5. Not in Love Anymore

1.5K 288 23
                                    

Author POV

Reyhan membukakan pintu bagian belakang mobil. Seperti yang diperintahkan Ali semalam untuk menjemput Prilly di rumahnya, menjelang makan siang Prilly sudah berada di depan mansion keluarga Ali. Sebenarnya Prilly kurang mengerti untuk apa dirinya dibawa ke sini setelah mendapat pesan singkat dari Wita yang mengatakan rindu padanya karena sudah cukup lama tidak bertemu. Ingin meminta penjelasan Ali pun, sepertinya laki-laki itu masih marah padanya karena berpuluh-puluh panggilan tak kunjung dijawabnya, pesan juga. Alinya tak pernah berubah, yang jika marah hanya diam tidak menunjukkannya dengan terang-terangan.

"Mari, Nona," ajak Reyhan melangkah lebih dulu, menuntun jalan Prilly memasuki mansion yang selalu ramai dengan puluhan pelayan dan bodyguard.

Membalas senyum para pelayan yang berjejer di depan lobi, Prilly terus mengikuti Reyhan yang akan membawanya menaiki lift menuju lantai 2. Di dalam lift, ia sedikit merapikan dress selututnya, sementara Reyhan berdiri di belakangnya. Dia selalu gugup jika datang ke sini. Biasanya akan ada Ali di sampingnya, menggenggam tangannya yang dingin dan mengatakan tenang. Ini kali pertama Prilly datang sendiri tanpa Ali.

Lift berdenting, kemudian terbuka menampilkan aktivitas para pelayan yang sedang menata makan siang. Wita yang sedang duduk di salah satu kursi spontan berdiri, dan datang menyambutnya diikuti Zia di belakangnya.

"Long time no see, pretty. Gimana perjalanannya?" tanya Wita sambil memeluk Prilly dengan hangat.

"Sedikit macet, tapi menyenangkan, Tante," balas Prilly tersenyum. Setelah itu dia mendapatkan pelukan dari Zia, kemudian digiring untuk di duduk di salah satu dari banyaknya kursi di meja makan itu.

"Sebentar lagi masuk jam makan siang. Kita makan siang dulu, ya, sebelum ngobrol-ngobrol?" Prilly mengangguk saja, kemudian dirangkul untuk duduk di salah satu kursi.

"Hm, Gana belum juga bangun, Hera?" tanya Wita pada salah satu pelayan yang berdiri di belakang kursinya.

"Sepertinya belum, Nyonya," jawab Hera.

"Aduh, gimana sih. Mau bangun jam berapa tikus kecil itu?" Wita bergumam kecil. Dengan sigap Reyhan mendekat, menawarkan diri untuk membangunkan Ali.

"Perlu saya bangunkan, Nyonya?" tawar Reyhan.

Wita mengangguk. "Tolong, Rey. Bangunkan paksa. Bilang perintah saya, kalau-kalau Gana mengamuk," pesannya kemudian. Reyhan mengangguk sedikit tersenyum geli sebelum berlalu melaksanakan titah majikannya.

Lantai 4 yang senyap begitu sepatu pantofel Reyhan menapak, seperti tidak ada kehidupan. Ini karena settingan Tuan Mudanya agar tidak membuat bising di sini. Lantai 4 adalah daerah kekuasaannya, istilahnya, karena di lantai ini hanya ada kamarnya, private living room jika sahabatnya datang atau jika sedang pacaran dengan Prilly, private gym room, ruang game, private biliar, studio music, dan private pool.

"Pokoknya ni ya, peraturan untuk semua yang ada di lantai 4. Jangan ubah tata letak apapun, awas kalau nii kursi geser atau titik koordinatnya berubah dari letak awal. Satu lagi, kalau kalian lagi jalan, sebisa mungkin jangan kedengaran! Terserah gimana caranya, lebih bagus lagi nggak napak sekalian. Sekian. Gue mau tidur siang!"

Saat itu, pelayan dan bodyguard yang sedang berjaga hanya mampu melongo mendengar Ali menetapkan peraturan baru dengan satu tarikan napas. Ali yang bicara, mereka yang engap. Mereka berpikir keras bagaimana caranya tidak menapak saat berjalan. Oh, mereka sepertinya harus jadi arwah gentayangan dulu.

Reyhan tiba di depan kamar Ali. Dengan lebih dulu menyiapkan mental dan siasat, barulah ia membuka pintu pelan-pelan. Selain karena masih sayang nyawa, juga kembali ke peraturan yang dibuat tuannya itu.

Powerpoint in Love 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang