Sembilan

3 0 0
                                    

𝚂𝚎𝚖𝚞𝚊 𝚜𝚞𝚕𝚒𝚝, 𝚖𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚜𝚎𝚕𝚎𝚜𝚊𝚒?
»»——⍟——««

Kasur Sekar yang tak seberapa lebar itu sering kali terbagi dua untuk tidur bersama dengan Nandini. Bahkan jika bergerak sedikit saja salah satu dari mereka bisa jatuh mencium lantai. Namun, di sini lah menjadi saksi keluh kesah Nandini dan Sekar.

Helaan napas kasar Sekar terdengar jelas setelah mendengar cerita Nandini. Cerita  Nandini dengan seorang tokoh baru di dalam hidupnya. "Memang aneh simbokmu itu, bapak juga biasanya tidak ikut campur tapi kenapa sampai seperti itu?" tanyanya heran.

Selama ini Bapak hanya diam saat sesuatu terjadi di antara Simbok dan Nandini. Pria paruh baya itu akan datang di akhir bagai pahlawan kesiangan, membujuk Nandini pulang dengan sebungkus nasi berlauk kering tempe.

"Sebegitu kesalnya mereka kalau kamu menolak juragan hamil itu?" Emosi Sekar menggebu-gebu, bahkan gadis itu terlihat lebih marah daripada Nandini. "Kalau aku jadi Simbok sudah jelas akan aku jodohkan kamu dengan Sanjaya," ujarnya di akhiri dengan tawa kencang.

Nandini memukul pelan lengan Sekar. Namanya juga orang tengah tertawa kadang kehilangan keseimbangan. Gadis itu terjun dari atas dipan. Di susul dengan tawa Nandini yang langsung meledak.

"Tapi kamu juga suka kan, Ndin?" tanya Sekar. Kini mereka berdua mengubah posisi menjadi duduk yang semula sudah berbaring bersiap untuk tidur.

Gelengan kepala kuat menjadi jawaban akan pertanyaan itu. Mana mungkin ada orang yang jatuh cinta secepat itu. Bahkan hanya dalam hitungan hari, Nandini bukan tipe orang yang seperti itu.

"Kamu gak bisa bohong sama aku, kita berteman sejak kecil. Aku tau kalau kamu juga suka Si Sanjaya Sanjaya itu." Bukan tebakan asal, Sekar yakin betul Nandini menyukai Sanjaya.

"Memang aku terlihat suka padanya?" tanya Nandini dengan tatapan miring tak yakin dengan tebakan Sekar.

"Dari apa yang kamu lakukan di rumahmu saat itu, jawabannya pasti iya," jawab Sekar dengan mantap.

Nandini tidak yakin akan hal itu. Bukankah yang dia lakukan saat di warung itu sebuah penolakan bagi Sanjaya? Lagipula Nandini merasa tak pantas jika dirinya bersanding dengan Sanjaya.

"Aku dan Sanjaya itu berbeda." Inilah kalimat yang terlintas di benak Nandini. Ia utarakan dan membuat sahabatnya mengernyit bingung.

Helaan napas panjang Nandini keluarkan sebelum mengatakan kalimatnya. "Sanjaya itu temannya Mas Danu, sudah pasti kalau Sanjaya itu juga anak kuliahan. Sedangkan aku?" tanya Nandini membandingkan dirinya dengan Sanjaya. "Aku cuma perempuan tamatan sekolah dasar, Kar."

"Heh!" sentak Sekar. "Kenapa kamu membandingkan seperti itu? Memangnya menyukai orang harus memandang status? Tidak Ndin, kata orang cinta itu buta. Kalau kamu dan Sanjaya saling cinta, status itu bukan apa-apa," jelas Sekar dengan semangat menggebu-gebu. Kalau masalah motivasi Sekar ini jagonya. Mungkin lain kali Sanjaya lebih baik curhat pada sekar dari pada dengan Danu.

"Terlalu cepat menyimpulkan kalau aku suka pada Sanjaya padahal hatiku tak merasakan apapun." Nandini masih teguh dengan perasaannya. Ia tidak memiliki perasaan apapun pada sosok bernama Sanjaya Adi Prasaja itu.

Sekar dan Nandini yang memiliki sifat hampir sama. Mereka berdua sama-sama teguh pada pendiriannya. "Bukan terlalu awal menyimpulkan, kita hanya perlu menghindari keterlambatan, bukan? Lagipula apa yang kamu khawatirkan? Kamu cantik, mandiri, kuat. Kamu lebih dari sempurna. Bahkan kalau aku punya wajah secantik dirimu, aku pasti akan ikut audisi jadi artis."

Celetukan aneh di akhir kalimat Sekar mengundang tawa Nandini. "Ada-ada saja kamu, sudahlah lebih baik tidur. Mikir Sanjaya cuma buat pusing," keluhnya dan langsung merebahkan diri di atas kasur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang