Sejak hari itu---tepatnya hari di mana Saskara meminta Sangkala untuk tak lagi menunjukkan diri dihadapannya, pada akhirnya Sangkala benar-benar mewujudkannya keinginan Saskara. Sudah sekitar 3 bulan penuh Saskara tak lagi diganggu dengan sosok yang menurutnya membawa malapetaka itu. Keberadaan Sangkala layaknya ditelan bumi, lenyap begitu saja dan meninggalkannya seolah sebelumnya tidak pernah terjadi apapun diantara keduanya.
Munafik bila Saskara mengatakan tidak ada sesuatu yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, jelas sekali ada sesuatu yang berbeda. Saskara merasa senang dan bersyukur di waktu bersamaan? Maka jawabannya adalah iya. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia sedikit tidak terima. Tidak terima dalam artian bukan menyayangkan keputusan Sangkala yang langsung menjauhinya ketika ia memintanya, lebih tepatnya Saskara tidak terima akan perbuatan Sangkala padanya yang semena-mena. Gara-gara perbuatan Sangkala yang selalu berada dekatnya, reputasinya disekolah ini jadi berubah total.
Niat awal Saskara yang tak ingin menonjol, seketika berubah menjadi topik yang selalu dibicarakan antar siswa maupun siswi. Sangkala sepenuhnya memberikan dampak. Adanya Sangkala dikehidupan Saskara membuat hidup yang perempuan itu jalani jadi penuh dengan berbagai isu-isu yang tak seharusnya ia terima.
Seharusnya kemarin sebelum ia pergi, Saskara berikan Sangkala tamparan sebagai bentuk hadiah karena perbuatan Sangkala selama ini. Saskara membuang nafas jengah, ia menyesal baru ingat ide tersebut di kemudian hari.
"SAS, SAS, SAS!" Panggil Rinjani dari arah pintu masuk kelas sambil berlari kecil menuju bangku Saskara yang berada dipojok dekat jendela.
"Saskara, Saskara, Saskara!" Setibanya ditempat, Rinjani mengguncang bahu Saskara kuat hingga sang empunya badan terguncang hebat.
"Apa, sih?" Balas Saskara jutek sambil membenarkan posisinya. Bayangkan saja sedang enak-enaknya nyantai ada yang menanggung, apa tidak naik darah? Saskara mendengus setelahnya.
"Ke lapangan outdoor, yuk!" Ajak Rinjani seraya menyeret-nyeret tangan Saskara.
"Males." Balas Saskara seraya menguap.
Rinjani memukul lengan Saskara.
Saskara yang tiba-tiba mendapatkan perlakuan seperti itu jadi menegakkan badan sepenuhnya. "Mau ngapain disana, sih?" Saskara menekan pertanyaannya dengan mimik wajah yang kelewat tidak ada gairah hidup.
"Ikut aja makanya! Ok, ok?!" Rinjani tak pantang menyerah, kali ini Saskara harus menuruti keinginannya! Itulah misi Rinjani hari ini.
"Kalau nggak jelas malesin banget." Terang Saskara. Ya habisnya, jikalau Rinjani bersikap seperti ini, pasti ujung-ujungnya tidak jelas. Pernah suatu hari Rinjani merengek padanya agar ia ikut, akan tetapi sesaat Saskara menuruti permintaan tersebut, yang Saskara hadapi setelahnya mampu sepenuhnya membuat ia jengkel. Bagaimana tidak jengkel coba kalau ia pikir ada suatu hal urgent, namun kenyataannya Rinjani hanya mengajaknya untuk menonton kumpulan orang bermain basket---yang mana parahnya sesampainya ditempat tersebut, Saskara dikacangi sebab Rinjani sedang heboh-hebohnya menyoraki sosok jangkuk yang sedang bermain ditengah lapang kala itu.
"Gue jamin lo nggak bakal nyesel kalau ikut!"
"Kentut." Ceplos Saskara.
"Serius gueeeeeeee."
Saskara merotasi bola mata. "Paling kayak waktu itu."
"Waktu itu mana???"
Saskara menghela nafas berat, rasa-rasanya ia begitu malas tuk sekedar mengeluarkan beberapa kata dari mulutnya hanya untuk menjelaskan waktu itu dibagian mananya pada Rinjani.
"Lo pikir aja sendiri."
Saskara hendak menenggelamkan kepalanya lagi dilipatan kedua tangan untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda, namun tangan Rinjani yang tanpa aba-aba menahan kedua bahunya berhasil membuat Saskara menatap perempuan itu dengan tatapan penuh kekesalan yang tak terbendung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saskara & Semestanya (ON GOING)
De TodoSaskara Rasa Ayudia pikir hidupnya yang terkesan monoton itu tidak akan pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Namun, bak sebuah karma, semua pemikirannya salah tatkala ia merasakan hal yang paling dianggap mustahil baginya itu. Namanya Martiks...