3. Search an Information

1.6K 279 10
                                    

Author POV

Hampir tengah malam, namun suara papan ketik tak kunjung berhenti sejak jam 7 tadi. Padahal besok ia ada mata kuliah pagi dan seharian ini punggungnya sama sekali tak mencicipi empuknya kasur. Empat jam juga bukanlah waktu yang sebentar bagi matanya yang sedari tadi sudah perih namun tetap dipaksakan terjaga. Pinggangnya juga rasa ingin remuk saja. Sebentar lagi, ia berjanji akan menyudahi laporan yang sebenarnya dikumpulkan Minggu depan.

"Ra ..." Apa itu? Pikirnya.

Awalnya memang terdengar samar.

"Ra ..."

Tapi, lama kelamaan mulai jelas.

"Ra, buka ..."

... dan mulai sedikit horor.

Sejenak, tidak ada bunyi papan ketik. Memastikan pendengarannya memang benar. Ada yang memanggilnya namun tak berwujud. Hingga tak lama berselang, terdengar bunyi ketukan lambat pada jendela kamarnya.

"Ra ..."

Ia bangun meninggalkan meja belajarnya, mendekat ke arah jendela kamar kemudian membukanya cepat karena mengira itu maling.

BUK!

"Aduh! Aww ..."

Prilly melotot. "Satya!" pekiknya histeris. Apalagi melihat Satya langsung terhempas jatuh karena ulahnya membuka jendela terlalu kencang.

"Aaa sorry, gue nggak tahu itu lo!"

Laki-laki itu bangun memegangi dahinya yang semoga saja tidak benjol esok hari kemudian.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Prilly.

"Jidat gue benjol, Ara, lo pake nanya," sungut Satya.

"Ya mana gue tahu, kirain maling." Tidak terima disalahkan karena jelas yang bersalah adalah Satya. Datang dan memanggil lewat jendela, hampir tengah malam pula.

"Ngapain lagi malam-malam kesini? Barusan itu lo kualat, dateng lewat jendela kayak nggak ada pintu," oceh Prilly, Satya mencibir.

"Gue numpang nge-print dong," katanya. Memberikan sebuah flashdisk yang tidak langsung diterima si empunya.

"Hah?"

"Gue udah keliling cari fotocopy-an yang masih buka, se-Jabodetabek gue keliling, tapi udah pada tutup," ujarnya hiperbola.

"Eh, rumah gue bukan fotocopy-an, ya!"

"Ya udah sih, Ra, mamang warnet yang jam segini masih buka, kan cuma lo," candanya tanpa dosa.

Prilly menahan napas, kemudian mengambil flashdisk dari telapak tangan Satya. Berhadapan dengan Satya sama dengan berhadapan dengan Ali. Entah bagaimana bisa mereka bersekongkol memanggilnya seperti itu. Bahkan Satya menjadi sama menyebalkannya sekarang padahal dulu mereka rival.

"Masuk, nanti ada yang lihat," kata Prilly. Ia berlalu menuju meja belajar dan menyalakan printer. Satya langsung melompat, dan seketika sudah ada di kamar Prilly.

"Astaga, Satya, lewat pintu!" Prilly kembali berseru, matanya melotot melihat Satya melompat masuk dari jendela.

"Lo nggak bilang!" Satya ikut berseru karena kaget. Prilly mendengus, tak meladeni lagi.

Satya melirik Prilly yang sudah fokus dengan laptopnya, kemudian tertawa dalam hati karena ia yakin Prilly sedang kesal setengah mati melihat laporannya yang masih berantakan. Tidak ada rata kanan-kiri, spasi yang tidak sama per-paragraf, dan beberapa typo.

Powerpoint in Love 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang