EMPAT BELAS

105 13 0
                                    

"Aku tidak akan pernah pergi jauh darimu, aku selalu ada di sini, di hatimu.

Percayalah !! Jika kelak kita tak bertemu, bukan berarti aku sudah tak cinta."

– Bagaskara –


~~~~~~~


Entah mengapa langit malam itu begitu cerah, bintang-bintang begitu indah menghiasi malam. Amarta terduduk di meja belajarnya sembari menatap kearah luar jendela. Pandangannya kosong, entah apa yang ia lihat saat ini. Pikirannya masih tertuju pada Bagaskara, kemana laki-laki itu pergi, bahkan ini sudah berminggu-minggu ia tidak menemukan Bagaskara, bahkan bertemu saja tak pernah.

Amarta mulai menundukkan kepala seakan tak ada harapan lagi yang bisa ia tunggu. Mungkin kekasihnya itu memang sudah benar-benar pergi, tak ingin bertemu atau memang Amarta tak pantas untuknya lagi. Pikiran itu seketika berkecamuk begitu saja di kepala Amarta. Matanya perlahan meneteskan air mata, Amarta hancur, perlahan benih-benih kasih sayang itu mulai berguguran. Tubuhnya dibuatnya semakin bersandar di meja, menangis sudah Amarta dalam keheningan malam.

Tak lama jendela itu terketuk, Amarta belum mendengarnya, hingga ketukan yang beberapa kali, dengan malas Amarta mengangkat kepalanya. Apa yang dia lihat saat ini, apakah ini mimpi? Tanpa ragu Amarta langsung membukakan jendela kaca itu, hingga seseorang yang di hadapannya kini Nampak begitu nyata dan hidup. Dia masih sama selalu menggunakan hoodie berwarna sedikit gelap, merah bata dengan perpaduan kuning yang sudah mulai sedikit pudar warnanya. Amarta langsung meminta Bagaskara untuk masuk kedalam.

"Hati-hati nanti Bunda denger!!" Bisik Amarta pada Bagaskara yang saat ini tengah tersenyum di hadapannya. Bagaskara mengangguk mengerti, dengan sangat hati-hati dia masuk kedalam kamar Amarta. Lalu duduk di Kasur berwarna pink itu.

"Aku kangen banget sama kamu Gas. Jangan pergi lagi!" Pinta Amarta yang langsung memeluk Bagaskara. Namun Bagaskara masih belum menanggapi perkataan Amarta, ia hanya terus menatap Amarta dan sesekali mengelus-ngelus rambut Amarta yang begitu lembut dan wangi.

"Kamu ngga kangen aku ya? Kamu udah...." Perkataan Amarta terhenti saat jari telunjuk Bagaskara sudah berada di mulutnya. Bagaskara kembali tersenyum, tak ada kata-kata, lantas di peluknya Amarta sangat erat.

"Jangan nangis lagi ya!" Amarta mengangguk mengiyakan perintah Bagaskara. Ia langsung meraih wajah Amarta, menghapus sisa-sisa air matanya itu. Bagaskara kembali tersenyum, senyum yang membuat Amarta tak bisa berpaling lagi. Betapa indahnya ciptaanmu ini Tuhan. Bagaskara pun mendudukkan Amarta di kasurnya, lantas ia menuju kesebuah lemari pakain milik Amarta, di ambilnya sweeter yang cukup tebal dan diserahkan kepada Amarta.

"Pakailah!" Ujar Bagaskara. Amarta yang heran melihat Bagaskara memberikan sweeter hanya terbengong bingung.

"Kita jalan yuk malam ini!" ajak Bagaskara sembari terus memperlihatkan senyumnya yang bisa membuat siapapun akan terpana.

"Serius?" Kembali lagi Amarta dibuat tak menyangka, mala mini adalah malam yang selalu ia tunggu setelah bertahun-tahun lamanya. Bagaskara mengangguk mengiyakan.

"Tunggu sebentar aku pakai ini dulu." Amarta langsung bergegas mengenakan sweetnya itu dan lantas mengikuti Bagaskara keluar dari arah jendela.

"Hati-hati!" Ujar Bagaskara sembari mengulurkan tangannya kepada Amarta. Entah sudah berapa lama Amarta belajar memanjat rumahnya sendiri, dengan sigap dan cekatan Amarta melakukan itu tanpa rasa susah sama sekali. Hingga lompatan terakhir, Amarta berhasil di tangkap oleh Bagaskara, hingga membuat wajah keduanya sangat dekat, bahkan hidung Amarta dan Bagaskara sudah saling bertemu. Pipi Amarta tiba-tiba saja memerah, ia bergegas turun dari pelukan Bagaskara.

"Jadi kita kemana sekarang?" Tanya Amarta mencoba mengalihkan perasaannya yang sedang tak karuan itu.

"Ngga sabaran banget sih, sini ikut!" Bagaskara lantas menarik tangan Amarta, membawanya mendekat kearah motor yang sedikit tua, namun sudah dimodif menjadi sangat indah dan nyaman di gunakan.

"Naik!" suruh Bagaskara sekali lagi, hari ini entah mengapa banyak sekali ia menyuruh Amarta melakukan sesuatu, dan sedangkan gadis ini hanya menurut saja. Amarta sudah duduk di sana. Bagaskara pun mengenakan helm kekepala Amarta, helm dengan corak hitam dan kuning.

"Cantik." Ujar Bagaskara. Lantas ia pun naik, namun sebelum melajukan kendaraannya ia tarik tangan Amarta. Diletakkan di pinggangnya hingga mereka seakan seperti sedang berpelukan.

"Sudah siap?" Amarta mengangguk mengiyakan. Mereka berdua pun berkendara di tengah kota dengan di temani angin malam yang mulai menusuk cela-cela kulit, Amarta melepas pelukkannya dan mengembangkan tangannya seolah ingin menangkap semua angin yang sedang menerjangnya.

"Amarta!!" Panggil Bagaskara sedikit berteriak.

"IYA BAGAS, KENAPA?" Teriak Amarta juga.

"KAMU HAPPY KAN?" Amarta menganggukkan kepalanya "Banget, aku bahagia banget, Bagas."

"Ta, percaya sama satu hal ya. Kalau pun nanti aku pergi atau ngga ada aku disisi kamu. Kamu tetap bertahan ya." Amarta yang tadinya sangat gembira seketika murung begitu saja.

"Emang kamu bakalan pergi kemana?" tanya Amarta yang kini sudah mulai memeluk erat tubuh Bagaskara.

"Iya ngga kemana-mana, aku takutnya suatu saat ngga bisa ketemu kamu seperti saat ini." Ujar Bagaskara.

"Jangan pergi!" Pinta Amarta dengan sangat manja, Bagaskara lalu menyentuh tangannya sambil terus fokus mengendarai motor itu.

"Aku tidak akan pernah pergi jauh darimu, aku selalu ada di sini, di hati kamu. Please percaya sama aku Ta. Jika kelak aku tak menemui mu lagi, bukan berarti aku sudah tak cinta. Jujur aku sayang banget sama kamu." Amarta kini menenggelamkan wajahnya di balik leher Bagaskara, napasnya yang hangat menjalar di kulit leher Bagaskara. Hal yang selalu ia suka, bermanja dengan orang yang benar-benar Amarta sayangi.

Mereka berdua akhirnya sampai, Amarta Bahkan membelalakan matanya melihat kilauan cahaya bersinar di depan matanya. Ada banyak sekali wahana yang sedang di mainkan. Iya ini taman bermain, Tempat yang dari dulu selalu ia ingin kunjungi bersama Bagaskara. Dengan sangat riang Amarta berjalan sembari menggandeng Bagaskara kedalam, di sana banyak sekali wahana dan permainan. Tujuan pertama Amarta adalah permainan tembak kaleng. Dia ingin sekali mendapatkan boneka besar laiknya seperti adegan di film-film.

"Ayo Bagas, kamu pasti bisa. Harus dapat boneka besar ya!" Teriak Amarta penuh semangat. Bagaskara berhasil menjatuhkan semua kelereng, dan dengan mudah boneka besar itu kini ada di pelukan Amarta. Lihatlah betapa senangnya ia saat ini.

"Gas, aku haus. Mau minum." Ujar Amarta yang sudah kelelahan bermain wahana sejak tadi, ia terduduk lemas di salah satu tempat duduk yang memang tidak terlalu banyak orang. Bagaskara yang melihat tingkah Amarta menggemaskan hanya menggelengkan kepala saja.

"Ya sudah kamu tunggu di sini dulu ya, aku beliin kamu minum dulu." Amarta mengangguk, malam ini ia sungguh sangat bahagia. Dipandanginya terus kepergian Bagaskara dengan senyuman. Lalu Amarta merebahkan tubuhnya sembari menatap langit, ia eratkan pelukan pada boneka beruang itu. Sekali lagi ia tersenyum.

"Aku sayang kamu Bagasakara."


####
Bagaskara itu gemes banget ya aslinya, pada bingung ngga nih mau pilih siapa?

jujur aku aja yang nulis pengen milih dua-duanya wkwkwk. serakah banget ya....

btw terima kasih banget ya kalian udah setia banget nungguin aku update. meskipun kadang aku ngecewain kalian. But, aku sayang kalian.. I Love You para pencinta Nestapa....

NestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang