 pertanyaan?" Tanyanya. Lagi-lagi Jisoo mengangkat bahunya sambil menggeleng,
"Aku tidak menjawab satu pun soal yang kau berikan, pak."
"Bodoh.." gumam Hae in pelan.
Setelah itu, kesunyian memeluk mereka. Lagi-lagi tak ada yang membuka suara.
Kertas jawaban sudah terkumpul rapi di Hae in.
Jujur, Jisoo masih malu terhadap Hae in karena kejadian kemarin. Tapi ia mengesampingkannya demi bisa mengobrol lebih nyaman dengan Hae in.
"Terima Kasih." Ucap Hae in bergegas keluar kelas.
"Kau akan meninggalkanku lagi begitu saja?" Tanya Jisoo spontan.
Hae in berbalik kearah Jisoo. Tak paham dengan maksud ucapannya.
"Aku ingin mentraktir-mu makan pak. Jika kau keberatan, kita akan minum saja." Jantung Jisoo berdegup kencang saat mengatakannya. Ntah keberanian darimana yang ia dapatkan.
Butuh waktu 20 detik sampai Hae in merespon.
"Oke."
Singkat, padat, dan jelas.
Setelah menjawabnya, Hae in hanya diam menatap Jisoo. Benar-benar menatapnya.
"Emm.. Kapan?" Bingung Jisoo tak berani menatap Hae in.
Yang ditanya, justru menanya balik. "Jadi aku yang menentukan waktunya?"
Jisoo menjadi salah tingkah sendiri.
"Sore nanti. Di café dekat kampus ini." Ucap Hae in menentukan.
"B-baik.. Aku akan kesana.."
Hae in menatap Jisoo dalam. "Tidak." Katanya.
"Hm?" Apanya yang tidak..? Bingung Jisoo.
"Aku akan menjemputmu. Jika kau tidak keberatan." Tawar Hae in yang terdengar seperti perintah. Benar-benar terdengar seperti tak ingin dibantah.
Setelah mengatakannya, Hae in lanjut berjalan keluar kelas, sampai tiba-tiba ia berbalik, menghadap kearah Jisoo,
"Aku duluan." Pamit Hae in kemudian benar-benar pergi menghilang dari pandanan Jisoo.
AH.. Daebak..
Aku pasti sudah gila.. benar-benar gila.. Ya! Jisoo! Kau benar-benar gila! Mengapa jadinya malah seperti ini! Aah! Jisoo terus menerus memaki dirinya. Ia sepertinya tadi kehilangan akal untuk sejenak.
Sesampainya Jisoo di cafetaria.
"Jisoo eonnie!" Panggil Jennie dari kejauhan. "Eonnie!" Panggil Jennie lagi. Karena tak kunjung mendapat respon dari Jisoo, ia pergi mendatangi Jisoo yang sedang termenung di salah satu bangku.
Aku pasti sudah gila.. iya, aku sudah gila pastinya...
Jennie melihat Jisoo yang bergumam-guman tak jelas."Ya! Jisoo! Suaraku hampir habis karena meneriakimu yang tak kunjung nyahut." Omelnya.
Dengan lesu, Jisoo bertanya, "Hey, apa reaksimu jika diajak makan oleh orang yang sama sekali tak dekat denganmu?"
"Ada apa ini? Mengapa kau menanyakan hal absurd itu tiba-tiba?"
"Jawab saja Jennie.." pinta Jisoo menatap sahabatnya tersebut penuh harapan.
"Tentu saja aku akan menolak. Tapi jika dia tampan, masih bisa kupertimbangkan." Jawab Jennie tercengir.
Jisoo terkekeh, sejurus kemudian ia langsung berpikir, Apa Hae in menganggapku cantik..
Jennie tahu ada sesuatu pasti yang terjadi. "Memangnya ada apa?" Tanya Jennie penasaran. Jisoo hanya menggeleng sambil tersenyum. Ia belum ingin menceritakan hal tersebut dengan siapapun.
▪︎ PUKUL 03.47
Tut.. tut..
Jisoo mengeluarkan ponselnya dari kantong. Siapa yang menghubunginya..?
Shua?
Tanpa pikir panjang, Jisoo langsung mengangkat telpon dari Joshua. "Halo, Shua?"
"Sooya, apa kau ada waktu sore ini?"
"Em, maaf aku tidak bisa sore ini. Memangnya ada apa?" Tentu saja karena ia sudah ada rencana makan dengan Hae in.
"Aku ingin bertemu. Ada yang ingin kubicarakan. Bagaimana dengan malamnya?"
Karena terdengar penting, Jisoo menyetujuinya. "Malam ini, okee."
"Baiklah, sampai beremu malam ini Sooya."
Jisoo meneka-neka. Apa yang ingin Joshua bicarakan? Ia terdengar terburu-buru dan sedikit panik.
Berhubung Jennie masih ada kelas sore ini, ia tidak bisa menemani Jisoo. Disini lah Jisoo, di depan parkiran menunggu Hae in.
Hm? Hae in sudah datang..! Girang Jisoo lansung menatap pantulan dirinya di kaca ponsel. Bagus, penampilannya sudah cantik.
Hae in yang menyadari kehadiran Jisoo langsung mengode dengan kepalanya untuk mengikutinya. Sampai lah mereka didepan sebuah mobil sport mahal berwarna hitam.
Hae in membukakan pintu untuk Jisoo. "Masuk." Suruh Hae in singkat.
Dengan cepat, Jisoo masuk kedalam mobil Hae in diiringi pintunya yang ditutup kembali oleh Hae in.
Setelah Hae in masuk juga kedalam mobil, ia melirik Jisoo. "Seatbelt." Ucapnya.
"H-ha?" Bingung Jisoo.
Tanpa peringatan, Hae in langsung mendekat kearah Jisoo. Sangat dekat.
Wajah Jisoo bersemu merah, tak lupa debaran jantungnya yang menggila, "A-apa yang ingin k-kau lakuk—
CkLik!
Hm..?? Jisoo melirik kebawah.
Hae in baru saja memasangkan sabuk pengamannya. Ia juga mulai kembali ke posisinya, dan menjalankan mobil dengan raut wajah datarnya.
Rasanya ingin dilenyapkan dari muka bumi.. Jisoo tak sanggup menahan rasa malunya. Mengapa ia harus mengira bahwa Hae in akan menciumnya?
Perjalanan hanya diselimuti oleh suara lagu klasik dari dalam mobil. Seperti biasa, tidak ada yang membuka suara. Satu tidak peduli, dan satunya terlalu malu untuk memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐂𝐨𝐥𝐝 𝐋𝐞𝐜𝐭𝐮𝐫𝐞𝐫 𝐢𝐬 𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 ✨
Fanfic[END HALFWAY] Menikahi Dosen dingin yang dipuja oleh gadis-gadis di kampus membuat Jisoo memutuskan untuk merahasiakan pernikahannya dengan Hae in. Sifat Jisoo yang sangat bertolak belakang dengan Hae in membuatnya beberapa kali lelah dengan perlak...