Serangan panik

177 34 12
                                    

"Lu kenapa?" tanya itu mengalun penuh kecemasan. El hanya bisa memandang bilah biru di sana, yang lurus mengamati dari atas dan pancarkan perhatian, sambil tersenyum lemah. "Jangan bilang nggak apa, please. Lu jelas saja mau pingsan tadi," lanjut sosok berambut pirang itu lagi. Masih dengan cengkok khawatir yang sama, pandangnya penuh asan tak asan.

Dan El ... um, dia tak tahu harus menjelaskan bagaimana.

Pertama, tak mungkin dia menjelaskan kalau Rei adalah tokoh draft novel super gelap bertema romansa penuh ngew--adegan dewasa maksudnya--yang dia buat, kan? Kedua, dia malu. Cowok mana yang down karena pikirannya sendiri, terus ngurung diri di kamar mandi macem cewek ababil di ftv? Nggak ada. Yep. El Reski malu menyadari apa yang dia lakukan malu-maluin.

Ketiga. Apa yang bisa dia jelaskan di posisi begini, tidur berbalut selimut dengan dua tangan Rei mengurungnya di atas kasur, Gusti?! Mana dia ganti pakaian pakai singlet ketat! Alih-alih fokus ke pertanyaan, mata El sudah jelalatan lihat tonjolan nenen dan ot--

Oh fvck.

Ada yang bangun!

"... El?"

Dan tentu saja, Reihan menyadari hal itu.

Mereka berpandangan beberapa menit kemudian. Awalnya El biasa saja, berusaha melempengkan muka. Namun lambat laun karena lelaki di atasnya ini bukannya beranjak pergi dan malah menelengkan muka lalu mengerjap dengan polosnya dan memanggil nama El menggunakan suara ngebass seksinya ... yang mau bangun makin menjadi. Kerasnya nggak ketulungan.

Dan tentu saja, menyadari dirinya yang horny nggak jelas ... Elysha yang sebelumnya tak berbatang, seketika tegang. Muka auto memerah.

Fvck! FVVVCCCK!

GIMANA CARA NIDURIN INI ANJIR?!

NGGAK ADA TOMBOL TURN OFF BUAT BATANG OTW NGACENG YA?!

"... El. Lu sange gua giniin?"

Memalingkan muka, El mengumpat dalam hati. Kemaluannya membesar, baik secara harfiah atau literal. Bibirnya memipih, bergetar. Hatinya ingin menjerit, menangis, mengumpat. Guoblooook. Isin ora? Isin to? Jan ngisin-ngisini. Rai gedek. Kuetok mesum e. Jian. Jiaaaaaaaancoook isiiiiin. (Bodooooh. Malu nggak? Malu kan? Dih malu-maluin. Nggak punya muka! Kelihatan banget mesumnya. Dih. Anjiiiir maluuuuu). Aaaaaa. Aaaaaaaa. --begitu.

Tapi El berusaha tetap menjaga martabat diri. Dengan suara yang kentara sekali tak tenang, ia kemudian menjawab, "S-sorry. Kamu tipeku. Jadi ya ...," seraya mendorong tubuh Rei yang mengungkungnya.

Tapi uh. Lelaki berperawakan lebih besar di sana, bergeming. Hal yang akhirnya, membuat El mau tak mau kembali memandang muka tegas nan kokoh sang Arganta. Dua alisnya terangkat, ekspresi di sana suratkan betapa juta pertanyaan berkelebat dalam benak. Yang paling atas, yang paling gamblang nampak ... adalah tanya kenapa Reihan tak kunjung pergi dari atas tubuhnya? Bukannya dia tak bisa menghadapi lelaki ini jika adu tenaga, tapi kenapa? Kenapanya itu lho ...

"Tolong minggir, Mar--ah. Rei. Aku mau ke-- ah, ke kamar mandi dulu," pinta El menggunakan suara lirih. Ia menundukkan muka ketika berkata demikian. Masih tak kuasa memandang tampang di atasnya terlalu lama.

Why? Malu lah. Dia masih malu! Lebih malu lagi mengakui mau coli di kamar mandi.

Tapi ... Rei masih diam. Bergerak sedikit pun dari atas El, bahkan dia tidak.

Hal yang membuat seketika dua alis lelaki yang lebih muda di sana, kembali tertaut.

Ada yang salah. Di sini ... ada yang salah.

WTF?! Why am I a boy here?! [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang