30. D-1

950 206 17
                                    

Tengah malam Ali baru kembali ke apartemennya. Entahlah pergi ke mana laki-laki itu setelah ngampus hari ini. Padahal esok masih ada kelas pagi-pagi, juga ketambahan latihan basket untuk persiapan semi final besok lusa.

"Ngapain?" tanya Ali dari jarak yang masih jauh dari pintu masuk unit apartemennya. Ali bertanya demikian pada sosok yang berdiri di depan pintu apartemennya. Reyhan. Bisa Ali lihat setelah itu Reyhan gelagapan dan panik.

"Maaf, Tuan Muda. S-saya pergi kalau—"

"Gue butuh falcon sama laptop gue balik." Reyhan mengangguk paham namun tetap menundukkan kepalanya.

"Baik, akan saya antarkan malam ini juga."

"Besok lagi. Sekarang balik. Sama tolong cari di semua laci—kotak item sedikit ada list merahnya. Bawa itu bareng dua barang yang gue minta tadi."

"Baik, Tuan Muda," balas Reyhan.

"Balik. Lo nggak perlu berdiri di sini terus," perintah Ali. Sedangkan tangannya mengetik passcode di interkom.

"Maaf, Tuan Muda. Saya pergi."

"Mami baik-baik aja, kan?" tanya Ali sebelum Reyhan pergi.

"S-saya tidak tau, Tuan Muda. Nyonya jarang keluar kamar beberapa hari belakangan. Sekali keluar kamar hanya datang ke kamar Tuan Muda."

"Bilang sama Mami nggak perlu khawatir. Gue baik-baik aja." Sekali lagi Reyhan mengangguk.

"Makan dan istirahat Tuan Muda teratur?" Pertanyaan bodoh, Reyhan. Istirahat macam apa yang teratur sedangkan dengan mata kepalanya sendiri ia melihat sendiri Ali baru kembali setelah seharian pergi. Namun meskipun begitu Reyhan harap Ali makan dan istirahat dengan baik dan teratur.

***

Prilly baru menceritakan kepada Ali jika Sabtu dan Minggu akan pergi untuk mengikuti lomba di luar kota. Di Bandung lebih tepatnya. Keduanya bertemu setelah jam makan siang, saat matahari sedang terik-teriknya.

"Aku kemaren-kemaren udah mau cerita, tapi timing-nya kurang pas. Kamu juga masih belum bisa dihubungi," jelas Prilly.

"Falcon sama laptopku baru balik tadi pagi."

"Kamu pulang?" tanya Prilly. Ali menggeleng.

"Reyhan," katanya. Begitu saja sudah membuat Prilly paham.

"Aku berangkat malam ini. Di schedule, kegiatannya mulai dari hari Sabtu. Sebenernya cuma sehari, hari Minggu itu buat babak final. Semuanya ikut sikon nanti. Aku bisa aja pulang besok malemnya," ujar Prilly.

"Kamu pasti pulang hari Minggu," sahut Ali yakin sekali.

"Kok kamu yang optimis banget?"

"Aku nyusul kalo kamu pulang hari Minggu."

"Beneran?" Ali mengangguk. Sedangkan perempuan itu mengubah raut wajahnya manjadi cemberut.

"Aku pengen pulang secepatnya sih. Rasanya gak semangat banget. Takut deh besok." Kalau kata Satya, jika seorang Prilly tidak semangat seperti biasanya, artinya dunia sedang tidak baik-baik saja.

"Jalani hari kamu kayak biasa. Nggak usah mikir apa-apa," kata Ali.

"Kosong dong. Ngapain ikut lomba?"

"Mikir yang gak perlu maksudnya." Ali mengoreksi.

"Yang gak perlu tuh gimana contohnya?"

"Your problem... ya apa aja unimportant-prob."

"Sekarang kamu jarang natap aku ya kalo ngomong? Kenapa?" tanya Prilly pelan. Belakangan ini berjalan tidak seperti biasanya tidak hanya bagi Ali, tapi juga Prilly. Seperti ini contohnya. Ada semacam kosong saat Ali lebih banyak diam, bicara seperlunya, dan jarang menatap lawan bicaranya saat bicara seperti ini. Harus ditanya seperti itu dulu baru Ali langsung menatapnya.

Powerpoint in Love 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang