Bel tanda istirahat kini sudah berbunyi, lorong kelas yang tadinya sepi kini mulai ramai oleh suara murid-murid yang keluar dari kelas.
Asha memilih diam di kelas dengan beberapa anak lainnya yang membawa bekal. Mereka makan bersama dalam dua meja. Makan sambil mengobrol menganai hal yang umum dibicarakan oleh remaja, mereka benar-benar terlarut dengan obrolan tersebut hingga tidak menyadari jika jam istirahat sudah habis.
Orang-orang tersebut mendecak-termasuk Asha-karena tidak sempat ke kantin atau setidaknya menghirup udara luar ruangan. Tetapi, semuanya langsung bersorak senang saat sang ketua kelas masuk dan mengumumkan jika guru yang mengajar mata pelajaran sejarah berhalangan untuk hadir.
"Tugasnya ada di halaman 210, catatan dikumpulkan hari ini." ujar ketua kelas.
Anak-anak langsung membuka buku mereka dan mengerjakannnya agar bisa pulang lebih awal. Toh pelajaran sejarah berada di jam terakhir, jadi tidak perlu diam di sekolah dan menunggu pelajaran selanjutnya.
Asha menulis dengan cepat, tugasnya hanya merangkum beberapa bagian yang penting dan mengerjakan tugas mandiri saja. Satu persatu murid-murid sudah menyelesaikan tugasnya, ada pula yang langsung kabur begitu saja tanpa mengerjakan sedikitpun, ada juga yang mengerjakan seadanya, dan ada juga yang mengerjakannnya dengan niat seperti Asha.
Hanya ada sekitar sebelas orang lagi di kelas. Saat Asha sedang fokus mencatat, fokusnya buyar saat ada seseorang yang duduk di sebelahnya.
"Sha, ayo buruan!" desak Ivy.
"Ck! Sabar ah. Lagian mau kemana sih?"
Ivy tidak menjawab pertanyaan Asha, gadis itu malah menyilangkan kedua tangannya dan memasang muka cemberut. Melihat hal itu, Asha langsung menggetok kepala Ivy menggunakan bolpoin yang berada di tangannya.
"Don't put your face on it like that, disgust." desis Asha.
Ivy tidak menghiraukannya, ia malah merebut paksa buku catatan milik Asha dan langsung mengumpulkannya.
"Eh! Belum selesai!" teriak Asha saat Ivy melakukan hal tersebut.
Gadis yang menjadi chairmate Asha kembali dan berdiri di depan meja Asha sembari menggebraknya. Ia juga sedikit menurunkan kepalanya hingga hampir sejajar dengan wajah Asha.
"Temenin gue, sekarang. Don't accept rejection." ujar Ivy dengan nada yang sedikit mengancam.
Mendengar hal itu, Asha hanya bisa memutar bola matanya malas. Kemudian ia membereskan alat tulis miliknya tanpa berbicara apapun, sedangkan Ivy bersorak senang melihat temannya mau menemaninya.
Kedua gadis itu keluar kelas dengan ekspresi wajah yang berbeda, Iyv dengan wajah senangnya, dan Asha dengan wajah datarnya. Saat sampai di gerbang sekolah, Ivy melambaikan tangannya pada mobil yang menjemputnya. Mereka langsung masuk ketika mobil tersebut tiba di depannya.
"Take us to Queens Plaza." pinta Ivy pada sopirnya.
Dalam perjalanan, Ivy sibuk mengambil beberapa foto dirinya. Sesekali mengajak Asha yang hanya bergaya seadanya. Bisa dibilang Asha itu agak anti-camera, dirinya akan mati gaya jika berfoto lebih dari tiga kali.
Seperti sekarang, Asha hanya tersenyum sambil berpose peace, pose andalan ketika sudah tidak tahu harus bergaya bagaimana.
"Kaku, ah."
"Gini dong." sambung Ivy sambil memberikan arahan pada temannya.
Hampir lima belas menit menempuh perjalanan, mereka akhirnya sampai di tempat yang dituju. Keduanya turun setelah Ivy berpesan untuk kembali menjemput saat mereka sudah selesai.