Hari ini sudah petang, tetapi Saskara masih bergelung dalam selimut. Seharusnya, hari ini---tepatnya hari Senin, Saskara melakukan MOS disekolahnya. Namun, apa boleh buat, keadaan yang tidak memungkinkan menjadi alasannya masih berada ditempat tidur. Akibat dirinya yang sangat bodoh menunggu kedatangan Semesta kemarin, membuatnya malah jatuh sakit. Jika tahu kalau sekarang ia akan sakit, kemarin Saskara tak akan repot-repot menyiapkan segala keperluan untuk MOS.
Tiba-tiba saja, secara mengejutkan juga, Saskara menghentak-hentakan kakinya sehingga membuat seprai berantakan dan selimutnya terkesiap. Dia melakukan hal tersebut sebagai bentuk pelampiasan rasa kesalnya terhadap Semesta. Apakah Semesta tak berniat menjenguknya? Saskara sakit begini juga, kan, karena Semesta! Eh tapi tapi ... Salah Saskara juga karena menunggu sesuatu yang tidak pasti. Haduh, menyebalkan sekali!
Omong-omong soal masalah kemarin, sesaat Saskara dipertemukan dengan Tante Gina, yang terakhir Saskara ingat sebelum kehilangan kesadarannya, Tante Gina berlari ke arahnya dengan membiarkan tubuh wanita berusia 39 tahun itu terkena air hujan sebab payung yang dipeganginya sengaja dilepaskan dari genggaman saking kagetnya melihat Saskara ambruk diambang pintu. Setelah kejadian kemarin berlalu, hingga detik ini, Saskara belum melihat batang hidung Semesta. Bunda bercerita, Semesta ke rumahnya dini malam pun sekedar untuk meminta maaf serta mengambil barang-barangnya yang masih berada diruang tengah.
Saskara berguling ke sisi lain tempat tidur hingga dirinya terjatuh ke lantai akibat terus-menerus berguling tanpa henti. Saskara meringis sakit. Badannya yang terasa pegal linu bak remaja jompo, semakin terasa ngilu saja. Perempuan yang keadaannya jelas tidak baik itu kemudian bangkit dan cepat-cepat melangkahkan kaki ke arah jendala.
Dari balik tirai, dengan posisi mengintip, Saskara dapat melihat rumah Semesta. Ya, mereka tetangga. Semesta pindah ke lingkungan ini sekitar 3 tahun lalu, di mana waktu itu Saskara masih duduk di bangku pertama SMP. Yang Saskara ingat tentang Semesta kala itu, Semesta seperti lelaki pada umumnya. Saskara juga tak pernah merasakan suatu hal yang spesial dari Semesta hingga pada satu moment di mana dirinya lulus dari SMP, kehadiran Semesta menemani sosok Bundanya datang ke acara kelulusan mampu memicu debaran-debaran aneh yang memabukkan. Karena mungkin melihat penampilan Semesta yang memakai batik, menggunakan pantofel, juga surai yang tertata, Saskara jadi terpana akan pesonanya. Iya, mulanya itu merupakan alasan logis yang terpikirkan oleh Saskara guna menepis segala perasaan yang tiba-tiba memenuhi rongga dadanya.
Lalu, tak berhenti sampai disitu, sikap yang ditunjukkan Semesta kepada Bundanya ataupun dirinya, membuat Saskara merasa jika kehadiran Semesta disini bagaikan apa yang selama ini mereka butuhkan. Mulai dari Semesta yang selalu bersikap layaknya Semesta adalah bagian dari keluarganya, menolong Bundanya apabila ada kesulitan, bahkan lelaki itu bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada dirumahnya. Semua hal itu mendorong Saskara ingin mengenal lebih jauh sosok Semesta dan meyakinkan apakah perasaannya terhadap Semesta ini benar adanya atau hanya buaian semata.
Secara perlahan, akhirnya Saskara menyadari bahwasannya bermula dari acara kelulusan itu, Saskara sudah menaruh perasaan pada Semesta. Saat ia merasa sudah mengenal Semesta lebih jauh dari pada sebelumnya, ada sebuah perbedaan yang ia rasakan. Perbedaan itu jelas menjabarkan tentang Semesta yang hanya menganggapnya sebagai seorang Adik dan Saskara yang terlalu berharap berlebih tentang Semesta.
Saskara cekikikan sendiri sampai matanya membentuk bulan sabit, namun cekikikan Saskara tak berselang lama sebab sesaat mata Saskara kembali normal, Saskara menangkap Semesta yang tengah berjalan ke arah rumahnya sambil menenteng bungkusan yang Saskara yakin isinya adalah sesuatu yang pastinya akan membuat Saskara kelojotan kesenangan bukan main.
"AAAAAA." Saskara berteriak saking senangnya memikirkan jika Semesta benar-benar mewujudkan khayalannya menjadi nyata, tangannya pun refleks bergerak membekap mulutnya supaya meredam suara teriakannya agar tak menembus dinding kamar sehingga mengakibatkan dengingan sampai ke telinga Semesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saskara & Semestanya (ON GOING)
DiversosSaskara Rasa Ayudia pikir hidupnya yang terkesan monoton itu tidak akan pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Namun, bak sebuah karma, semua pemikirannya salah tatkala ia merasakan hal yang paling dianggap mustahil baginya itu. Namanya Martiks...