𝙰𝚗𝚎𝚑 𝚃𝚊𝚙𝚒 𝙼𝚎𝚗𝚊𝚛𝚒𝚔
»»--⍟--««
"Oh, jadi yang kamu maksud perempuan aneh itu Nandini?" Danu mengangguk mengerti setelah Sanjaya menjelaskan kejadian kemarin.
Nandini, entahlah gadis itu berada di pikiran Sanjaya terus-menerus. Tak ada yang spesial dari gadis bernama Nandini itu. Selain gadis itu tidak tau harus mengucapkan maaf setelah melakukan kesalahan. Tapi tak apa, karena itu Sanjaya jadi punya kesempatan untuk bertemu dan menganggu Nandini.
"Setiap seminggu sekali Nandini bekerja di sini," ujar Danu sembari meminum kopi di cangkir kecil.
Mereka berdua tengah menikmati indahnya senja di tepian pantai. Ditemani secangkir kopi dan keripik singkong, mereka berdua sudah seperti anak indie penikmat senja.
Sanjaya mengangguk paham. Namun, bagaimana mungkin dia bisa menunggu gadis itu seminggu lagi. Sepertinya Sanjaya tidak bisa sehari pun tanpa memikirkan Nandini.
"Kamu tidak bisa menemuinya di rumah," jelas Danu tanpa Sanjaya minta. Namun, penjelasannya kali ini membuat Sanjaya bingung. Memang ada apa Nandini dengan rumahnya?
"Ah, lebih baik aku tidak menceritakannya." Danu kembali menyesap kopi dari cangkirnya. "Kamu bisa bertemu dengannya di pasar, dia di sana setiap hari."
Entahlah, apa yang Danu sembunyikan. Sanjaya tidak terlalu penasaran, paling penting sekarang dia sudah tau dimana dia bisa menemui Nandini.
"Kamu suka Nandini, Ya?" Sanjaya langsung tersedak setelah pertanyaan Danu masuk ke dalam telinganya. "Wah, beneran jatuh cinta?" Danu memukul pelan lengan Sanjaya sembari terkekeh.
"Mana ada." Sanjaya meletakkan cangkirnya di atas meja. "Dia cuma sedikit lebih menarik daripada perempuan lain," lanjutnya.
Danu menatap Sanjaya dengan tatapan yang sulit diartikan. Sepertinya Danu menaruh curiga pada Sanjaya. "Seorang Sanjaya yang tidak pernah tertarik pada perempuan, tiba-tiba jatuh cinta pada seorang gadis desa," celetuk Danu diakhiri dengan tawa mengejeknya.
"Memangnya tidak boleh?" Sanjaya mencebikkan bibirnya kesal. Bibir tipis Sanjaya itu sekarang monyong seperti bebek.
"Boleh kok, tapi apa yang kamu suka dari Nandini?" Sanjaya sendiri tidak tau apa yang membuatnya menyukai gadis itu. "Kamu tertarik dengan suara cempreng Nandini yang menusuk telinga itu? Atau tatapan matanya yang setajam pisau itu?" Lagi-lagi Danu tertawa mengejeknya.
Sanjaya jadi kesal sendiri pada Danu. Dia mengambil segenggam keripik lalu ia sumpalkan pada mulut Danu. "Tuh, rasakan!" ujarnya lalu meninggalkan Danu.
Tiba-tiba Nandini merasakan telinganya panas. Gadis itu menggosok telinganya sebelum kembali pada kegiatannya. Membersihkan sisik-sisik ikan.
"Ndin!" seorang gadis sebaya dengan Nandini datang memeluknya. "Aku lulus!"
Gadis itu Sekar Arum, biasanya Nandini memanggilnya Sekar. Dia adalah anak Bu Marni-pemilik warung ikan yang dijaganya dan juga sahabat Nandini sejak kecil.
Nandini ikut senang mendengar Sekar lulus SMA. Memang jika di zaman sekarang lulus SMA bukanlah hal yang luar biasa. Namun, tidak bagi sebagian besar warga pesisir pantai itu. Bisa bersekolah sampai SMP saja sudah sangat bersyukur.
"Lalu kamu mau kuliah dimana, Kar?" tanya Nandini.
Wajah Sekar nampak ragu. "Mana mungkin, Ndin. Aku tidak sepintar dirimu. Dan juga uangku tak sebanyak keluarga Mas Danu," jawab Sekar. Sorotnya semakin sayu, lemas dan tak bertenaga. Sedikit menyesal Nandini melontarkan pertanyaan itu pada Sekar.
"Aku juga tidak sepintar itu, Sekar. Perempuan pintar macam apa yang hanya lulus sekolah dasar," guyon Nandini. Meski dalam batinnya sesak mengingat fakta bahwa dirinya hanya mampu bersekolah sampai lulus sekolah dasar.
"Kalau kamu mau, pasti kamu bisa kuliah," ucap Nandini memberi semangat.
"Halah, untuk apa sekolah tinggi-tinggi. Perempuan itu akhirnya cuma di dapur," celetuk seorang ibu-ibu yang tengah menggendong anak balitanya.
"Itu mah pemikiran Dhe Warsi saja, sekarang sudah gak zaman lagi perempuan cuma tunggu dapur," balas Sekar tidak terima. Ya, Sekar dan Nandini itu memiliki sifat yang hampir sama. Mungkin karena mereka tumbuh bersama.
Dhe Warsi langsung diam tidak bisa membalas ucapan Sekar. Wanita berusia 40 tahunan itu hanya memandang sengit Sekar lalu melenggang pergi.
Nandini dan Sekar saling bertatapan sebelum keduanya tertawa terbahak-bahak. "Kamu ini, Kar," ujar Nandini sembari menyenggol lengan Sekar.
"Habisnya kesal, Ndin," jawab Sekar.
Nandini menggeleng pelan sembari tertawa. "Kamu kan masih bisa ikut beasiswa, bukannya kamu pernah juara lomba menggambar?" tanya Nandini.
Kepala Sekar menggeleng pelan. "Mungkin aku akan merantau ke luar kota dan mengumpulkan biaya untuk kuliah."
Nandini menepuk kencang bahu Sekar. "Kalau begitu kamu harus semangat. Kamu kan sudah punya tujuan, sekarang tinggal kamu jalani saja, kan?"
Sekar menarik Nandini ke dalam dekapannya. Meski Nandini berusaha menepis. Dia sadar tubuhnya sekarang penuh bau amis karena berurusan dengan ikan seharian. Namun, Sekar tidak menggubris dan tetap memeluk Nandini dengan erat.
Hubungan mereka layaknya saudara kandung. Itulah mengapa sehebat apa pertengkaran Nandini dan Sekar mereka selalu kembali seperti semula.
Keduanya melepas peluk. "Nanti kalau sudah sukses jangan lupa sama aku ya," ujar Nandini.
"Heh, mana mungkin aku melupakanmu. Kalau aku sudah sukses nanti, aku akan membawamu kabur dari Simbokmu," jawab Sekar diakhiri dengan tawa. Ucapan Sekar itu tidak sepenuhnya bercanda. Gadis itu merasa sedih melihat Nandini yang terus dijodohkan ibunya dengan orang-orang aneh.
Memang aneh, sampai Sekar sendiri heran. Gadis secantik Nandini ini selalu dilamar lelaki dengan penampilan kurang menarik. Seperti bapak-bapak botak, pria dengan rambut gondrong kurus kering seperti ikan teri, dan kali ini juragan hamil kalau kata Nandini.
Nandini ikut tertawa sebab celetukan Sekar. "Aku tunggu lho, Kar," balasnya sembari terkekeh.
»»--⍟--««
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUS
RomanceNandini, gadis yang berjalan di pantai sambil menggerutu. Sandal japit putusnya yang tak sengaja terlempar mengenai kepala seorang lelaki tampan. Ketidaksengajaan membawa Nandini ke dalam skenario kehidupan yang baru. Sanjaya Adi Prasaja, lelaki yan...