Satu hal mengenai ospek yang tidak Saskara sukai adalah ketika tiba saatnya masa-masa berkenalan dengan teman baru. Terbukti dari Saskara yang kini sedang duduk dibawah pohon rindang sendirian ditemani bekal buatan Bundanya, itu pertanda akan Saskara malas bersosialisasi dengan kawasan barunya. Terlebih lagi, melihat sebagian anggota sekelompoknya yang heboh sedari tadi saja sudah membuat Saskara merasa lelah padahal yang beraktivitas itu mereka. Entah mengapa, Saskara merasa energinya terkuras habis-habisan.
Bisa dikatakan, Saskara perpaduan antara introvert dan ekstrovert. Ada kalanya Saskara menunjukan sisi introvert---seperti sekarang dan ada kalanya pula ia akan menunjukkan sisi ekstovert---contohnya saat dirumah. Saskara itu tipikal manusia yang apabila sudah dekat dengan seseorang, akan terlihat ceria dan banyak tingkah. Namun, jikalau baginya ia tak cocok dengan orang tersebut dikarenakan beberapa faktor, Saskara akan memperlihatkan bagian di mana ia lebih banyak diamnya dan terkesan tak peduli.
Baginya, asal ia mengikuti ospek ini dengan baik, itu sudah lebih dari cukup. Saskara tak terlalu memusingkan mau ada yang berkenalan, lalu berteman dengannya atau tidak, atau bahkan menganggapnya aneh karena selalu menyendiri. Memang sesimple itu prinsip Saskara dan Saskara sudah menerapkan dari ia menginjak bangku SMP.
Sedang asik-asiknya menikmati sandwich buatan Bunda tercinta, tiba-tiba saja kepalanya terasa nyeri bukan main di daerah puncak surai. Akibatnya, sandwich yang berada digenggamannya jadi jatuh berserakan ke aspal. Saskara menatap nanar makanannya seraya mengusap-usap kepalanya yang ternyata oh ternyata terkena bekas kaleng minuman bersoda. Sesekali juga Saskara mengaduh sakit.
"Sorry, sorry." Saskara merasakan ada yang menyentuh puncak kepalanya begitu lembut. Hal itu membuat Saskara refleks menepis kasar tangan seseorang yang belum ia ketahui rimbanya siapa. Saskara mengangkat pandangan, lalu memberikan tatapan khas tidak suka.
"Mundur." Interupsi Saskara sebab ia menyadari jarak antar dirinya dan seseorang itu amatlah dekat.
"Siap! Laksanakan, Komandan!" Seseorang itu berkata sambil hormat dan bersikap layaknya prajurit.
"Apa, sih?" Ceplos Saskara, alisnya terangkat satu. Saskara semakin merasa tidak nyaman tatkala pandangannya mengedar ke sekeliling dan berakhir mengetahui bahwa mereka sekarang telah menjadi pusat perhatian orang-orang.
Saskara menyayangkan sandwich yang baru ia lahap sekali itu. Namun, alih-alih meninggalkan sandwich itu begitu saja, Saskara malah membersihkannya terlebih dahulu. Pikirnya, jika dibiarkan pasti nanti akan ada oknum yang menyeletuk siapa dalang yang tak mau membereskan perbuatannya.
Ditengah kesibukannya yang berkutat pada sandwich, ujaran seseorang membuat Saskara mau tak mau memandanginya dengan kerutan yang tercetak jelas didahi.
"Saskara Rasa Ayudia." Eja seseorang itu. Bahkan sekarang seseorang itu juga mengikuti gayanya. Maksudnya adalah, ketika Saskara jongkok, dia pun ikut berjongkok.
Bagai ucapannya tersapu oleh deru angin, Saskara tak mempedulikannya.
"Nama yang indah." Pujinya tanpa melepas pandangan dari name tag Saskara. Sebab risih diperhatikan, Saskara cepat-cepat membalikan name tag-nya supaya data dirinya tidak terus dilihat.
Memang sih seseorang ini meminta maaf atas perbuatannya, akan tetapi bukannya langsung pergi setelah minta maaf, seseorang dihadapannya malah masih bercakap suatu hal yang ngalor-ngidul. Ditambah lagi, bukannya minta maaf sekedar minta maaf, tapi ini sambil pegang-pegang.
"Salam kenal Rasa, gue---"
"Jangan sok akrab. Bisa?" Potong Saskara sebelum seseorang itu menyudahi kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saskara & Semestanya (ON GOING)
RandomSaskara Rasa Ayudia pikir hidupnya yang terkesan monoton itu tidak akan pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Namun, bak sebuah karma, semua pemikirannya salah tatkala ia merasakan hal yang paling dianggap mustahil baginya itu. Namanya Martiks...