Ada banyak orang yang menyematkan panggilan Malaikat Tanpa Sayap untuk keduanya.
—ANANTA—Kedua sorot mata lemah milik pemuda yang masih berbaring di atas ranjang rumah sakit ini terus saja memperhatikan pergerakan seorang pria. Ayahnya hari ini memutuskan untuk tidak berangkat bekerja. Pria itu baru saja datang dan membalas tatapan anaknya dengan lembut seraya tersenyum.
"Ayah gak kerja?" tutur Ananta bertanya.
Pria yang dipanggil Ananta hanya menggelengkan kepala lantas duduk menghadapnya, "Ayah mau jagain Ananta aja ..."
"Wahh Ananta seneng!" serunya tanpa ragu memperlihatkan binaran manis pada kedua sorot matanya.
"Ayah tadi sempet beli makanan. Yuk dibuka nanti dimakan ..."
Ananta mengalihkan atensi pada tangan yang cekatan membuka satu persatu bungkusan makanan.
"Ayah gak makan?" tanya Ananta yang sudah duduk manis di atas ranjang mengulurkan tangan menerima sodoran bagian makanan miliknya.
"Nanti ... Ayah pengen lihat kamu makan duluan ..." kata Ayah membuat Ananta jadi sedikit kurang nyaman diperhatikan sedalam itu oleh Ayahnya sendiri.
"Dokter bilang Ananta sudah diperbolehkan pulang nanti ... Ayah seneng, kan?" tanyanya setelah menyuapkan satu sendok nasi lalu menggigit renyah kerupuk di tangannya.
"Sudah berdoa sebelum makan, pas makan jangan banyak bicara ..." tegur Ayah meraih beberapa lembar tissue untuk diberikan pada Ananta.
***
Terhitung sudah tiga hari semenjak Ananta keluar dari rumah sakit, kini pemuda itu bisa kembali nyaman menjalani aktifitasnya seperti biasa.
"Nanti Ananta ke kampus agak siang, Mas!" serunya sambil duduk mengikat tali sepatu. Satria yang kebetulan berangkat siang hanya berdiri memperhatikan dengan secangkir teh yang dipegangnya.
"Ibu masih tidur?"
"Masih ..." jawabnya mendekati Satria lalu mengulurkan tangan hendak bersalaman.
Satria mengangguk seraya mengusap kepala Ananta dengan sayang, "Yaudah, kamu siap-siap hati-hati di jalan, jangan ngebut! Biar Mas yang ganti jagain Ibu ..."
"Iya, Ananta berangkat, Mas ..."
Langkah kaki pemuda yang menggendong tas punggung dominan hitam itu cepat-cepat mendekati sebuah motor miliknya yang sudah ia panaskan sebelumnya.
Ananta lantas memakai helm dan membunyikan klakson sebagai tanda bahwa ia pamit pada Satria yang masih berdiri memperhatikannya.
***
Baru satu jam proses perkuliahan berlangsung, kini Ananta terpaksa izin untuk ke toilet membasuh darah yang mengalir dari lubang hidungnya. Rasa pusing juga datang semakin menambah kelengkapan rasa penyiksaan ketika dirinya sedang asyik mendengarkan penjelasan dosen.
Dering suara handphone pada sakunya langsung Ananta rogoh, ia mempercepat membasuh hingga bersih darah yang mengalir walaupun ia tahu mimisannya masih tidak mau berhenti.
"Nan, nanti pulangnya jam berapa?" tanya Lintang yang menelepon.
Ananta dengan paksa menggelengkan kepala untuk menghempaskan rasa pusing itu kemudian mengambil beberapa lembar tissue untuk menyumpal hidungnya. Sebenarnya ia tidak tahu bagaimana menangani mimisan namun Ananta sangat terganggu ketika darahnya tidak kunjung berhenti padahal ia mengaku bahwa dirinya tidak sedang sakit hari ini.
"Sore mungkin tapi sebelum ashar." jawabnya memejamkan mata. Ia berdiri mematung berhadapan dengan cermin seraya mendekatkan handphone tersebut pada daun telinga kanan.
![](https://img.wattpad.com/cover/306044422-288-k358032.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANANTA [END]
FanfictionSebuah kilas balik ketika Ananta masih bisa tersenyum bukan karena terpaksa. Dan merupakan sebuah kilas balik ketika Ananta pertama kali diperkenalkan pada perihnya kesakitan. "Nan, mana senyumannya?" -Satria Abizar Mahardika. "Aaaaa ... gak mau Bu...