06. Masa Muda

1.8K 97 4
                                    

Aku tidak pernah berjanji untuk sebuah perasaan, tapi aku berusaha berjanji untuk sebuah kesetiaan - BJ Habibie

***
Sean kembali melirik jam tangan miliknya, sudah 20 menitan ia menunggu kepala sekolah yang katanya sedang rapat, namun sampai saat ini kepala sekolah tersebut tak kunjung selesai rapatnya.

Sore ini sebenarnya Sean ingin mengkonfirmasi jika Sean ingin membatalkan diri untuk mementoring murid bernama Alicia Tiffany. Hidupnya tak akan tenang jika Sean masih mementoring siswi bernama Cia, itu fikir Sean.

Sean berjalan keluar dari ruangan kepala sekolah. Karena sudah lama menunggu, mungkin besok Sean akan bilang saja untuk membatalkan nya.

Sekolah saat ini terlihat sepi sekali, seperti tak ada tanda tanda kehidupan. Biasanya tidak sesepi ini, pikir Sean.

Sean memutuskan untuk pulang karena sudah hampir malam, masih ada hari esok untuk bertemu kepala sekolah.

Sean tiba di parkiran, hanya tersisa motornya saja yang terparkir di sana. Sepertinya sekolah benar-benar kosong, dan guru juga semua nya sedang rapat. Sean melakukan motornya menuju gerbang, namun atensi matanya kini beralih pada 3 siswi yang berdiri di depan gerbang sekolah.

Satu orang siswi sedang menangis, yang satu lagi menenangkan suatu yang menangis tersebut, dan yang satu lagi katanya tertutup dengan tubuh yang penuh luka dan darah di sekujur tubuhnya.

Sean memarkirkan motornya di tempat pos satpam. Sean turun dari motornya dan berlari menghampiri ke tiga gadis tersebut. Sepertinya ada suatu masalah, apalagi salah satu gadis penuh dengan luka dan darah.

"Kenapa?" Tanya Sean.

"Dia....Dia meninggal" Tangis Cia semakin kencang.

Tak banyak kendaraan yang berlalu lalang karena cuaca yang mendung dan sudah hampir mau Maghrib. Tak ada yang bisa Sean mintai tolong membantu. Sean hanya membawa motor, bagaimana cara membawa gadis yang terluka parah itu?

"Kita udah telpon ambulance untuk datang, tapi sampai sekarang belum datang" Lirih Zizi sambil menatap Sean.

Sean mengangguk paham. Kenapa ia jadi merasa ikut panik juga?

Tak lama, suara sirine ambulance akhirnya terdengar. Namun, mereka sudah terlambat menyelamatkan 1 nyawa.

***

Cia memeluk Sean dengan erat. Sebenarnya Sean merasa risih karena pelukan tersebut, tapi karena keadaan Cia yang sedang tidak baik-baik saja itu, Sean mau tidak mau merelakan pundaknya dijadikan sandaran, apalagi air mata Cia sudah tembus ke badan Sean dan menjadi seragam Sean.

Setelah ambulance datang, dengan cepat gadis yang terluka itu di angkat ke dalam ambulance. Meskipun sudah tak bernyawa, Sean meminta untuk di autopsi. Cia awalnya ingin ikut di dalam mobil ambulance, namun Zizi melarang karena mungkin takut membangunkan gadis yang terluka parah itu, ga Deng bherchandyaa. Zizi menyuruh Cia bersama Sean karena Zizi pusing mendengar tangisan Cia yang tak henti, juga biar Cia bisa berduaan sama Sean. Jahat tapi baik.

"Cia ngerasa bersalah karena telat ngebantu dia. Semua salah Cia. Dia bilang, mereka jahat, tapi siapa? Mereka yang ngebully? Tapi tadi tidak ada murid yang masih ada di sekolah kecuali Cia sama Zizi, Cia bingung mau minta tolong ke siapa" suara Cia terdengar bergetar ketika mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kita gak ikutin ambulance nya, kak?" Tanya Cia ketika sadar jika di depannya tidak ada mobil ambulance.

"Rumah gue" jawab Sean.

"Ngapain ke rumah Kakak?"

Sean terdiam. Benar, kenapa Sean malah mengajak Cia untuk ke rumahnya?

"Kak" panggil gua lagi "Cia mau ke rumah sakit, Zizi sendirian nanti pulangnya" ucap Cia kembali.

Sean tak menggubris ucapan Cia "Pegangan" Ucap Sean singkat.

"Pegangan? Aaa kak Sean pelan pelan" Teriak Cia dengan tiba tiba langsung memeluk pinggang Sean. Mimpi apa Cia semalam sampai bisa berpelukan dengan Sean seperti ini, apalagi naik di motor milik kak Sean. Motornya aja keliatan keren, apalagi yang punya nya.

"Tenangin dulu diri Lo, jangan mikirin orang lain terus. Temen Lo bukan anak TK yang harus di temenin terus"

***

Zizi berjalan di lorong rumah sakit. Sepertinya Cia tak akan menyusulnya menuju rumah sakit, karena sebelumnya Zizi melihat motor milik Sean yang berbelok berlawanan arah.

Setelah mengantar jenazah ke ruang autopsi, Zizi lebih dulu berbincang kepada sang dokter untuk masalah biaya tersebut. Namun, dokter tersebut berkata untuk tidak perlu memusingkan masalah biaya, ada yang sudah membayarnya sebelum itu.

Matanya mengedar melihat sekeliling rumah sakit. Zizi bersyukur masih diberikan kesehatan rohani dan jasmaninya. Masih banyak orang yang memiliki kekuatan yang masih tersenyum atau kekurangannya, padahal Zizi tau jika orang tersebut mau normal seperti manusia normal lainnya.

"Anjir" gumam Zizi ketika melihat seorang pria yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Zizi membulatkan mata nya dan langsung berbalik arah. "Mati gue" batin Zizi berteriak.

"Gimana nasib pacar Lo?"

Zizi membulatkan matanya ketika seseorang yang sangat Zizi hindari berjalan di sampingnya. Bagaimana pria itu tau jika Zizi adalah gadis yang kemarin. Rasanya ingin sekali Zizi memukul wajah mengesalkan milik pria itu, tapi kalo di pukul yang ada Zizi malah kena banting duluan.

"Bukan urusan lo" ucap Zizi. Zizi berusaha berjalan cepat agar pria yang di sampingnya itu tidak mengikutinya, namun pria tersebut masih saja mengikutinya.

"Lo kenapa ngikutin gue?" Tanya Zizi kesal sambil menatap pria itu.

"Siapa yang ngikutin Lo, gue mau liat liat suster disini, cantik cantik banget. Apalagi yang itu"

Zizi melihat ke arah dimana pria itu menunjuk. Cantik sih memang susternya, tapi Zizi tidak peduli. "Yaudah Sono, mintain nomornya sekalian" Ucap Zizi asal.

"Bener!!" Pria itu langsung berjalan menghampiri suster yang sedang mencatat sesuatu. "Hai cantik, eh suster"

Zizi rasanya ingin menjatuhkan rahangnya ketika melihat pria itu benar benar menghampiri dan menyapa suster tersebut.

"Boleh minta nomornya gak sus? Takut ada keperluan kalo nanti saya mau ngeliat suster" suster tersebut tersenyum mendengarnya.

"Anjir, susternya sampe malu malu tai kucing" Ucap Zizi tak habis fikir.

"Makasih ya cantik, eh suster maksudnya. Aku pulang dulu yah, mau istirahat, nanti aku hubungin" setelah mengucapkan itu, pria itu langsung meninggalkan suster tersebut dan berjalan menghampiri Zizi yang masih terdiam melihatnya.

"Lo kayaknya cocok jadi penipu deh, muka Lo juga mendukung banget" Ucap Zizi frontal.

"Haha, baru kali ini ada yang bilang wajah gue kayak penipu. Mungkin ini harus gue catet" Tawa pria itu renyah.

***

Jangan lupa...

-Vote
-coment<3

She Stupid! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang