Ketoprak

49 2 1
                                    

Kenangan itu masih ada. Tersimpan rapi pada sepiring ketoprak dengan ekstra kerupuk warna-warni seperti biasa.

"Mbak, udah lama banget ya kita nggak ketemu?"

Sapa Pak Andi, penjual ketoprak langgananku itu.

"Iya Pak, abisnya pandemi sih, jadi ga pernah ke sini lagi."

Aku setia berdiri di samping gerobak ketoprak Pak Andi. Sama sekali tidak berminat untuk duduk.

"Masnya kemarin ke sini mbak. Ternyata ngga sama mbaknya lagi," meskipun tangan lihainya sedang meracik sepiring ketoprak dengan tiga cabe rawit, tapi Pak Andi masih sempat mengajakku bicara.

"Iya pak," jawabku sambil senyum.

Ternyata makanan kesukaannya masih sama. Hanya teman makannya saja yang kini berbeda.

"Emang udah selesai kok Pak dari enam bulan yang lalu," Aku sedikit menjelaskan.

"Oh? Iya ya mbak? Padahal kalian itu udah cocok banget loh."

Aku hanya membalas dengan seulas senyum. Miris. Percuma kalau orang lain selalu berujar kami cocok, namun kenyataannya dia memilih orang lain. Mengistimewakan orang lain. Menjadi 'the first person who I call when I'm worried' bagi orang lain.

"Ekstra kerupuk mbak?"

Aku mengangguk sembari tersenyum simpul di balik masker. Masih sama persis seperti dulu. Rupanya, hanya kami yang berubah. Tapi, tempat favorit kami untuk sarapan tidak pernah berubah. Pun dengan menunya.

"Berapa, Pak?" Tanyaku tatkala Pak Andi menyodorkan kantong kresek berisi ketoprak dengan ektra kerupuk itu.

"Masih sama kayak dulu kok mbak, sepuluh juta," jawab Pak Andi sambil terkikik. Ternyata harganya masih sama. Sepuluh ribu rupiah yang seringkali disebut Pak Andi sebagai sepuluh juta.

"Makasih ya Pak," tuntasku sambil menyodorkan uang sepuluh ribuan.

"Iya mbak sama-sama. Saya doain semoga mbak dapat yang lebih baik ya."

"Iya pak. Aamiin. Yaudah, saya duluan pak."

"Oke mbak, hati-hati."

Bersamaan dengan salam perpisahanku dengan Pak Andi, ponsel di genggamanku bergetar, nama 'GAMA' persis dengan huruf kapital tertera di sana. Ku angkat telton darinya sesegera mungkin.

"Halo, kamu lagi dimana?"

"Ini baru aja beli ketoprak buat sarapan."

"Nanti jam 9 aku jemput ya, jadi kan ke Gramedia?"

"Jadi kok. Oke, yaudah aku mau balik dulu yaaaa."

"Oke ati-ati. Jangan sampe lecet ya."

"Motornya?"

"Ya, kamu dong masa motornya sih, hmm."

Aku hanya tersenyum geli. Doa Pak Andi memang manjur. Nyatanya, langsung terkabul.

- E N D -

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang