Jisoo masih tak yakin alasan mengapa Hae in menyetujui ajakannya untuk makan.
Ya, Jisoo senang, hanya saja ini aneh karena berjalan mulus.
Jisoo mencuri-curi pandang kearah Hae in.
Masih meneka-neka alasan Hae in mau ikut makan dengannya. Tanpa sadar ia melirik Haen in lagi dan lagi,
Kalau seperti kata Jennie, agaknya tidak mungkin kalau Hae in setuju hanya karena Jisoo cantik. Bukannya Jisoo kurang cantik, hanya saja makan karena muridmu cantik adalah sebuah alasan yang konyol.
"Ada yang ingin kau katakan?" Peka Hae in sadar bahwa dirinya sedari tadi ditatap terus menerus oleh gadis di hadapannya.
Jisoo tersentak kaget. Ia tertawa canggung karena tertangkap menatap Hae in terus menerus. Tak lupa pipinya yang mulai merona malu.
"T-tidak ada. Hanya saja aku ingin tahu mengapa kau menerima ajakanku.." Ucap Jisoo melirik kearah jendela mobil karena malu.
Hae in terdiam. Bukannya ia bingung ataupun malu untuk mengatakannya, hanya saja menurutnya Jisoo tidak seharusnya tahu. "Tidak sekarang.." Batin Hae in.
"..Kita sudah sampai." Balas Hae in mengalihkan pembicaraan.
Mereka sampai di Cafe.
•>
"Emm aku baru sadar sedari tadi aku memanggilmu tanpa embel pak.." Resah Jisoo benar-benar lupa bahwa Hae in ini dosen yang seharusnya ia hormati.
"Tidak masalah." Jawab Hae in singkat.
"Em oke.."
Ma-ti To-pik lagi. Hae in selalu berhasil mematikan topik. Ini alasan Jisoo memilih untuk diam. Terlalu sulit mencari topik baginya.
Mereka pun makan dalam diam.
20 menit berlalu, dan masing-masing mereka telah selesai makan dan siap untuk pulang. Begitu saja? Benar-benar hanya makan bersama?
Benar-benar flat tidak ada bumbu romantis sedikit pun.
"Em Hae in.. Aku tidak perlu diantar, nanti ada temanku yang akan jemput," Imbuh Jisoo menatap Hae in canggung.
Hae in seperti biasa hanya diam sambil menatap Jisoo. Aku tidak ada niat mengantarmu juga.. Hae in membatin.
"Baiklah, aku pamit pergi terlebih dahulu." Pamit Hae in.
Sedikit sedih, Jisoo hanya tersenyum sambil mengangguk paham.
"..Apa perlu kutunggu sampai temanmu datang?"
Pipi Jisoo bersemu merah mendengar tawaran baik Hae in. "B-boleh.." Jawab Jisoo tak menolak.
Selagi menunggu Joshua yang datang untuk menjemput Jisoo, Hae in dan Jisoo tak perlu ditanya lagi, tentu saja mereka hanya diam. Kesunyian bisa saja memeluk mereka jika saja cafe ini tidak ramai.
Tin! Tiinn..!
Suara klakson mobil membuat kedua insan yang sedari tadi diam langsung menoleh. Joshua sudah datang.
"Hae in, aku duluan, ya." Pamit Jisoo sedikit membungkuk kemudian bergegas pergi memasuki mobil Joshua.
Tepat setelah kepergian Jisoo, Hae in langsung keluar juga memasuki mobilnya dan pergi ke sebuah restoran mahal.
Di dalam mobil Joshua,
"Apa kau menunggu lama, Sooya?" Tanya Joshua khawatir karena ia datang terlambat.
Jisoo terkekeh kemudian mengisengi Joshua sedikit, "Aku sudah menunggu 1 jam sampai ada om-om yang mengangguku, shua." Protes Jisoo dengan nada sedih yang dibuat-buat.
"Benarkah? Sialan. Mengapa kau tidak memberitahuku?? Seharusnya aku memukul om-om tua tidak tahu diri itu terlebih dahulu!" Ucap Joshua kesal dan panik di waktu bersamaan.
Bahkan wajahnya terlihat penuh kerutan.
"Hahahhah.. Astaga hahah.. Aku hanya bercanda Shua." Tawa Jisoo pecah. Puas melihat reaksi Joshua.
Joshua melirik Jisoo yang menertawakannya kemudian berdecak kesal. "Kau selalu mempermainkanku," Rajuk Joshua kemudian ikut tertawa.
Di lain tempat,
"Nona Tiffany?" Panggil Hae in memastikan.
Gadis yang dipanggil pun menoleh. "Ouh iya. Mr. Hae in, right?" Tanyanya balik memastikan.
"Iya." Jawab Hae in singkat seperti biasanya.
Hae in langsung mengambil posisi duduk di depan wanita yang bernama Tiffany tersebut.
Ibunya benar-benar tidak membuang waktu, dan mengatur jadwal kencan buta untuk Hae in. Disini lah ia sekarang, di sebuah restoran bintang 5 menemui pilihan ibunya.
"Mr. Hae in. Apa warna kesukaanmu?" Tanya Tiffany basa-basi. Tentu saja harus dia yang membuka pembicaraan jika tidak mau diam-diam an sampai makanannya datang.
"Tidak ada."
Tiffany tertegun mendengar jawaban Hae in. Manusia mana yang tidak punya warna kesukaan?
"Aku dengar dari Ibumu, kau suka bermain golf dan sidah mengusainya. Apa kau mau mengajariku?" Tanya Tiffany memulai pendekatan.
"Tidak. Jadwalku terlalu padat." Hae in menolak tanpa beban.
Dingin seperti biasanya.
Shit.. What's wrong with him?? Tiffany membatin kesal dengan respon Hae in.
"Apa kau ada rencana nikah secepatnya?" Tanya wanita blaster Jerman tersebut.
"Iya." Jawab Hae in karena ia tahu kemauan ibunya pasti melihatnya menikah secepatnya.
Tiffany tersenyum manis. "Good. Aku juga," kekeh Tiffany malu-malu. "Ah— by the way, apa kau suka restoran ini? Aku yang memilihnya secara pribadi."
Mata Hae in menatap Tiffany sebentar kemudian berkeliling melihat sekitar restoran.
Cukup bagus.. Batin Hae in menilai restoran tersebut.
"Aku suka." Jawab Hae in singkat.
*
Di tempat yang sama,
"Jadi maksudmu... Kita akan MENIKAH???!" Kaget Jisoo dengan wajah panik.
"Shtt tenanglah.." Tukas Joshua melirik orang-orang di sekitar mereka yang mulai menjadikan mereka objek perhatian.
"Bagaimana aku bisa tenang??! Oh Tuhan! Ini terlalu Gila..!" Resah Jisoo.
Joshua memijat keningnya tak kalah frustasi. "Orangtua kita mengira kita mempunyai hubungan special. Lebih dari sekedar berteman.. Mereka dengan inisiatif menjodohkan kita, hah.."
Jisoo menggigit bibirnya. Kebiasaan yang dilakukannya ketika panik.
Bukannya ia tidak mau menikah, hanya saja dengan Joshua?? Tidak pernah sedetik pun terlintas di pikirannya untuk menikahi sahabat kecilnya tersebut.
"Dengar, aku juga tidak mau. Karena aku sudah mempunya kekasih," Jelas Joshua.
Anggukan datang dari Jisoo. Iya, ia tahu Joshua berpacaran sejak SMA dengan seorang gadis pedesaan yang ia temui ketika kemah.
"Shua, bagaimana jika kau memberitahu mereka tentang hubunganmu dengan Jihyo?" Saran Jisoo.
"Lebih baik aku menikahimu daripada membahayakan Jihyo..!" Tekan Joshua menatap Jisoo serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐂𝐨𝐥𝐝 𝐋𝐞𝐜𝐭𝐮𝐫𝐞𝐫 𝐢𝐬 𝐌𝐲 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 ✨
Fanfic[END HALFWAY] Menikahi Dosen dingin yang dipuja oleh gadis-gadis di kampus membuat Jisoo memutuskan untuk merahasiakan pernikahannya dengan Hae in. Sifat Jisoo yang sangat bertolak belakang dengan Hae in membuatnya beberapa kali lelah dengan perlak...