Enam

4 0 0
                                    

𝙿𝚊𝚌𝚊𝚛 𝚊𝚝𝚊𝚞 𝙱𝚞𝚔𝚊𝚗? 𝙹𝚊𝚠𝚊𝚋𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝙸𝚢𝚊

»»--⍟--««

Sanjaya mendapat sebuah pukulan keras pada pipi kirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sanjaya mendapat sebuah pukulan keras pada pipi kirinya. Pengakuan bodohnya itu membuat seorang pria yang Sanjaya yakini adalah ayah Nandini marah besar.

"Bapak!" pekik Nandini yang melihat Sanjaya tersungkur ke lantai. Senyum kemenangan tercetak jelas di wajah Karso.

"Siapa bocah tengil ini, Nduk? Berani-beraninya datang ke rumah dan mengaku sebagai pacarmu?" sentak Bapak.

Nandini tidak pernah melihat bapaknya semarah ini. Apa memang bapaknya ini tidak rela jika Nandini bersama lelaki lain yang bukan Karso.

"Dia memang pacar Nandini," sahut Nandini dengan lantang.

Pipi Nandini langsung berubah merah setelah tamparan yang simboknya berikan. "Tidak boleh." Napas simbok tersengal-sengal karena emosi yang tengah memuncak.

"Kenapa? Nandini harus menerima lamaran dia?" Tujuknya pada Karso yang tengah tersenyum puas. "Sampai mati pun Nandini tidak akan sudi," pungkas Nandini lalu menarik Sanjaya pergi dari rumahnya.

Mereka berdua berjalan menjauh sampai pada pesisir pantai yang tengah ramai orang. Pagi hari begini memang paling cocok untuk singgah menikmati indahnya pantai.

Jantung Sanjaya tak berhenti berdegup kencang setelah Nandini mengatakan bahwa dia adalah pacarnya. Ada banyak gejolak aneh yang belum pernah Sanjaya rasakan sebelumnya. Nandini membawa sebuah atmosfer yang berbeda dalam dirinya.

Mereka berhenti, di sebuah bangku yang berada di tepi pantai. Lalu keduannya duduk di bangku itu.

Dengan wajah bersalahnya Nandini menatap nanar pada pipi Sanjaya yang mulai membiru. "Maaf," pinta Nandini dengan kepala tertunduk.

Senyum Sanjaya sudah tidak bisa ditahan lagi. "Untuk?" Sanjaya menaikkan sebelah alisnya. Matanya menatap Nandini yang masih menundukkan kepala. Tatapan teduh dari seorang Sanjaya tak lepas daru sosok Nandini.

"Untuk lukamu," jawab Nandini mengangkat sedikit kepalanya memberanikan diri menatap sosok Sanjaya yang memiliki memar biru di pipinya.

"Ini bukan salahmu, tapi kamu harus mengatakan itu untuk sesuatu yang lain," jelas Sanjaya.

Lagi-lagi ucapan Sanjaya membuat Nandini mengernyit bingung. Sesuatu yang lain? Apa itu?

Nandini diam berpikir, mencerna maksud dari kalimat Sanjaya. Lalu dia mendongak dengan cepat. "Ah, aku ingat. Maaf karena tidak sengaja melempar sendal itu," ucapnya.

Inilah kata yang Sanjaya tunggu beberapa hari ini. Ternyata dia tidak perlu menunggu selama itu untuk mendapatkan permintaan maaf Nandini. "Sekarang hutangmu sudah lunas." Sedikit rasa kecewa muncul dalam benak Sanjaya. Artinya dia sudah tidak bisa lagi menganggu Nandini dengan menagih hutangnya.

ARUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang