ANANTA 2 : TENTANG SATRIA

297 23 17
                                    

Tidak perlu mengubah dirimu hanya untuk mendapat pengakuan banyak orang. Karena orang yang tulus mau menemanimu pasti akan selalu menerima apapun yang ada pada dirimu ...

« ANANTA »

✨✨✨

Sejenak Fadhil menghela nafas, ia melirik jam yang berada di kamar ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejenak Fadhil menghela nafas, ia melirik jam yang berada di kamar ini. Kakinya pun ia langkahkan untuk mendekati seseorang yang masih tertidur pulas. Guncangan yang ia lakukan tak kunjung membuat adik bungsunya terbangun, akhirnya Fadhil berucap dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.

“Bangun! Emang mau rezeki kamu dipatok ular!”

Tak lama kemudian Ananta merasa terusik karena kehadiran Fadhil. Ia meregangkan otot tangan dan kakinya sambil menutup mulut yang menguap. Ia terpaksa duduk dengan wajah cemberut ketika diperhatikan oleh Fadhil dengan tatapan datar.

“Ayam, Mas! Aaa … lagi mimpi seru juga!”

“Bangun Adek … subuh …” ajaknya langsung menarik-narik tangan Ananta saat adik bungsunya hendak merebahkan tubuh lagi.

Ayahhh …” rengek Ananta turun dari kasur dan membiarkan Fadhil sendirian di kamarnya.

“Ngadu lagi …”

Ia berusaha bersabar dengan tingkah Ananta pagi ini. Ananta memang selalu susah untuk dibangunkan, tapi dia juga bakalan ngambek kalau semua sudah bersiap-siap menuju masjid sementara dirinya baru bangun dari tidur.

***

30 menit sudah berlalu, kakinya sudah merasakan kesemutan dan berkali-kali mengubah posisi duduk. Kini tatapannya beralih pada sosok disampingnya yang masih tampak khusyu dalam dzikir.

"Udah Mas dzikirnya?" Tanya Ananta yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Satria. Dengan sigap Ananta membenarkan posisi duduknya menjadi lebih tegap ketika Satria malah menunduk semakin dalam, wajahnya kini ditutupi oleh telapak tangan lalu memijat perlahan pelipisnya sejenak.

"Kalau mau pulang, duluan aja, Nan …" ucap Satria tersenyum seraya melirik Ananta beberapa detik, adiknya pasti pegal dan masih mengantuk, terka Satria.

Dengan cepat Ananta menggelengkan kepala, lantas berucap, "Ananta temenin aja …"

Tidak seperti hari-hari biasanya, kali ini Ayah dan ketiga Kakaknya sudah pulang lebih dulu meninggalkan Satria dan Ananta yang masih betah di dalam masjid sampai sinaran mentari perlahan terbit meninggi.

***

"Kamu ngantuk ya tadi?" Satria menoleh saat ia sudah berhasil mensejajarkan langkah dengan Ananta, adiknya masih sibuk dengan sarung baru pemberian Ayah sore itu. Mereka kini sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah saat jam di pergelangan Satria menunjukkan pukul setengah delapan.

ANANTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang