27. Let's Wake Up!

1K 230 23
                                    

Author POV

"Kamu serius, Kak, yang semalam gak apa-apa?" tanya Lisa membahas soal Ali dan Prilly semalam saat sarapan pagi ini.

"Gak apa-apa, Bunda," jawab Prilly pelan.

"Emang ada apa sama mereka?" tanya Heru heran pada isterinya.

"Aku juga nggak paham, Mas. Mereka mainnya rahasia-rahasiaan. Ra, Bunda sayang banget lho sama Pangeran Kit, kalo ada apa-apa cerita sama Ayah-Bunda."

"Gak ada apa-apa, Yah, Bun. Semalem itu Ali cuma ngembaliin barang aku yang ketinggalan di mobilnya... barang penting."

"Oh, jadi semalam Gana ke sini?" Lisa mengangguk menjawab pertanyaan suaminya, lalu berkata, "tapi diem-diem. Bunda nggak masalah kalian ngapain selagi masih dalam batas wajar. Bunda khawatir banget Ali tangannya sampai dingin tapi badannya hangat."

Prilly tidak tahu soal itu. Semalam ia jadi orang paling egois, menodong klarifikasi habis-habisan seperti polisi menghakimi penjahat. Prilly tidak tahu keadaan Ali sekarang, tapi yang pasti tunangannya sedang tidak baik-baik saja. Sejak baru dimulainya hari sudah ada beberapa orang yang menghubunginya. Kabar kebenaran ini langsung menyebar kepada mereka yang bersangkutan-Zia, orang tua Ali, hingga para sahabatnya.

"Khanzara, ini beneran... Ali udah tau semuanya? Gue dikabarin Soraya semalem."

"Bener, Wir. Gue yang maksa Ali kemaren buat ngobrol sama Zia... karena gue ngerasa ada yang salah selama ini. Pagi ini semua orang nyari gue. Ali pulang dari sini malem banget, katanya juga jadi ribut sama orang rumah."

"Bener. Tante Wita nangis-nangis waktu nelepon kita. Sekarang anaknya pergi gak tau kemana dari pagi buta. Kita semua udah gak bisa hubungi dia dari semalem."

"Wir, gue minta maaf. Gue nggak nyangka bakal jadi kayak gini."

"Nggak, lo nggak salah, Ra. Kita yang salah. Lo sama sekali gak tau apa-apa. Ini gue, Fitra, Delta, mau nyari Ali bareng. Kita mau jelasin semuanya."

"Kayaknya lebih baik kalian jangan temuin Ali dulu sementara waktu. Gue gak yakin Ali mau dengerin kalian. Kalian pasti lebih kenal Ali, kan? Biarin sendiri dulu gimana? Gue yang bakal cari, gue usahain buat bawa dia pulang."

Hanya ada hening di panggilan grup subuh tadi. Padahal di sana ada Fitra dan Delta beserta kekasih mereka masing-masing. Tidak ada yang tidak terlibat di sini. Semuanya ikut andil, membuat Prilly bisa membayangkan bagaimana Ali merasa sakit sendirian.

"Kenapa?" tanya Prilly kemudian.

"Kenapa kalian harus bohongin temen kalian sendiri? Selama bertahun-tahun...?" lanjut Prilly.

"Sumpah, Pril, kita cuma tau sampe Zia pergi ke Amerika. Soal Ario, dan semuanya kita nggak tau. Kita ngewakilin cewek kita juga. Kita cuma ikut-ikutan, Pril. Kita nggak punya pilihan lain."

"Tapi, kalian tetap salah."

"Iya, kita tetap salah. Tapi, di sini kita sama sekali gak dikasih opsi buat milih- sumpah kalo kita dikasih opsi, kita lebih milih buat gak tau sama sekali, Ra, daripada kayak gini."

"Gue nggak menghakimi kalian. Tapi sebagai orang yang pernah ngebohongin Ali juga, gue pernah nggak jujur sama dia, gue pernah liat dia sesakit dan sekacau apa waktu tau kalo selama ini gue bohong-gue nggak jujur. Temen kalian paling nggak suka dibohongi," ujar Prilly menahan tangis.

"Gue nggak tau Resa ngomong apa aja sama Ali kemarin, tapi gue sakit waktu dia susah payah ngejelasin semuanya, karena gue nuntut dia banget sebelum pergi buat ketemu Zia. Gue nyesel maksa dia kemarin."

"Pril, kita ketemu langsung aja ya? Gue udah nggak sanggup lagi ngomong di sini," ujar Wira. Sekali lagi, di panggilan itu tidak hanya ada Wira seorang, tapi di sini seolah mereka memposisikan Wira sebagai juru bicara.

Powerpoint in Love 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang