08. Jarak Yang Terbentang

45 5 1
                                    

Satu kata yang mampu menjabarkan situasi sekarang ialah sumpek. Saskara mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru lapangan. Suasana disekitarnya terlihat sedikit tidak kondusif---bukan tergolong sedikit lagi, namun sudah sangat tidak kondusif. Orang-orang sibuk dengan kegiatan masing-masing, sedangkan Saskara yang berdiri ditengah-tengah kerumunan masa ini sudah layaknya kambing conge. Selepas mendapatkan kembali handphonenya, Saskara yang baru menyadari jikalau arah lari Rinjanji itu membawanya ke lapangan outdoor pun langsung menghujanji Rinjanji dengan makiannya. Persetan disepanjang jalan keduanya menjadi pusat perhatian, Saskara benar-benar tengah menerapkan sikap bodoamatnya.

Saskara tidak habis pikir, mengapa Rinjani bisa-bisanya memilikikan seribu satu cara tuk membawanya ke sini tanpa disadarinya, sih??? Terlebih lagi, yang membuatnya semakin jengkel adalah ketika tiba momment di mana Rinjani terus-terusan menggodanya. Ya, sudah Saskara beri tahu diawal tentang fakta bahwasannya Rinanji sudah melihat wajah Semesta gara-gara perempuan itu menyerobot handphonenya bukan? Nah, karena itulah dari setibanya di lapangan outdoor hingga kini keduanya berada ditengah kerumunan sembari menunggu pertunjukkan dimulai, Rinjanji tidak henti-hentinya melontarkan kalimat yang berkesan mengejek dan menggoda diwaktu bersamaan.

"Nggak salah, sih, lo naksir sama, tuh, cowok. Cakep? Banget menurut gue. Vibesnya juga amat sangat berwibawa, kelihatan penyayang, terus gue yakin itu cowok dimasa depan nanti bakalan jadi suamiable banget, dah." Ujar Rinjani. Gelak tawanya yang berada diakhir makin membuat Saskara ingin membungkam mulut gacor temannya ini.

"Gue juga kalau jadi lo bakalan naksir, sih." Celetuk Rinjani.

"Diem." Peringatan Saskara dengan delikan tajam.

"Ternyata tipe lo yang dewasa-dewasa gitu, ya?"

"Apa, sih???"

Rinjani terkekeh. "Jangan salting gitu, deh."

Saskara menunjukkan dirinya sendiri tidak percaya. "Gue? Salting?" Setelahnya dia tertawa sumbang. "Gue nggak salting, tuh! Ya kali!"

"Muka lo udah kayak kepiting rebus gitu masih aja ngelak bilang segala nggak salting." Gumam Rinjani.

Saskara yang masih mendengar perkataan Rinjani barusan tidak terima, ia pun berkacak pinggang. "Apa lo bilang?!" Murkanya.

Rinjani menggeleng dan mengacuhkan bahumya cuek. "Nggak, bukan apa-apa."

Saskara merutuki dirinya sendiri, kalau saja tadi ia tidak memainkan handphonenya, maka kejadian ini tak akan terjadi. Ia menyesal? Jangan ditanya lagi, sangat menyesal malah. Kalau sudah seperti ini, kan, yang rugi itu Saskara. Mengapa dikatakan demikian? Ya karena secara otomatis Rinjani akan terus membahas "lelaki yang berada difoto tersebut" atau bahkan menanyakan secara gemblang siapa orang tersebut padanya, hubungan mereka bagaimana, dan lain sebagainya. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu makin membuat Saskara merutuki dirinya sendiri berulang kali. Saskara menghela nafas panjang. Nasi sudah menjadi bubur, penyesalan diakhir baginya sudah bagaikan harapan yang tak ada lagi wujudnya.

"HEH SASKARA LO MAU KE MANA?!" Teriak Rinjani kepada Saskara yang sudah melangkah menjauh dari kerumunan masa. Ke mana Saskara akan pergi? Sudah sangat jelas jawabannya ialah melarikan diri dari aktivitas yang membuatnya merasa sesak, terus menggerutu dan mengepalkan tangan kuat-kuat itu.

Sedangkan tepat dibelakang punggung Saskara, terdapat Rinjani yang memasang mimik wajah penuh kebingungan seraya merapalkan beberapa kalimat tanya. Pikir Rinjani, Saskara hendak ke mana??? Namun, Rinjani tidak mengejar langkah Saskara sebab sebentar lagi pertunjukan Band favoritnya akan segera dimulai. Sayang sekali apabila ia melewatkannya. Disisi lain, Saskara yang tidak memperdulikan celotehan Rinjani terus saja melangkahkan kaki jenjangnya ke suatu tempat yang ia sendiri pun masih bingung ke mana langkah kakinya ini membawanya.

Saskara & Semestanya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang