Tujuh

1 0 0
                                    

𝙺𝚊𝚝𝚊-𝚔𝚊𝚝𝚊 𝙸𝚝𝚞 𝚃𝚒𝚍𝚊𝚔 𝙳𝚊𝚙𝚊𝚝 𝙳𝚒𝚙𝚎𝚛𝚌𝚊𝚢𝚊

»»——⍟——««

"Aduh Ndin, kok kamu melamun terus dari tadi?" pekik Bu Marni sembari merebut pisau yang Nandini pegang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aduh Ndin, kok kamu melamun terus dari tadi?" pekik Bu Marni sembari merebut pisau yang Nandini pegang.

Sedari tadi gadis itu terdiam melamun. Bahkan ikan yang awalnya masih segar terhinggap oleh kerumunan lalat yang tertarik akan bau amisnya.

Nandini langsung mundur karena terlonjak kaget. "Maaf, Bu," pintanya.

"Tidak apa-apa, Ndin. Sudah kamu ikut Sekar ke depan saja," titah Bu Marni yang langsung Nandini turuti tanpa bantahan.

Bisa menjadi jelek ikan-ikan itu jika Nandini terus melamun disela pekerjaannya. Pikirannya tengah penuh, bukan hanya lamaran Karso yang sulit ia tolak. Namun, Sanjaya Adi Prasaja ikut memenuhi kepalanya.

"Ndin," panggil Sekar sembari melambai-lambaikan tangannya.

Dengan penuh tanda tanya Nandini menghampiri Sekar. "Ada apa?" tanya Nandini.

Matanya ikut melihat arah yang tengah Sekar tunjuk dengan dagunya. Mengesalkan, Nandini dengan jelas melihat Sanjaya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Terutama dengan senyum jahil Sanjaya yang sukses membuat Nandini memutar bola mata jengah.

"Siapa orang aneh itu, Ndin?" tanya Sekar bingung. "Dari tadi memperhatikanmu, bahkan sejak kamu masuk ke warung," jelasnya.

Nandini mengangkat bahu acuh. Walaupun dalam benaknya dia ingin sekali melempar sandalnya ke kepala Sanjaya untuk kedua kalinya.

"Tuh-tuh." Sekar menyikut-nyikut bahu Nandini. "Aneh banget Ndin, untung ganteng kalau tidak aku pasti sudah mendatangi sembari mengamuk."

"Memang ada bedanya orang aneh ganteng atau tidak? Lebih baik didiamkan saja, Kar. Toh orang itu tidak menggangu kita," ujar Nandini sembari melayangkan tatapan tajam pada Sanjaya.

Namanya juga Sanjaya. Dia malah semakin menjahili Nandini dengan tatapan serta senyum bodohnya. Lambaian tangan yang tak henti kala Nandini menatapnya tajam.

"Sepertinya orang itu suka padamu. Lihat saja tatapan matanya tidak bisa berbohong. " Lagi-lagi Sekar menyikut Nandini membuat gadis itu terdorong ke depan.

Lama kelamaan Nandini juga merasa risih melihat seorang Sanjaya duduk di sebrang warung Bu Marni. Dengan langkah penuh emosi. Nandini berjalan menghampiri Sanjaya. "Untuk apa kamu kemari?" tanya Nandini dengan ketus saat sudah berada di depan Sanjaya.

"Kalau aku bilang sedang mengikuti pacarku, apa kamu marah?" Sanjaya menaikkan sebelah alisnya.

Mata Nandini membulat sempurna. "Mana pacarmu? Bawa pergi dari sini beserta dirimu juga," sentaknya.

"Heh!" Nandini mencoba melepaskan tangannya yang tiba-tiba digenggam erat oleh Sanjaya.

"Kenapa?" Sanjaya mengernyit bingung. "Katanya aku boleh membawa pacarku pergi," ujarnya sembari menatap lamat manik mata Nandini.

ARUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang