Ide Brilliant El: Menumbalkan Eko

308 49 12
                                    

Melihat apa yang tersaji di depannya, sedikit banyak, El merasakan takut. Meski sekarang dia memiliki tubuh seorang lelaki, tetapi tetap saja yang ada di dalam sana adalah perempuan tulen. 

Kalian yang perempuan tak takut jika melihat ada gerombolan orang berpenampilan sangar sedang cekikikan? Woa! Hebat! Bagi Elysha, meski mereka semeter di depan sana dan tidak melakukan apa-apa ... biasanya dia akan langsung putar balik, kabur.

Dan di sini, konteksnya dia sadar penuh jika para preman itu mau mempraktikkan adegan delapan belas plus plus, di tempat terbuka, rame-rame pula.

Kadang membayangkan sesuatu untuk dituangkan dalam tulisan dan menghadapi kenyataan, perbedaan sensasinya bak langit bumi.

Engas kagak, takut iya.

Mengepalkan tangan erat, El berusaha menarik senyum kecil di bibir. Dia tak tahu mukanya sudah seputih apa, atau terlihat tidaknya ketegangan yang ia rasa, tapi yang jelas ... El berjuang untuk tunjukkan sikap biasa aja. Terus ia memantrai dirinya sendiri dengan meyakini semua akan baik-baik saja.

Namun dia tetap di tempatnya, enggan maju, lebih-lebih mendekat ke para 'pemain' yang harus ia rekam nanti.

"Nah, kalau dia ini ... El. El Reski," Bimo menoleh ke arah El yang terdiam dan terkesan jaga jarak. Senyum merekah di bibir pria itu ketika memperkenalkannya. "Sini dong El, kita nggak gigit kok ...," tambah pria kekar itu seraya tergelak. 

Dan karena ulah Bimo, mendadak perhatian para preman itu langsung tertuju pada El. Ia hanya bisa tersenyum tipis menyadari dirinya dipindai dari atas ke bawah. Beberapa pasang mata itu seperti hendak mengulutinya.

"Halo, El. Salken," kata El sembari membawa dirinya mendekat ke gerombolan itu. Kelerengnya menyapu sekali lagi keadaan sekitar. Ia bisa menduga mereka adalah toper handal. Mungkin kang ngangkang di sini yang perawakannya cucok ya Eko ... dan dirinya. 

Cepat, El menggeleng dalam hati. Tidak, tidak. El tak boleh pesimis. Meski badannya terkategori lebih ramping daripada toper di sini, ia masih memiliki kualifikasi sebagai seme. Atau setidaknya itulah mantra yang ia tanamkan untuk membuatnya tenang di antara percakapan tumpang tindih para preman.

"Siapa, Bim?"

"Iku to sing jaremu isok rekam karo ngedit video? (Itu kah yang katamu pinter rekam sama editing video?)"

"Mek ngerekam? Ora melu main? (Cuma ngerekam? Nggak ikut main?)"

"Emane ... bening ngono padahal (Sayang dong ... padahal bening gitu)"

El menggemeretakkan giginya kuat-kuat. Dia berusaha mengeraskan muka dan menghapus emosi di wajah. Kalau tadi dia takut, sekarang hasrat yang bercongkol di dada adalah mendepak manusia-manusia ini atau colok mata mereka satu-satu. Eh anjirlah ... jangan seret dia jadi pemain! Jangan pula ngelihatin dia kayak dia objek pemuas napsu, sat!

Berusaha menarik senyum, El membalas ucapan itu dengan, "saya hanya amatiran, kak ... tapi tenang, akan saya rekam semua adegan panas kakak dengan eko seapik mungkin hingga bisa jadi bahan coli setiap hari."

Beberapa terkejut mendengar hal ini. Eko termasuk yang memasang tampang shock atas ucapan El. Sedang El sendiri, bodoh amat. Dia buru-buru berjalan ke sisi Eko sambil berkata, "tenang, saya tahu Eko ahli pengangkangan dan dia akan memuaskan kakak-kakak sekalian sampai ke langit ke tujuh," ia pun menepuk bahu kawannya. "Nanti biar makin panas, saya bersedia memberi arahan untuk pose per pose."

Ya, benar. Agar tidak diikutkan menjadi 'pemain', dengan sadar El sedang menjual temannya sendiri.

"Kita ambil tema permainan di luar antara mob x character aja gimana, om?" El menoleh ke arah Bimo. Dia tiba-tiba cerewet, menawarkan ide dengan cepat. "Kita buat meja di sini mengelilingi satu meja panjang ... yang lain main kartu atau ngapain, terus yang garap Eko dua orang atau maksimal empat."

Eko berjengkit. Matanya membelalak. Dia sepertinya tak paham apa yang El bicarakan. Sementara Bimo, dia tersenyum lebar. Berusaha menutupi senyum, Bimo mengomentari ucapan El hanya dengan, "oh? Terus?" 

"Nanti Eko bisa di-sandwich atau apa. Karena kayaknya bool Eko masih newbie, jadi paling banter dimasukin dua batang doang. Satu tangan megang tower yang lain terus mulut nge-service tytyd lain lagi."

Bimo tertawa di sini. Wajahnya tampak puas meski Eko hanya bisa membelalak dengan muka pucat. Sudah Bimo duga kalau El ini memiliki ide-ide brilliant yang wow. Sayang dia tak mau di sentuh. Saat ini belum mau di sentuh.

Dan suka dengan adegan ini, ia menepuk pucak kepala El. "Terus nanti yang masuk gantian gitu ya? Bergilir?"

"Ya jelas om," mantap El membalas. "Oh awalannya harus masuk satu-satu dulu. Baru deh nanti kalau udah terbiasa, bisa gas ke double penet." 

Bimo mengacak rema abu-abu El begitu dia mendengar istilah-istilah vulgar dari bibir itu. Sedikit banyak dia bisa melihat warna El Reski di sini. Orang ini berpengalaman, atau sumber informasinya banyak.

Cuma tidak berpengalaman di dunia nyata saja ...

"Terus yang lagi nggak main ngapain dong?" ada satu rekan Bimo berceletuk. Ia bertanya dengan dua alis naik.

El menatap orang itu sepersekian detik sebelum mengembangkan cengiran, "main solo, bang!"

Orang itu terbahak. Dia berdiri dari posisi duduknya dan berjalan mendekat ke arah El. "Anjirlah! Masa solo?! Kamu aja deh yang layanin~" katanya sambil menyentil dahi El.

Membuat jantung El berdebar.

Panik merambat naik.

"Yang rekam siapa dong?" berusaha tersenyum polos, El bertanya. Ia sok pro akan dunia perfilman, padahal kagak. Menggerakkan mata ke sekeliling, El menumbuk kelereng lelaki itu lagi; memandangnya lekat. "Ini mau dijual belikan, kan? Dijadikan DVD atau dikirim ke forum luar negeri? Kalau nggak apik, nggak dilirik loh ..." imbuhnya, sembari membusungkan dada. Wajah El tunjukkan arogansi atas skill (palsu) yang ia miliki. Memaksa lawan bicaranya berpikir dua kali untuk menawari dirinya ikut bermain, atau mendapatkan hasil yang bagus.

El menepuk bahu Eko, "lagi pula Eko sudah lebih cukup. Lenguhan dan goyangannya mantap," kata si pemilik rambut abu itu asal. Ia tak pernah melihat Eko ngews sebelumnya. Yang ia rekam selama ini masih Akih dan semenya. Namun dengan skill ngecap yang terbatas, El berusaha mengagungkan Eko.

Semua demi menjaga keperawanan boolnya.

Dan sepertinya berhasil, karena beberapa saat berikutnya ... orang-orang macam preman itu saling pandang dan mencapai kemufakatan. Mereka pun tanpa berkomentar, bahkan yang di depan El ini hanya tertawa, bergerak mulai menata latar.

Dalam hati, El menghela napas lega.

Fiuuuh. Hampir saja ...

Hampiiiirrr saja ........

"El, dileboni loro emang ora loro? (El, dimasukin dua (batang) emangnya nggak sakit?)" tanya meluncur dari sisi El begitu topper-topper di sana sibuk sendiri. El menegang. Dia menoleh ke arah Eko yang memandangnya lurus. Di muka itu jelas nampak, dia tak tahu rasanya double penetration atau semacamnya. Polos ia sungguh bertanya pada El bagaimana rasanya jika ada dua batang memasuki pantat dalam-dalam.

Ya mana El tahu, kan ya? Tapi tak mungkin hal itu ia katakan. 

Dan akhirnya berujung mereka saling berpandangan.

Beberapa menit, mereka masih tatap-tatapan dalam kondisi bungkam.

Eko kukuh inginkan jawaban, sedang El bingung harus apa yang ia katakan.

El menunduk. Sel kelabu berpintal cepat. Sampai akhirnya ia memutuskan membuka mulut, "Nggak kok. Paling kayak dimasukin rudal gede yang menggelitik sampai rasanya kebelah dua, gitu aja ..." menjawab ala kadarnya.

Dan Eko hanya bisa menganga. Celetukan, "Hah?" meluncur dari bibir.

Namun tak ada penjelasan tambahan.

Dan mereka kembali diam-diaman. 

[]

WTF?! Why am I a boy here?! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang