Tema permainan kali ini

288 50 6
                                    

Perjalanan ke kota S cukup menegangkan bagi seorang El Reski. Dia terus memegangi hp dan mengamati aplikasi buble hijau di sana. Fokusnya hanya pada satu nama: Ibuk.

Meski Ibunya mengesalkan, El tak bisa membohongi diri jika dia khawatir. Dia tahu Bu Siti Sadiah, ibunya, harus bekerja banting tulang tiap hari demi dirinya. Meski cerewet, mintanya kadang neko-neko (aneh), wanita itu tulus menyayangi El.

Karenanya, pemuda pemilik rema abu ini tak ingin melihat sang Ibunda ... terjerat tali iblis Bapaknya.

Firasatnya mengatakan, roda kehidupan yang menyeret Bu Siti dimulai dengan kedatangan Bu Biyah tadi.

"Heh, El. Serius amat dari tadi ...," suara yang melantun dari baris depan mobil, membuyarkan pikiran El. Dia terperanjat dan segera mendongak tanpa sadar. Tak elak, kelereng abu dan hitam bertumbuk di spion tengah.

"Pacarmu?" si Sopir, Bimo, bertanya lagi. Mungkin karena seseorang yang duduk di kursi penumpang baris depan sudah molor, jadi lelaki itu mengajaknya bicara. Dugaan El biar dia terus terjaga, perjalanan melalui jalan tol ia akui memang menjemukan.

Tapi please deh, nggak kepo kayak gitu juga keles ...

Menyunggingkan senyum miring, El menutupkan ponselnya ke bibir. Manik mengerling dan dia bertanya dengan nada sarkas, "pacar, yang mana ya?"

Bimo tergelak mendengar tanya El. "Yang bikin kamu cemberut itu tuh, dari tiga hari yang lalu ..." balas orang itu santai bahkan sambil mengetuk-ketuk setir bulat di hadapan. Cengiran tampak jelas di muka kokoh orang itu.

Cengiran yang sumpah, membuat hasrat El ingin menggeplak kepalanya: stooonks. Dih, sotoy kebangetan.

Namun El menguasai diri. Dia tahu yang dimaksud si Bimo ini Mar-mar. Sejak menjadi tertuduh membuat bayangan sebagai botty-nya Mar-mar, El menahan diri untuk tidak menghubungi lelaki itu. Jiwa perempuannya sebagai Elysha mencuat, dia sedang posisi merajuk dan menarik diri. Amare menghubunginya, tentu saja. Menanyakan mengapa dia bungkam, terdiam seribu bahasa. Berujung dengan tak ia acuhkan. 

Lucunya ekspresi kesal dan gonduk pemuda abu ini dapat terdeteksi Bimo. Pria ini menyadari kekesalan penjaga warnet langganannya tepat tiga hari yang lalu. Sejak saat itu dia menganggap El sudah memiliki gandengan

Nah, ini yang harus diluruskan.

"Dia bukan pacar, astaga ... cuma—"

"Calon pacar?" selidik Bimo. Matanya berkilat menggoda. Bibirnya melekuk, berikan senyuman nista.

El terkejut dengan reaksi ini. Matanya membelalak dan pipi merona merah sedikit. Namun buru-buru ia menyangkal, "Bukan! Kita masih—"

"Dalam tahap pedekate?"

"Hmmm!" El menggerang. Kekesalan naik ke ubun-ubun. Siapa yang tak kesal jika setiap bicara dipotong seenaknya sendiri oleh orang yang sok tahu, kan?

Tunjukkan jika dia tak suka, El memutar mata dan memutuskan menyalakan ponselnya kembali, lalu menganggap Bimo setan. Maksudnya, makhluk tak kasat mata. Ia tak sudi merespon apa kata lelaki itu ke depannya.

***

Kerutan terbentuk di kening El ketika mobil yang ia tumpangi berbelok di tempat peristirahatan kilometer 7XX. Di sini, ia yang sedari tadi menggancarkan aksi bodoh amat yang disertai gerakan tutup mulut, kontan menoleh ke arah sopir. Spontan, tanya orang pada umumnya jika ke rest area, meluncur dari bibir, "mau pipis?"

Lelaki tinggi, besar nan kekar di depan tergelak mendengar pertanyaan itu. Dia menggeleng. "Aku mau ngasih tahu kamu tadi, tapi kamunya lagi porek," ujar pria berbalut kemeja kotak-kotak gelap itu seraya tertawa.

El bisa melihat di sudut bibir lelaki ini tersungging sebuah lengkungan. Heh, El merasa dia sedang disindir di sini. Sengaja banget ini Bimo mencari gara-gara.

Dan dia tak mau kalah.

"Jadi, kakak, mau beri tahu aku apa? Tentang pacar, mm?" bersendekap, El menaikkan kepalanya. Dia tahu Bimo bisa melihat olah tubuh yang ia buat. Dia sengaja memasang pose menantang dan wajah tak mau kalah, meski 'kakak' terselip dalam kalimatnya. 

Hal ini membuat Bimo ber-'heee' sambil manggut-manggut. Ia mengapresiasi bagaimana cara El tunjukkan sisi arogansi dirinya. Halus tapi sarat satire. Berusaha mendominasi dengan meninggikan diri, tapi dari beberapa sudut masih sedikit dipaksakan.

Menggemaskan.

"Bukan. Aku tahu kau sudah cukup gede untuk permasalahan romansa, El." Bimo tertawa kecil di sini, ia memutuskan untuk tidak menggodai pemuda di kursi belakang lebih lanjut. Sambil membawa mobilnya memasuki area parkir yang agak menyudut, ia melanjutkan, "aku mau ngasih tahu kalau kita mau main sebentar sebelum sampai di kota S."

El diam. Dia menelengkan kepala, menunggu Bimo melanjutkan perkataannya. Entah bagaimana dia merasa 'bom' akan dilemparkan lelaki itu habis ini.

Benar saja. Sambil menggaruk janggutnya yang tak berjenggot, pria itu melanjutkan, "botty kita tentu Eko. Nah tapi top-nya bukan aku doang." Jeda terjadi. Tanpa sadar El menegang mendengar hal ini. Dia auto membayangkan sesuatu yang iyaiya; 3some atau 4some misalnya.

"Terus rencananya ... tema main kita adalah ..." Bimo sengaja menggantung kalimatnya, ia melirik ke belakang, mengamati perubahan wajah El. "... exhibitionism."

Seketika El mengumpat, “cuk!” dan Bimo tergelak.

Detik berikutnya mobil diparkir. Tempatnya agak di sudut dan ketika keluar mobil, El bisa melihat jika tidak cukup banyak mobil di sini. Beberapa mobil mewah terparkir, jaraknya tidak dekat dan ada jeda. Di luar sana beberapa orang sedang rokokan sambil berbincang, penampilan mereka sangar, seperti preman. Uh, El melihat tato di balik kaos ketat mereka.

Jantung El berdebar. Dia curiga preman-preman ini adalah para pemain.

Benar saja. Begitu Bimo membangunkan Eko dan mereka keluar dari mobil, pria itu mendekati mereka dan bersapa dengan nada akrab, “halo bro. Gimana kabar?” lalu mereka melakukan tinju persahabatan.

Di belakang Bimo, Eko mengekor. Dia melengkungkan senyum malu-malu. Sebelum ikut menjabat tangan orang-orang di sana satu per satu, mengikuti si kepala suku.

“Eko, mas. Hehe. Mohon bantuannya, masih amatir.”

El membuat wajah wtf mendengar cara perkenalan ini. Lebih wtf lagi ketika ia melihat siapa saja yang disalami.

Si pemilik rema abu di sana auto menghitung jumlah lelaki calon top Eko.

Satu ... dua ... lima ... tujuh.

Wut?!

SEVENSOME?! Wait. Salah. GANGBANG?!

El hanya bisa melongo.

Dia membayangkan bagaimana kondisi bool Eko besok pagi. Well, nggak mungkin mereka anuan cuma beberapa jam kan kalau rame-rame begini?!

Seketika El memegang pantatnya. Hanya membayangkan, dia merasakan anunya berkedut.

Nyeri njir.

[]

WTF?! Why am I a boy here?! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang