Terdiam.
Hancur kata, semakin sakit pendam.
Katanya, mengguris semua rasa. Tiada satupun yg tersisa.
Ego yg kujinakkan, begitu saja kulepas.
Tiada salam tiada pinta. Malah, aku yg memberi salam.Sial.
Berdarah rasanya, bila dikata seolah aku yg salah.
Ungkit, ungkit, ungkit.
Katanya, semua yg tersimpan didada, sini kuceritakan dgn sengsara.
Dua soalnya, aku jauh? & perihal barang yg tidak dijanjikan utknya tp diharapnya?Bodoh.
Iya! Baru perasan. Dia! 555555Tapi, katanya,
aku tidak bisa menjauh darinya. Tapi, kalau dia menjauh, dia betul2 menjauh.
Tapi, dulu... katanya,
aku, senang! kalau org menjauh, aku pun menjauh.Sekarang,
aku berhempas pulas, membuang muka, mengelak pandang, menutup mulut, bergerak jauh dr dia. Seolah-olah dia tiada.
Payah! Dia ada.
Datang, membagi muka, memandang sayang, membuka mulut, bergerak dekat, seolah-olah hmmm.Izinkan aku berkata kasar, dia anjing.
Berasa dia si paling paling penting, si paling paling aku mengikut katanya, si paling paling ARGHHH CUKUP, makin ku taip makin sakit kurasa, BABI.Minta maaf.
YOU ARE READING
Puisi Nafsi
PoetryBait puisi yang tiada makna, bukan puisi cuma isi hati, curahannya diluah ikut alur puisi, bicara dalam hati, jarinya main aksi. Baca, jgn bermadah. Mungkin ada kepalanya tidak dapat kau baca. Dengan itu, baca lagi. Awalnya ini hanya huruf yg bersam...